06. What Do U Think About People Who Say Matcha Tastes Like...?

125 94 36
                                    

"Pagi, Papah!" Satu sapaan gue ucapkan pada Papah yang telah duduk di meja makan pagi ini.

"Pagi, Sayang."

Usai menuruni tangga, gue berjalan mendekat dan ikut mendudukkan diri di sana. "Mamah masak apa?"

"Nasi goreng doang, Papah kemarin minta dimasakin ini," jawab Mamah. Dia kemudian mendekat sambil membawa nasi goreng dan berbagai lauk buatannya. Ada ayam, telur, tempe serta sayuran.

"Dih, Papah doang yang ditanya. Aku enggak?"

"Minimal bantuin Mamah dulu di Dapur, baru Mamah tanya mau makan apa." Mamah lantas mengambil tempat duduk di sebelah Papah.

Mendengar itu, gue berdecak. "Ngantuk tahu."

Sementara Papah justru terkekeh. "Emang dasarannya pemalas kamu tuh." Membuat gue mendengus.

"Kamu tuh cewek, Ana. Belajar masak lah dikit-dikit. Kurangi magernya. Apa kata suami kamu nanti kalau tahu kamu nggak bisa masak sama sekali," ucap Mamah, yang kini meraih piring dan sibuk menyajikan sarapan buat Papah.

"Iya-Iya, besok belajar."

"Besok kapan?"

"Besok-besok."

Papah sontak tergelak. Dia yang semula menyendok nasi hendak menyuapkan ke dalam mulutnya, jadi terurungkan. Sementara gue memilih makan, mengabaikan ocehan di pagi hari ini yang bagi gue nggak bermutu sama sekali.

Mamah jelas berdecak. "Nanti abis kuliah langsung pulang, ikut Mamah kelas masak. Kamu kalo dibiarin, ngelunjak lama-lama."

"Ih, Mamah apa'an sih, ngatur banget." Gue cemberut.

"Daripada nggak ngapa-ngapain di rumah 'kan. Mending ikut mamah, biar nggak terbuang sia-sia waktu seharian kamu."

"Siapa bilang waktu aku terbuang sia-sia? Orang aku udah ada janji nanti."

"Sok sibuk banget."

"Ih, serius. Ana udah ada janji mau pergi sama temen."

"Siapa?" Kini giliran Papah yang bertanya.

"Ada lah," jawab gue. "Oh iya, Pah. Abis ini Papah langsung berangkat kerja aja, Ana mau berangkat bareng temen."

"Temen, siapa?" tanya Papah lagi.

"Ada pokoknya."

"Ya seenggaknya Papah tahu namanya lah, Na."

"Enggak perlu. Papah tenang aja, aman kok." Usai mengatakan itu, gue meneguk segelas air minum di sebelah piring gue. Sengaja, gue nggak berniat ngasih tahu Papah biar gue nggak diinterogasi dan berujung nyuruh Aji buat mampir sewaktu nganterin pulang nanti. Jangan sampe Aji ditahan Papah buat main catur!

"Cewek apa cowok?"

Dan tepat saat itu juga, layar ponsel gue di atas meja menyala, menampilkan satu notifikasi.

Aji: Na, gue udah di depan.

Melihat itu, gue sontak berdiri. Lalu meraih tote bag di kursi sebelah. "Pah, Mah, Ana berangkat!" Dan berlari ke depan dengan cepat. Gue meninggalkan sepiring nasi goreng gue yang masih tersisa banyak di atas meja begitu saja.

***

Ternyata benar, ketika membuka pintu, gue melihat Aji beserta mobilnya yang sudah terparkir di depan gerbang. Laki-laki itu berdiri menyandar di samping mobilnya. Maka, gue melangkah mendekat. "Aji," panggil gue, seraya menampilkan senyuman. Dia menoleh. Dan setibanya di hadapannya, gue melanjutkan, "Ayo berangkat!"

"Entar dulu, Na." Dia melihat ke dalam halaman rumah di belakang gue.

Dan menemukan itu, gue mengangkat alis heran. "Kenapa?"

Lucid Love ♡ | Park JisungWhere stories live. Discover now