[4]Di Atas Plafon

124K 5.8K 217
                                    

Waktu magang telah tiba. Siswa-siswi kelas sebelas mengganti tujuan belajarnya, yang tadi harus ke sekolah memakai seragam, sekarang mereka pergi ke perusahaan masing-masing memakai pakaian yang telah ditentukan pihak perusahaan. Jadi ini adalah bulan pertama bagi mereka untuk PKL(Praktik Kerja Langsung).

Di sela-sela magangnya, Putih menyempatkan diri datang ke sekolah untuk membahas pensi (yang tidak pernah dan tidak akan pernah disetujui).

"Kamu gak ngerti apa yang bapak bilang? Tidak bisa, Putih. Tidak bisa." Pak Ferdi menolak mentah-mentah apa yang tadi Putih bicarakan baik-baik.

"Seenggaknya bapak buka dulu proposalnya, Pak." Putih bernada melas memohon kepada Pak Ferdi agar setidaknya melihat dulu proposal yang ia buat.

Dengan terpaksa Pak Ferdi melihat proposal itu. Dia membolak-balikkan lembar demi lembar yang berisi rentetan tulisan. Dijabarkan secara lengkap layaknya ide yang sudah matang.

Putih sampai harus begadang mengerjakan proposal tersebut.

"Tidak bisa." Pak Ferdi menyerahkan kembali proposal itu kepada Putih. "Percuma, sekolah tidak akan mengizinkan."

Lagi-lagi Putih harus menelan pahit keputusan Pak Ferdi, percuma saja. Dia sudah berusaha sebisa mungkin tapi dinding yang dibuat sekolah terlalu kuat untuk Putih hancurkan. Dia harus memutar otak lagi agar acara pelepasan nanti bisa seramai Pensi. Alternatif acara supaya bisa ramai sebagaimana yang siswa-siswa mau.

***

Dua bulan telah berlalu. 

Selama itu, rapat OSIS hanya tiga kali, dan itupun hanya beberapa orang yang datang. Tragis.

Mimik frustasi terpancar jelas dari wajah Putih, matanya pun semakin menghitam di bagian bawah karena terlalu stres memikirkan program kerja OSIS yang tidak berjalan.

Grup OSIS SMK Cakrawala:

Putih. D: Aku minta bantuan kalian dong, bisa gak temenin gue ke tempat latihan teater? Gue mau nyelesain naskah drama nih.

Pesan Putih melalui grup BBM OSIS. Lima menit kemudian, tidak ada yang merespon. Hari itu hujan disertai petir. Mungkin alasan yang cukup masuk akal jika nanti Putih harus bekerja sendirian lagi. Orang mana yang akan membuang-buang waktu untuk keluar di tengah hujan seperti ini. kecuali seorang Putih Dewinta.

Liani. A: Jam berapa put? Ini hujan. Gue juga baru balik nih lagi di busway

Lima belas menit Lia merespon. Putih sudah mengatakan kepada angaktannya kalau sekolah tidak akan memperbolehkan Pensi. Jadi, Putih mencari alternatif lain yang sekiranya menyenangkan sekaligus berkesan untuk pelepasan kelas tiga nanti.

Melalui proses yang panjang, akhirnya Putih menemukan satu acara yang menurutnya bagus. Drama Musikal. Karena yang lain juga tidak mempunyai ide, maka ide Putih disetujui oleh semua. Putih pun bekerja keras untuk mewujudkan drama musikal itu. Sebagian besar dikerjakan oleh Putih, dari konsep, sampai naskah. Semua dikerjakan Putih, dia bekerja seperti tidak mempunyai partner.

Putih. D: Biarin dah ujan, ini udah sebulan lagi, tar gak kekejar.

Lia saja menimang-nimang kembali ingin ikut atau tidak. Di satu sisi, hujan lebat kali ini membuat Lia ingin segera pulang dari tempat magangnya. Tapi di sisi lain, dia tidak tega jika Putih harus sendirian ke tempat itu.

Liani. A: Yaudah gue temenin,

Putih. D: Okey, gue jemput dihalte lo turun ya Li!

Liani. A: Ok, eh temen-temen? Gak ada lagi yang mau ikut?

Lima menit, sepuluh menit, bahkan sampai Lia turun busway pun tidak ada yang merespon grup. Mereka terlalu egois untuk diandalkan, Lia jadi naik darah. Dia pun keluar dari halte busway dan melihat Putih sedang duduk di motor matic-nya. Putih melempar senyum pada Lia, walau Lia tau Putih lelah. Tetapi seorang Putih selalu tersenyum, dia tidak pernah mengeluh ataupun menampilkan kesedihannya di depan teman-temannya.

Ketua OSISku Psikopat (PUTIH)Where stories live. Discover now