34.Bagaimana? 🌕✨

5 0 0
                                    

Kara terkejut ketika sudah sampai di rumah Bara dan Biru ada Nawa disana bersama dengan Mahesa, tak lupa juga dengan bocil nya. Siapa lagi kalau bukan Sky, oke sekarang dia sudah bermain dengan Ira.

Kara menaruh belanjaannya di dapur. Dan untungnya saja Bara dari tadi tidak jadi mabuk, tapi malah tertidur. Biru dan Kara tadi niatnya mau meninggalkan Bara di angkot itu, tapi mereka masih punya perasaan.

"Cil, monopoli yuk! Esa bawa nih!" Teriak Biru dari ruang tamu. Kara yang masih menghitung barang-barang yang di beli tadi pun berdecak.

"Gk dulu, aku mau bantuin Mama sama Ibu masak!!"

"Halah gaya Lo cil, kayak bisa masak aja!!"

"Etss!! your congor kalau ngomong, tolong Guarded!!" Nawa yang mendengar itu tertawa, bukan hanya Nawa saja Mahesa juga tertawa dan kalian tau? Tawa itu memenuhi seluruh ruangan itu.

"ESA!! KALAU KETAWA TOLONG JANGAN KERAS-KERAS!!" Teriak Arumi dari dapur.

"Iya Bu, iya, habisan Kara sih." Kara memutar bola matanya malas. Dinda menghitung jumlah bahan-bahan masakan yang sudah ia titipkan kepada Kara tadi.

"Kara, bisa beliin Mama tolak angin di warung depan gang? Tadi mau nitip lupa."

"Boleh ma, Kara pergi sekarang ya?"

"Eh, eh nih uang nya. Kembaliannya beliin jajan aja, tuh gk lihat di ruang tamu udah kaya ragunan Jakarta aja. Eh ya nih semangka kasih sana." Kara mengangguk dan langsung menjalankan tugasnya.

"Loh anak perempuan papa, mau kemana nak?" Tanya Feno yang baru saja turun dari kamarnya, Bara yang mendengar itu memutar bola matanya malas.

"Ke warung pa, mama masuk angin kaya nya. Jadi di suruh beli tolak angin, papa mau titip barang gk?" Tanya Kara, Feno menggeleng. Kara mengangguk dan langsung keluar dari perkarangan rumah mewah itu.

Setelah selesai dengan urusannya di warung, Kara memutuskan untuk pulang. Rumah bapak Feno dan warung gk terlalu jauh kok, jalan 18 langkah aja.

"Kara!!" Kara yang merasa di panggil pun menoleh, dan dia mendapat i ada Theo yang sedang berjalan ke arahnya. Bukan berjalan sih kan naik motor, ya intinya itu.

"Duh kak Theo lagi, aku malu banget soal tadi malam. Padahal aku salting banget waktu itu, cuma aku alihin ke Biru aja. Tapi jangan sampai kak Theo tau itu sih, bisa di ejek habis-habisan aku kalau dia tau."

Batin Kara, Theo berhenti di sebelah Kara.

"Hai, mau pulang? Kakak tadinya mau ajak omong kamu, tapi gk disini juga sih. Bisa keluar sebentar?" Tanya Theo.

"Aduh kak, maaf ya gk bisa. Di rumah Bara lagi sibuk banget, ada binatang ragunan juga di rumah. Bisa hancur kalau gk ada aku disana." Theo mengerti.

"Ya udah ayo naik, kak Theo mau ke rumah Bara juga." Kara bingung harus bagaimana, mesti Theo ingin membicarakan soal semalam.

"Emm Kak Theo?" Panggil Kara yang sudah duduk di belakang.

"Kenapa?" Tanya Theo.

"Kaka maafin aku kan? Untuk tadi malam, itu Biru benar-benar rusuh banget di kamar aku. Masa iya lagi telfon nan sama kakak dia naruh bawah di nakas aku, bawang nya kakak tau berapa?" Jelas Kara dan bertanya kepada Theo.

"Berapa?"

"Satu baskom." Theo tertawa mendengar itu, Kara cemberut mendengar tawa Theo itu. Seperti di ejek saja.

"Pantas saja, Kakak kira kamu nangis tadi malam. Iya Kakak udah maafin, walau sebenernya kamu gk salah." Kara tersenyum dan reflek memukul kepala Theo dengan cengengesan, ya enggak dong, reflek meluk Theo.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: 3 days ago ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

NARA•||On Going Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang