Epilog

7 4 0
                                    

3 Tahun lalu.

"Tugas OSIS hari ini begitu berat."

Rizan meneguk minuman di genggaman. Di samping Desya, mereka sama-sama memasang wajah lesu.

Kelelahan.

"Sani, ulah apalagi yang kau lakukan tadi?" protesnya kepada Sani yang tengah santai bersandar di atas kedua lengan.

"Aku barusaja menghajar satu siswa yang berani mengangkat rok salah seorang gadis di kelasku," jawabnya tanpa rasa bersalah.

"Kau selalu saja main hakim sendiri," lirih Rizan seraya menghela nafas.

"Mikel, jangan terlalu asyik bermain tanah. Besok kita masih mengenakan seragam yang sama."

Mikel sibuk membangun istana pasir di dekat mereka. Tak mau melihat seragam Mikel kotor, Rizan mengingatkannya. Dia sedikit mengira bahwa Mikel memiliki nasib yang sama. Mereka adalah yatim piatu. Namun, Rizan khawatir tidak ada yang mengurus anak itu saat di rumah.

"Ya," ketus Mikel.

"Rizan." Rengganis yang tak diketahui kehadirannya, tiba-tiba sudah bergabung di atas kursi taman sekolah. "Hari ini kamu mau main ke ruma–"

"Tidak." Rizan tak menyempatkan Rengganis menyelesaikan kalimatnya dan langsung menolak mentah-mentah. Dia sudah bosan. Setiap hari, gadis itu selalu memaksa dirinya untuk berkunjung ke rumah.

".... Aku ingin beristirahat sepulang sekolah."

Rengganis nangis merengek. "Ayolah, Rizan! Sekali saja!"

"Tidak mau."

Di sela kesibukan menikmati momen bermalas-malasan, Okta muncul di hadapan mereka.

"Teman-teman," serunya bersemangat.

"Ada apa, Okta? Cuaca sedang panas, kau malah membuatnya semakin gerah," keluh Sani.

"Begini ...."

Okta mengambil sesuatu dari dalam tas selendang kesayangan miliknya.

"Jeng ... jeng ... jeng!"

Sani dan kawan-kawan dibuat termangu oleh, "Kamera?"

"Yap! Aku baru membelinya kemarin."

"Untuk apa kau membawanya?" tanya Rizan penasaran.

"Tentu untuk foto bersama!"

Okta mengangkat jempol mantap. "Kebetulan kita semua sedang berkumpul, bagaimana jika kita foto di sini?"

Rizan terperangah. "Sekarang?"

"Ide bagus, Okta!"

Rengganis justru mendukung.

"Oke-oke. Sekarang berposelah!" Tanpa pikir panjang. Okta menaruh kamera dan mengatur waktu penangkapan gambar.

Dia bergegas lari ke punggung Rizan lalu merangkul semua teman-temannya dari belakang.

Berbagai ekspresi di setiap individu, Rizan tak sempat bergaya, dia terperanjat ketika Okta tiba-tiba melompat riang, Rengganis menyeringai bersama jari piss-nya, Desya tersenyum lembut, Sani tampak tak memedulikan kamera.

Cekrek!

Mikel, dia mengesampingkan noda kotor yang menempel dan tak segan menunjukkan kebahagiaan yang nyata pada senyum lesungnya.

Imagination is Amazing: Promise of Stars in The Night Sky [FINISHED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang