Sindiran Pedas Esmeta

871 63 0
                                    

"Maaf sayang, tapi aku bukan ibumu." Binar dari mata anak laki-laki itu seketika menyurut, ia menggeleng cepat tanda tak percaya. Ia tetap kukuh pada pendiriannya bahwa perempuan yang saat ini berjongkok dihadapannya adalah ibunya.

"Ibu pasti bercanda untuk mengerjaiku, kan? Ayo bu kita pulang! Ayah merindukan ibu sejak lama." Bantah anak itu bersikeras mengajak Aeris untuk pulang bersamanya. Tak tanggung-tanggung, bahkan salah satu pergelangan tangan Aeris sempat ditarik kuat olehnya.

Aeris yang bingung seketika menatap Esmeta, berpikir bagaimana caranya meyakinkan anak laki-laki itu bahwa dirinya bukanlah ibunya. Esmeta dengan sigap meraih pundak anak itu dan bertanya, "Siapa namamu tadi?"

"Asher." Jawab sang bocah, Esmeta melihat ke arah pergelangan tangan Aeris yang dicengkeram erat oleh tangan mungil Asher.

"Asher sayang, bibi ini bukan ibumu. Sekilas mungkin bagi Asher mirip dengan wajah ibumu, tetapi belum tentu bibi ini adalah ibumu." Ujar Esmeta. Muka Asher tiba-tiba semakin sedih dan matanya mulai berkaca-kaca, lantas ia memeluk Aeris erat untuk menyembunyikan raut wajahnya yang siap menangis itu.

Esmeta dibuat gemas dengan tingkah lucu Asher saat memeluk Aeris dan dirinya melihat sang nona muda tidak keberatan untuk dipeluk oleh bocah itu.

Aeris melepaskan pelukan Asher dan memegang kedua pundak anak itu dengan lembut, "Asher, dimana orangtuamu? Apa kamu kemari bersama ibumu?" Tanya Aeris dengan perasaan cemas. Ia tidak bisa membayangkan jika anak sekecil ini diculik dan diperbudak oleh penjahat diluar sana.

Hanya orangtua yang lalai saja lah berani melepaskan penjagaan mereka dari anaknya.

"Tidak, Asher pergi bersama Paman Arnos. Akan tetapi, sekarang Paman Arnos hilang entah kemana." Suara mungil Asher saat menjelaskan menambah rasa gemas di hati Esmeta. Rasanya ingin sekali mencubit pipi gembil bocah itu.

"Sekarang mungkin pamanmu tengah bingung mencari keberadaanmu, kasihan dia." Aeris tidak bisa membayangkan bagaimana pria itu yang kelimpungan mencari keberadaan Asher saat ini.

Asher terdiam menyadari kesalahannya, karena dirinya ia harus merepotkan pamannya untuk mencarinya disetiap sudut pasar. Namun, sayup-sayup daun telinganya menangkap suara yang memanggil namanya.

"Tuan Muda! Tuan Muda!"

Asher menoleh kebelakang setelah mendengar suara teriakan yang familiar ditelinganya, "Paman Arnos!"

"Dimana?" Reflek Aeris yang senang karena Asher menemukan pamannya.
Dengan telunjuk mungilnya, Asher memberitahukan keberadaan pamannya. "Disana!"

Aeris lalu melihat ke arah yang ditunjuk oleh Asher, terlihat seorang pria berseragam ksatria tengah kebingungan diantara kerumunan orang pasar.

Asher yang kegirangan segera meloncat-loncat sambil melambaikan tangannya memberi tanda kepada pamannya, "Disini! Asher disini Paman Arnos!".

Pemuda itu menangkap seorang anak kecil melompat dan melambaikan tangannya, teriakan yang samar itu seperti memanggil namanya. Matanya berbinar saat mengetahui siapa sosok anak itu, "Tuan Muda!!".

"Paman!" Asher tanpa ragu berlari ke arah pria itu dan melompat ke gendongan pamannya. Ia tampak senang telah menemukan pamannya kembali. Begitu juga dengan Arnos yang berhasil menemukan putra tuannya itu.

"Tuan Muda, kau darimana saja? Puas aku mencarimu, syukurlah gajiku tidak jadi dipotong karena berhasil menemukanmu." Ucap Arnos yang diselipi dengan nada godaan kepada Asher.

"Jadi, paman tidak sayang kepada Asher? Huh! Paman sama saja seperti anak buah ayah yang lain, hanya mementingkan reputasi dan gaji saja. Tidak ada yang mau mempedulikanku." Sungut Asher sambil melipat kedua tangannya didepan dada, berpose layaknya bos merajuk pada bawahannya.

"Ayolah tuan muda, aku hanya bercanda. Maafkan paman kecilmu ini," bujuk Arnos sambil memanyunkan bibirnya.

"Ih! Paman kok serem sih! Iya deh Asher maafin!"

Arnos mencium salah satu pipi gembil Asher dengan gemas dan menurunkannya dari gendongan, meski tubuhnya kecil tetap saja Asher berbobot.

"Syukurlah, kalau kalian bertemu kembali. Saatnya kami untuk pergi ke tujuan kami selanjutnya," ujar Aeris berpamitan.

"Ibu mau pergi kemana?" Tanya Asher sambil menarik jari-jemari Aeris dengan lembut. Arnos yang memahami situasi canggung tersebut kembali menggendong Asher.

"Tuan muda, sebaiknya kita kembali. Ayah dan kakakmu pasti sudah menunggumu pulang."

"Tapi–" Asher tak bisa berbuat banyak, ia harus berpisah dengan perempuan asing yang ia sebut sebagai ibunya. Aeris yang melihat raut sedih Asher saat berpisah dengannya membuat rasa iba muncul dari lubuk hatinya.

"Asher, kita akan bertemu lagi suatu saat ya. Jadi bergembiralah saat kamu pulang!" Pekik Aeris berusaha menghibur anak itu.

Asher yang mendengar pekikan Aeris mengangguk semangat, tanda setuju bahwa mereka akan bertemu lagi.

"Ibu! Jangan khawatir! Asher akan mengunjungimu lagi! Dadah!" Balas Asher sambil berteriak dan melambaikan tangannya.

*******

Tak terasa langkah Aeris dan Esmeta semakin dekat dengan mansion keluarga Owlicus. Mereka tak merasa lelah sedikitpun karena banyak sekali cerita yang mereka bicarakan disepanjang jalan.

Aeris yang biasanya hanya tersenyum dapat tertawa dengan lega berkat cerita yang Esmeta buat. Bahkan, para penjaga gerbang tak sengaja jatuh hati ketika melihat tawa bahagia Aeris. Mereka sejenak melupakan status Aeris dan tanda kutukan yang dimilikinya.

Aeris dan Esmeta terus berjalan masuk kedalam mansion, menelusuri setiap lorong mansion menuju taman belakang. Namun, ditengah perjalanan mereka berdua sempat dihadang oleh ibu dan saudari tiri Aeris. Tak lain tak bukan adalah Duchess Soraya Lucette Owlicus dan Crysta Rubikia Owlicus.

"Wah, wah, wah! Sepertinya suasana hatimu sedang baik Aeris, ada apa? Bisakah kau ceritakan padaku?" Tanya Soraya sekedar basa-basi.

Seketika senyuman kebahagiaan pada wajah Aeris menyurut bersamaan dengan kepalanya yang mulai menunduk. Berbeda dengan Esmeta yang tetap menegakkan lehernya dengan muka garangnya.

Esmeta seketika menaikkan radar kewaspadaannya terhadap dua ular yang tak punya rasa malu itu, dari sikap basa-basi Duchess Soraya ia dapat mencium niat terselubung beliau.

Dengan cekatan, Esmeta menarik nona mudanya untuk menjauh dari mereka berdua. Ia hanya ingin menjaga Aeris dari konflik kecil yang mereka buat.

Di momen itu, Crysta memanfaatkan tindakan pengecut Esmeta dan Aeris yang menghindar darinya dan sang ibu untuk mengolok mereka.

"Hei, kalian mau pergi kemana? Duchess belum selesai berbicara. Dasar perempuan tidak punya tatakrama!" Sinis Crysta sambil melipat kedua tangannya didepan dada.

Esmeta yang tersulut emosi menghentikan langkahnya dan berbalik menatap tajam ke arah mereka.

"Sekali lagi saya mohon maaf, bukannya saya tidak menghormati Duchess Soraya dan Nona Crysta. Akan tetapi gendang telinga saya amatlah mahal.

Saya akan merugi jika mendengar cemoohan kalian yang murahan itu dan simpan saja rasa iri kalian terhadap Nona Aeris untuk orang lain." Balas Esmeta tanpa rasa gentar.

"Apa hak mu untuk berbicara?! Berani sekali seorang pelayan sepertimu berbicara seenaknya kepada kami!" Bentak Crysta tak terima dirinya direndahkan oleh seorang pelayan.

"Jangan tanya apa hak saya, saya adalah juru bicara nona Aeris. Memang saya pelayan, tapi saya bukan pelayan murahan." Jawab Esmeta santai.

"Duchess Soraya dan Nona Crysta, kalian tidak punya hak untuk mengekang kebebasan Nona Aeris. Dan ingatlah satuhal ini, bahwa kalian hanyalah sampah yang dipungut secara sengaja oleh Duke Robert karena rasa iba beliau." Sambung Esmeta kemudian melenggang pergi dengan menggandeng tangan Aeris menjauhi lorong itu.

"Pelayan kurang ajar!"

********

#bersambung

✓Jangan lupa untuk vote komennya😀🙏







Menikah Dengan Duke DudaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang