[3] Tidak Ada Pensi

136K 6.2K 552
                                    

Message From: Putih
Lia, tolong bilangin ke anak OSIS, hari ini rapat pulang sekolah. Harus lengkap yah. Terimakasih 

Beberapa menit setelah pesan itu Lia terima, dia menyebarkannya lagi ke seluruh anak OSIS.

Bel pulang telah berdenting. Para siswa berhamburan dari ruang kelas seperti gerombolan semut yang keluar dari lubang kecil. Lia segera melangkah ke ruang OSIS yang dekat dengan kelasnya.

"Lia!" Nyaring suara itu membuat Lia menengok ke arah asalnya. Ira berlari ke arah Lia.

"Ada apa, Ira?"

"Gue izin yah." Ira ngos-ngosan.

"Hah? Kenapa? Padahal ini kan rapat terakhir kita di semester ini. Putih nyuruh lengkap loh, Ra," jelas Lia pelan-pelan.

"Iya, gue tahu. Tapi sorry banget, gue ada acara."

"Acara apa?"

"Acara keluarga. Tuh gue udah dijemput." Ira menunjuk ke arah gerbang. Sudah ada mobil terparkir di sana. Lia akhirnya mengangguk pasrah.

"Yaudah deh. Tar gue sampein ke Putih."

"Oke, makasih ya, Lia!" Ira segera berlari setelah bersalaman ala pengurus OSIS kepada Lia. Gadis itu hanya bisa menatap kepergian Ira yang memang buru-buru.

"Lia!" Satu orang lagi menghampiri Lia.

"Ngapain lo? Mau izin lagi?" Nada Lia terdengar sewot melihat Gilang yang kini berdiri di depannya nyengir sambil membetulkan topi sekolahnya.

"Galak amat. Iya gue mau izin," kata Gilang enteng.

"Lo tuh ya! Udah jarang kumpul ama anak OSIS, izin-izin mulu! Kemana sih otak lo!!" geram Lia sambil memukul-mukul kepala Gilang dengan gulungan kertas yang ia bawa.

"Lia! Sakit wey!" Gilang berusaha melindungi dirinya dengan kedua tangan. Lia akhirnya mendengus kesal mengakhiri kelakukannya itu. "Boleh kan, Lia?" Gilang memelas.

"Alasannya kenapa? Gue gak butuh alasan klasik penuh tipuan kalau ternyata elo malah main futsal abis ini," tukas Lia melipat tangan di dada.

"Enggak, Li. Gue mau jemput adik gue. Dia baru pulang dari Bandung, gue disuruh jemput dia ke stasiun." Gilang terdengar jujur. Mau tidak mau Lia mengiyakan dan menerima alasan Gilang. Cowok itu berlalu setelah Lia mengizinkannya.

Sampai di ruang OSIS hanya ada empat orang yang berkumpul. Putih bingung, "Lah kok hanya lima?"

"Gilang izin, Ira izin, Ratih ama Reno gak tahu kemana," jelas Lia apa adanya. Putih mengangguk paham lantas duduk di lantai bersama kelima orang itu.

"Akhir-akhir ini rapat gak lengkap terus ya," ucap Tia. Mereka semua mengangguk, menyetujui dalam hati pernyataan itu.

"Padahal gue mau evaluasi loh, gimana yah?" Putih menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

"Kebanyakan membahas soal apa? Individual atau kinerja keseluruhan? Kalau emang gak ada waktu lagi, yaudah evaluasi aja yang ada di sini ditambah kinerja keseluruhan," usul Yogi menengahi persoalan yang mulai berat. Putih mengangguk.

Akhirnya, mereka pun mulai rapat serius membicarakan apa yang kemarin disampaikan oleh Pak Ferdi kepada Putih. Jalan keluar sebuah masalah karena sebab yang spele tapi mempengaruhi kalau dibiarkan terus-menerus.

"Mana yang katanya gak datang rapat di suruh push-up? Tuh peraturan gak berlaku lagi ya?" tanya Nita setengah menyindir.

"Gue gak tega, hehehe," jawab Putih takut-takut diiringi tawa renyah.

Ketua OSISku Psikopat (PUTIH)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang