1

7 2 0
                                    



"Haduh, ini gimana jadinya? Ya ampun, bisa diamuk Bu Ratih kalau begini," teriak seorang gadis dengan heboh.

"Kenapa, sih, Tha? Pagi-pagi udah ribut aja," heran saudarinya. "Berangkat, gih!"

Gadis yang dipanggil Lalitha itu merengut. Ditunjuknya sebuah buku di tangannya dengan sebal. "Nih, liat! Temen-temen gue tuh nunggak bayar kas semua dan hari ini gue harus kasih laporan sama Bu Ratih."

"Lo juga sih mau aja jadi bendahara. Padahal lo tahu tugasnya terberat dari yang lain."

"Bu Ratih sendiri yang nunjuk. Yakali gue nolak perintah guru. Bisa-bisa dicap murid durhaka gue." Lalitha bangkit dari duduk manisnya. "Udah deh, gue berangkat dulu." Sebelum melangkah, ia menarik napas kemudian menghembuskannya pelan. "Ini akan menjadi hari yang berat bagi Lalitha Kiyowo. SEMANGAT!"

Lalitha menarik sebuah tas ransel kecil di sofa kemudian memasukkan buku catatan kas kelasnya. Disambarnya secepat kilat kunci sebuah motor di atas meja.

Semangat membara di dalam dirinya. Menghadapi manusia laknat seperti penghuni 11 IPS 2 memang butuh kemauan yang kuat. Niat besar yang tidak dapat dipatahkan hanya karena sifat buruk mereka.

Gadis itu berlari dengan semangat menuju dapur. Menyalami tangan ibu kemudian ayahnya di ruang makan.

"Lalitha berangkat, ya!"

Masih dengan semangat yang berkobar, Lalitha mengendarai motor kesayangannya menuju ke kawasan yang dijuluki sebagai neraka bagi pelajar non belajar.

Ia ingin segera sampai sekolah dan bertemu dengan teman-teman sekelasnya.

Bukannya Lalitha takut telat dengan mengendarai motornya ugal-ugalan. Tapi ia tahu, akan membutuhkan banyak waktu baginya untuk menarik uang kas kelas. Ia tidak mau kegiatannya belum selesai saat bel berbunyi.

Awas aja kalau gue tetap dimarahi Bu Ratih, gue cincang anak kelas semuanya. Udah gue bela-belain nggak sarapan juga, batin Lalitha.

Bermenit-menit Laitha habiskan untuk menempuh jalan ke sekolah dengan motor kesayangannya. Sesekali ia mendumel di dalam hatinya ketika mendapati kemacetan kecil di depannya.

Sampailah ia di parkiran sekolah lima belas menit kemudian. Langsung saja ia melajukan motornya mencari lahan kosong di sana.

Gadis itu bingung sendiri. Mengedarkankan pandangannya keseluruh tempat. Tidak ada yang strategis menurutnya. Sampai matanya menemukan sebuah motor warna merah muda yang sangat Lalitha ketahui siapa pemiliknya.

Hendak memarkirkan motor di sampingnya sana, motor lain melaju dari arah berlawanan dengan target yang sama dengan Lalitha. Naluri gadis tidak mau mengalah itu langsung berjalan. Digerakkannya lebih cepat motor didudukinya menghentikan motor lawan.

Reflek pengendara motor itu menghentikan kendaraannya mendadak. Membuka kaca helmnya, perasaan marah dan kesal tampak dari mata cokelat bulatnya.

"Cari mati lo?" tanya pemuda itu yang samar terdengar karena mulutnya masih tertutup oleh pengaman kepalanya.

Lalitha tanpa memedulikan pertanyaan pemuda langsung memarkirkan motornya di tempat. Turun dari sana dan berbalik pada lawannya tadi.

"Apa?" Bukannya meminta maaf, ia malah bertanya ketus dengan lagak menantang.

Ketika lawannya tadi membuka helmnya, Lalitha lantas mengantupkan mulutnya. Sepertinya ia sala berurusan dengan orang.

Pemuda itu memiliki tubuh yang tinggi dan gagah. Matanya nampak lebar berwarna kecoklatan entah apa jenis spesifiknya. Garis wajahnya tegas. Sekilas ia nampak seperti pemuda dewasa yang dapat berubah menjadi menggemaskan. Namun, yang ia tampakkan pada Lalitha sekarang ialah tampang garang dengan bumbu kesengakan sebagai tambahan. Tidak ada imut-imutnya.

Adore YouWhere stories live. Discover now