20

446 38 17
                                    

"Ian, kamu tidur terus. Harusnya kamu yang aku hukum karena rahasiain hal sebesar ini, tapi kenapa selama 3 hari ini malah aku yang kamu hukum?" hela seorang pemuda beranjak dari ranjang yang terisi satu pemuda yang tengah terlelap dengan tenangnya.

Pandangannya terfokus menatap padatnya kota pada malam hari ini, helaan nafas tak urung terus keluar membuat siapapun yang melihat nya akan merasa jengah.

"Semua orang boleh menganggap gue bodoh, tapi disini gue yang bakal buktiin siapa orang bodoh sebenarnya" seringainya dengan tangan yang terkepal erat disisi tubuhnya tak lupa sorot mata yang menghunus tajam seolah menyimpan dendam besar di dalamnya.

Ceklek

"Apa ada perkembangan?" tutur seorang pria dewasa dengan jas putih lengkapnya yang dibalas dengusan malas oleh pemuda lain.

"Kau yang dokter, bukan aku. Kau mencuri pertanyaan ku, dasar bodoh" kesalnya yang dibalas kekehan oleh pria yang menjabat sebagai dokter tersebut.

"Oke, oke. Aku yang salah. Biar aku periksa perkembangannya terlebih dahulu"

"Kau kenal Aleaska?" ucap tiba-tiba seorang pemuda yang sudah berdiri tepat dibelakang dokter yang tengah memeriksa.

Dapat pemuda itu lihat tubuh sang dokter mematung meskipun hanya berselang beberapa detik.

"Aku tid-"

"Ayahku seorang psikolog, dia mengajariku bagaimana membaca reaksi tubuh seseorang" dinginnya yang membuat sang dokter pasrah dibuatnya.

"Ya, aku kenal. Bahkan pemuda ini sudah dalam pengawasan ku selama ini, hanya saja karena kebodohan dia aku kecolongan malam itu" geramnya dengan rahang mengeras memperlihatkan urat-urat leher yang menonjol dengan jelas.

"Kau juga menyembunyikan hal besar Septihan?"

• • • • • • •

"Berapa lama aku tertidur dokter?" lirih si kecil yang tengah bersandar pada kepala ranjang ditemani seorang pria ber jas dokter di ruangan itu.

"Cukup dengan waktu tiga hari, namun terasa tiga tahun untuk si petakilan itu" santai si dokter atau yang lebih dikenal dengan nama Septihan.

Rayn yang mendengar hal itu terkekeh dibuatnya, netranya ia arahkan menatap pemuda seusianya yang tengah berbincang dengan seseorang melalui pembatas kaca.

"Berhenti menatapnya, apabila dia tahu kau sedari tadi menatapnya maka tingkat kepedean nya akan semakin meningkat" dengusan Septihan terdengar jelas menyahuti mesin pendeteksi detak jantung milik si kecil.

"Tidak apa-apa dokter, dia cukup tampan" goda Rayn dengan senyuman jahilnya membuat Septihan menghela nafas.

"Dokter terlihat familiar, nama dan wajah dokter sangat mirip dengan.."

"Septian. Ya wajar saja, kami kembar" potong Septihan dengan santainya tak mempedulikan raut terkejut yang sangat ketara di wajah pucat Rayn.

"Kenapa bisa?"

"Hahhh, tidak ada yang tidak bisa. Mungkin ayah terlalu bersemangat hingga langsung dua yang jadi" vulgar nya tak lupa kekehan yang keluar dari bibir tebal itu.

Tak

"Berhenti membicarakan hal kotor dengan anak kecil" datar Haikal setelah menjitak kuat dahi sang sepupu.

Semangat !! Dove le storie prendono vita. Scoprilo ora