Chapter 45

3.2K 271 7
                                    

"Katakan dimana keparat itu?!" Zephan menodongkan pedangnya yang berwarna hitam pekat itu ke wajah Duke Granet yang gemetar di lantai.

Sejak kemarin Zephan memerintahkan pasukannya untuk mencari Pricilla di seluruh kerajaan. Dan dia langsung pergi ke kediaman Granet lalu mengobrak-abrik seluruh mansion. Dia menemukan sebuah kamar tidur yang kosong dengan jejak yang aneh, banyak kaca yang pecah dan perabotan berserakan. Tak butuh alasan lagi, Zephan langsung menodongkan pedangnya pada Duke yang terkenal di seluruh kekaisaran itu, atas penanggung jawaban atas kehilangan istrinya.

"Sa-saya tidak tau..." Jawab Duke gemetar.

"Kau tau! Kau yang selama ini menampung makhluk sialan itu!" Teriak Zephan dengan mata merahnya menyala bagaikan api yang siap menghanguskan semuanya.

"Grand Duke! Tolong jangan sakiti ayah saya! Ini kesalahan saya, saya tidak tau apa yang merasuki saya waktu itu!" Pekik Lyli yang bersujud di kaki Zephan sambil gemetar.

Zephan langsung mengganti arah pedangnya ke arah gadis berambut perak itu. Rahangnya mengeras dan uratnya menonjol di balik kulitnya.

"Apakah aku berbicara padamu?! Sudah jelas ini salah mu! Lebih baik sekarang kau beritahu aku dimana bajingan itu, karena kau belum kubunuh atas permintaan Tetua" bentak Zephan membuat mata Lyli berkaca-kaca dan gemetar.

Zephan sangat ingin membunuh gadis itu, tapi dia juga tak ingin melakukan kesalahan yang sama seperti di masa lalu. Dan Pricilla mungkin tak menyetujui hal itu. Memikirkan wanita itu pergi darinya, membuat Zephan kalut. Padahal saat mereka pertama bertemu, Pricilla terlihat sangat mencintainya, bahkan selalu menganggunya. Tapi kenapa sekarang dia pergi? Apa dia memilih masa lalunya dari pada dia? Apa dia marah padanya?

"Agh!" Pekik Zephan membuang pedangnya ke lantai.

Seketika suasana di dalam ruangan itu semakin mencekam. Rasanya sesak, Lyli berkeringat dingin, ini sama seperti hawa yang dibuat oleh Zeno tapi ini terasa lebih mengerikan karena Zephan adalah laki-laki yang menjalani kehidupannya di Medan perang.

Zephan menyandarkan dirinya di sofa dan menyilangkan kakinya. Di bawahnya ada Lyli dan Duke yang tak berani mengangkat kepala mereka. Zephan mencoba menenangkan dirinya, sudah berapa hari dia tak tertidur dan terus gelisah, dia pun sangat kebingungan dengan dirinya yang hilang arah begini. Wanita itu sudah menjadi dunianya, semuanya kacau saat dia pergi dan itu bersama laki-laki lain.

"Pricilla, ku mohon... Kembalilah sayang..."

___________________________

"Zephan..." Mata Pricilla terbuka, dia sadar bahwa dia menyebutkan nama suaminya dalam tidurnya.

Dia mencoba duduk dan bersandar di kepala tempat tidur lalu melihat sekeliling yang kosong. Sudah seminggu dia tinggal bersama Zeno, ini tidak buruk, apalagi Zeno terlihat sangat menyayanginya dan menghargainya. Dia tak pernah menyentuh Pricilla tanpa seizinnya, kamar mereka pun terpisah. Zeno memberikan privasi pada Pricilla meski hubungan mereka di masa lalu begitu kuat tapi sekarang Zeno mencoba perlahan memberikan ruang pada Pricilla untuk menerimanya.

Pricilla merasa nyaman, dia tau satu hal sejak dia di sini. Bahwa dia tak mencintai laki-laki itu seperti dulu, rasa nyaman ini dia rasakan seperti persahabatan. Dia belum memberitahukan hal ini pada Zeno karena takut perasaannya terluka. Rasanya Pricilla membutuhkan dia bagaikan obat  yang membuatnya bisa bernafas, itu mungkin terjadi karena intinya di dalam tubuh Zeno.

Pintu terbuka dan menampilkan Zeno dengan senyuman lembutnya. Dia membawa satu keranjang buah-buahan lalu berjalan ke arah Pricilla.

"Hey, cantik~ aku membawakan mu buah, kau suka bukan?" Pricilla membalas senyumannya dan mengangguk.

Zeno lalu menyodorkan satu stroberi yang sangat merah dan besar membuat mata Pricilla berbinar-binar. Tanpa ragu dia membuka mulut lalu mengigit buah itu.

"Mmm~ bagaimana ini bisa begitu manis dan lezat? Jangan katakan bahwa kau menanamnya sendiri" Zeno hanya terkekeh atas respon Pricilla. Di mata Zeno dia tampak menggemaskan dan cantik.

"Tentu saja. Apa kau mau ke kebunnya?" Tanya Zeno dengan ramah, Pricilla langsung menyetujui hal itu dengan semangat.

Mereka lalu keluar dari mansion itu, Pricilla baru keluar untuk pertama kalinya. Mata emasnya melebar dan kagum melihat kebun buah di halaman belakang. Dia kira sekeliling mansion akan gelap dan berhawa menyesakkan, ternyata tidak, malah seperti hutan biasa dengan matahari yang menerpa wajahnya.

Zeno membimbing Pricilla ke kebun anggur yang menjalar di pagar-pagar. Dia dengan mudah memetik satu tangkai anggur merah itu dan memberikannya pada Pricilla.

"Zeno, ini terlalu banyak dan kita tidak bawa keranjang" Pricilla mengeluh namun tetap menampung buah itu di tangannya.

"Itu baik-baik saja. Aku bisa memegangnya untuk mu" mengambil buah itu lalu memetik satu dan menyuapi ke dalam mulut Pricilla.

Pricilla mengunyah dengan semangat, Zeno hanya tersenyum dan terus menyuapinya. Laki-laki itu terus menatapnya penuh kasih sayang, mata mereka bertemu membuat waktu di sekeliling terasa berhenti. Zeno perlahan mendekatkan wajahnya, mata emas Pricilla terpaku, saat jarak mereka tinggal beberapa centimeter lagi. Refleks Pricilla memalingkan wajahnya.

Seakan tubuhnya tau bahwa ini bukanlah hal yang benar. Zeno mengepalkan tangannya lalu menjauh. Keadaan menjadi canggung, Pricilla mengigit bibirnya, rasa mual kembali menghampiri dirinya.

"Maaf, aku harus ke kamar mandi" Pricilla berdiri lalu berlari masuk ke dalam mansion, meninggalkan Zeno yang terduduk diam di sana.

Zeno hanya bisa melihat siluet wanita itu yang menghilang di balik pintu mansion yang tertutup. Dia memang sangat menginginkan Pricilla menjadi miliknya, tapi dia tak bisa memaksa wanita itu. Dia bagaikan sebuah kaca yang jika digenggam terlalu kuat maka akan pecah. Zeno tak menginginkan hal itu. Dia benar-benar menginginkan Pricilla mencintainya atas kemauannya bukan paksaan.

Tapi sampai kapan dia harus menunggu? Dia sudah menunggu terlalu lama dan mengorbankan banyak hal hanya untuk mendapatkan wanita itu. Sebenarnya kapan wanita itu menatapnya seorang, dia juga ingin dipandang penuh cinta olehnya.

Apakah kali ini dia harus membunuh lagi, lelaki yang wanita itu cintai? Jika tidak lelaki itu mungkin akan menemukannya dan merebut dia lagi dari Zeno. Tentu ini tak bisa dia biarkan terjadi, selamanya, wanita itu miliknya.

Mata merahnya berubah menjadi violet dan telinga putih muncul di kepalanya. Ekor putih berjumlah sembilan menyembul dari punggungnya dan kukunya memanjang.

"Sial. Aku harus mengontrol diriku!" Rutuknya mencoba mengembalikan wujudnya lagi. Perlahan wujudnya kembali seperti semula, Zeno yang biasa dengan rambut putih masih sama.

Tanpa Zeno tau, Pricilla sudah gemetar mengintip di celah pintu. Jantungnya berdetak kencang melihat penampilan Zeno yang berubah seperti siluman yang pernah dia lihat di televisi di kehidupan sebelumnya.

"Ti-tidak mungkin..."

To be continued!
Lanjut!

Male Lead Itu MilikkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang