Special Episode 1

5.7K 462 20
                                    

Ingatan tentang sang nenek adalah satu-satunya ingatan yang ingin sekali Allen hilangkan dari pikirannya. Bau karbol dan suara mesin selalu terngiang pada saat musim semi sudah hampir menuju akhirnya.

Begitu pula dengan sosok sang nenek yang lemah berbaring di tempat tidur, banyak alat terpasang di tubuh, serta napas tersengal-sengal. Allen tidak bisa melewatkan seluruh bayangan itu setiap kali hari itu akan datang.

"Al, sapa nenek mu."

Di belakang kaki Dion, Allen berusaha menyembunyikan tubuhnya. Sedikit menjulurkan kepala untuk mengintip yang langsung di dorong perlahan oleh tangan besar Dion agar bisa keluar dari persembunyian.

Tidak ada yang Allen ketahui tentang sang nenek sejak awal. Ia hanya sempat mendengar dari sang ayah saat menceritakan masa lalunya bersama sang papa. Dan di sebutkan dalam cerita itu bahwa sang nenek sempat memandang rendah(?) Felix setelah kejadian yang tidak diinginkan terjadi.

Allen berpikir saat itu mungkin saja Ia bisa terbuka pada sang nenek. Menyapa dengan suara riang dan senyuman lebar. 

Nyatanya, Allen diam kaku di tempat. Kedua tangannya terkulai lemas di kedua sisi tubuh dan wajah yang sepertinya tidak dapat menyembunyikan kekecewaan pada sang nenek. 

Allen juga tidak mengerti kenapa. Ia seperti memiliki rasa aneh terhadap sang nenek. Sangat aneh baginya sampai-sampai tidak dapat mengeluarkan sepatah katapun disaat sang nenek ikut membalas tatapannya. Posisi setengah terduduk memberikan Allen kesempatan untuk melihat senyum hangat yang diberikan.

Setelah itu tidak ada yang terjadi. Allen tetap diam di tempatnya, memperhatikan Dion yang duduk di samping ranjang Fumi. Kedua tangan menggenggam tangan ringkih itu. Mendekatkan wajah berbicara pada sang nenek yang mungkin sudah sulit mendengarkan.

Itu terjadi tepat beberapa jam sebelum keberangkatan mereka. Jadi tidak dapat memiliki banyak waktu untuk mengucapkan salam perpisahan. Dion berdiri dari duduknya dan membawa Allen menuju bandara. 

Dalam hati Allen berucap, mungkin aku bisa menyapa nenek lain kali.

Tetapi rasa penyesalan datang menghantam Allen setelahnya. 

19 Mei, Allen bangun pagi-pagi sekali untuk menyiapkan ulang tahun Felix. Berjalan mengendap-endap keluar dari kamar barunya berusaha menuju dapur tanpa suara. 

Tetapi keberadaan Dion dan Felix di ruang tamu mengejutkannya. Sontak Ia mundur menyembunyikan tubuh di balik tembok. Mendengarkan dengan seksama apa yang sedang di bicarakan oleh kedua orang tuanya itu.

"Jam satu tadi, ibu meninggal."

Allen mendengar bagaimana bergetarnya suara itu. Helaan kebingungan kemudian terdengar dari Felix, membuat Allen sekali lagi harus mendengar suara gemetar milik sang ayah yang mencoba menceritakan seluruhnya agar dapat mengetahui siapa yang Ia maksudkan.

Barulah setelahnya Allen mendengar lirihan, tidak, isakkan tangis dari Felix. 

Allen mengintip untuk melihat Felix yang sudah menumpahkan air mata, menangis tersedu-sedu dalam pelukan Dion. Dan sang ayah yang menumpukan dagu pada pucuk kepala sang papa, membiarkan air mata mengalir membasahi kedua pipi.

Jadi tidak ada lain kali. Bisiknya di dalam hati.

Allen menjadi berpikir, mungkin saja hari itu adalah kesempatan terakhir bagi Allen dapat berbicara pada sang nenek. Dan sikap yang tidak pantas, menjadi kesan terakhir sang nenek terhadapnya.

Pemakaman dilakukan di negara ini, yang Allen ketahui juga ternyata adalah kampung halaman milik Fumi setelah Allen diminta untuk mengikuti seluruh proses termasuk kremasi dan pembangunan nisan.

How My Papa And I Found Our FamilyWhere stories live. Discover now