17.Ada apa dengan dunia?

38 5 9
                                    

Pagi-pagi Nawa sudah berberes rumah, dia masih ingat semua letak barang-barang jadi mudah jika ia membutuhkan apa-apa. Dan untungnya dirumahnya masih ada air, dan kran nya masih bisa menyala.

Lalu Nawa mengambil handphonenya dan bertanya jam berapakah sekarang, dia juga harus mandi dan pergi ke Sekolah. Tapi sekolah tanpa Kara itu rasanya sangat aneh.

"Mampir dulu kali ke rumah Kara." Gumannya dan pergi ke kamar mandi. Dia bersyukur masih ada atap untuk tempatnya berteduh dari panasanya matahari dan guyuran hujan.

Setelah selesai mandi Nawa memakai seragamnya dan mengambil sepeda yang ia dapat di gudang tadi. Nawa itu pintar, dia bisa menggunakan Handphonenya untuk pergi kesekolah.

"Eh tapi rumah Kara dimana?" Dia lupa dimana rumah Kara berada, apakah dia harus menghubungi Bi Sika? CK tidak perlu lah. Tapi ya sudah dia cari nanti saja saat pulang sekolah.

Nawa mulai mengayuh sepeda dengan henset yang menempel di kedua telinganya, handphone itu mulai mengeluarkan suara untuk menunjukan arah. Nawa masih berpikir bagaimana keadaan Kara sekarang?

Dia juga takut kalau Arumi memarahinya dan melakukan hal yang tidak-tidak. Dan sampai dimana Nawa di sekolahnya. Dia memarkirkan sepedanya, dan berjalan menuju kelasnya. Tapi saat sedang berjalan menuju kelasnya ada tangan yang menariknya.

"Ikut gue sebentar."

"Mau ngapain mas? Jangan pukuli aku mas, bunuh aja sekalian. Biar mas gk bisa lihat aku lagi dan gk perlu kotorin tangan mas karena aku."

"Bawel Lo, tinggal iku apa susahnya." Theo langsung menariknya tapi Nawa heran biasanya Theo akan mengajaknya ke gudang tapi ini? Kenapa seperti di rooftop?

"Duduk, gue pesenin makanan. Lo belum makan kan?"

Shit!

Apa yang terjadi dengan kakaknya itu? Kenapa dia baik padanya? Mungkin kepalanya terbentur sehingga dia baik seperti ini? Pikir Nawa. Tapi Nawa mencoba menghilangkan pikiran jelek itu, tapi apakah Theo sudah sadar?

"Lo tinggal dimana sekarang?" Tanya Theo yang tiba-tiba datang dan bertanya seperti itu.

"Suatu tempat, yang cukup untuk berteduh." Theo tertawa mendengar itu, Nawa tak ingin memberitahu Theo kalau dia tinggal di rumah lama nenek dan kakeknya.

"Iya itu dimana Nawasena?" Tanya Theo tulus, Nawa terkejut ketika Theo memanggilnya seperti itu.

"Intinya ada." Jawab Nawa, dia juga punya alasan sendiri kenapa dia tak ingin Theo tau tempat tinggalnya.

"Oke-oke mas ngerti." Apa kah Theo benar-benar hilang akal atau bagaimana?

"Mas Theo gk sakit kan?" Theo yang mendengar itu pun langsung memegang keningnya, tidak hangat. Dan kemudian Theo menarik tangan Nawa untuk memegang keningnya.

"Dingin kan?" Nawa mengangguk.

"Mas minta maaf ya atas semua perilaku mas waktu dulu." Nawa diam, dan kemudian pesanan mereka datang.

"Gapapa mas lupain aja, udah lama juga."

"Ya udah tuh makan! Bayar sendiri!" Nawa terkejut ketika mendengar suara Theo yang meninggi. Nawa mengangguk saja, dia tak tau bahwa Theo mengerjainya.

"Hahaha lucu banget sih adek mas, mas bercanda. Udah di makan, di habisiin ya. Mas tau kamu gk mood kalau gk ada Kara." Nawa pun diam dan memakan makanannya. Theo yang mengacak-acak rambut Nawa. Nawa Tentu terkejut, sudah lama dia tak merasakan hal itu.

"Mas beneran gapapa kan?" Tanya Nawa sekali lagi pada Theo. Nawa jelas semakin khawatir jika Theo bertingkah seperti itu.

"Kamu nih kenapa sih Wa? Mas emang mau Nebus kesalahan mas sama adek mas, masa gk boleh."

NARA•||On Going Where stories live. Discover now