🌷LOVE SHOOT ; PROLOG (SATU)🌷

74 7 0
                                    

AKU menghela nafas, saat lagi-lagi aku kembali gagal memasukkan bola besar itu kedalam ring yang menggantung

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

AKU menghela nafas, saat lagi-lagi aku kembali gagal memasukkan bola besar itu kedalam ring yang menggantung. Berjalan lesu dengan nada sorakan berserta ejekan menjadi irama rajutan langkahku. Lalu, nada perintah dari guru olahragaku yang menyuruh untuk menghadap kepadanya. Bahkan, sebelum aku disuruh menghadap dirinya aku sudah menyiapkan telinga untuk mendengar segala ocehannya kali ini.

"Nilai kamu saya berikan dibawah KKM ya, Niken. Nanti kamu minta tolong dengan temanmu yang bisa bermain bola basket." Beruntung rasanya guru olahragaku tidak memberikan ocehan yang memalukan didepan anak-anak kelasku. Selesai Pak Dawan berbicara denganku, peluit kembali berteriak disegala penjuru lapangan basket, membuatku menyingkir dan berjalan menuju bangku tribun lapangan.

Mungkin ada beberapa alasan mengapa aku tidak menyukai pelajaran olahraga;

1. Pembelajaran ini berada di jam yang paling keramat, disaat matahari sedang naik dengan panas yang terik-teriknya. (Jam Lima, Enam dan Tujuh)

2. Adanya pelajaran yang menurutku aku bisa melakukannya, tetapi aku malu melakukannya -roll depan dan roll belakang.

3. Dan juga ... Bola basket, ini salah satu olahraga yang menguji kemampuanku. Lebih baik jika aku bisa melakukannya dengan baik, nyatanya sejak SMP aku tak pernah bisa melakukannya dengan benar, bahkan untuk mendapatkan nilai diatas 75, semuanya berada dibawah rata-rata.

Ketiga alasan itu mungkin sudah cukup menjadi alasan suatu saat dimasa depan jika aku tiba-tiba tidak hadir dalam pembelajaran olahraga. Aku duduk di tribun melihat anak-anak kelasku yang bermain-main ditengah lapangan setelah pengambilan nilai selesai. Kakiku kubawa berselonjor dan memberikan pijatan kecil di bagian lutut, sementara tangan kananku meraih botol minum dan menegaknya.

Mataku tak sengaja menyorot mata Rama yang berjalan menuju tribun dimana aku duduk. Tidak heran, sebab semua botol minum berkumpul menjadi satu disebrang sana yang hanya bersela lima bangku dari tempat dimana aku duduk.

Lelaki yang ku kenal dengan nama Ramadhitya Biantara Cakara setelah hampir dua tahun bersama dalam ruang kelas yang sama. Jujur saja, aku bukan tipe orang yang bisa mengakrabkan diri apalagi dengan anak laki-laki di ruang kelasku, mungkin hanya beberapa saja. Misalnya Niando sepupuku atau Andra yang menjabat ketua kelas di kelasku.

Anak-anak seperti Rama mungkin hanya sekelibat pernah berbicara denganku saat ada kerja kelompok, selebihnya tidak ada.

Berjarak dua bangku dari bangku yang ku tempati, aku bisa melihat Rama dengan ujung kelopak mataku yang sedang menegak air minumnya yang menyisakan setengah botol. Kemudian, mata kami saling bertatap. TIDAK! Rama terlebih dahulu yang menatap ku, karena aku membalas tatapannya setelah merasakan seseorang menatapku dengan wajah penasaran.

"Ken," panggilnya. Aku tak mengalihkan perhatian ku sembari menunggu Rama yang memainkan botol minumnya dan tidak melanjutkan perkataannya.

"Kenapa?"

LOVE SHOOTWhere stories live. Discover now