Sl- 01. Dunia hampir berhenti

614 35 0
                                    

Tidak heran jika dikatakan mulut adalah harimaumu, setiap kata yang dilontarkan mungkin akan berujung baik atau malah buruk tergantung apa yang dibicarakan. Tetapi, dunia semakin berkembang, dengan adanya teknologi mungkin pepatah itu bisa diganti dengan jarimu adalah harimaumu.

Tidak heran pula jika banyak artis bunuh diri dikarenakan ketikan-ketikan tajam yang diberikan publik.

Aliyyah Salma Oktavia hampir saja meninggalkan semua kerja kerasnya selama ini karena ketikan oknum tidak bertanggung jawab yang selalu mencari letak kesalahannya. Sebaik apapun dirinya mereka hanya mencari kesalahan yang dia lakukan dan merujaknya tanpa ampun.

Postingan yang terdapat foto Salma penuh dengan hujatan, bahkan Salma sendiri tidak tahu letak kesalahannya dimana. Sakit? Banget, dikatakan beban acara, tidak pantes masuk ajang ini, lalu kenapa?

Salma menatap lampu-lampu kendaraan yang terus jalan dibawahnya, dunia terus berjalan dan dirinya selalu disalahkan, tidak ada cara untuk mengakhirinya kecuali mengakhiri dunianya sendiri.

"Sudah waktunya? Mungkin mereka menganggap aku lemah setelah ini, tetapi aku benar-benar lelah dengan semuanya. Bukannya lebih baik terus mencoba walau hasilnya bakal sama? Tapi mengapa dikatakan terlalu obsesi dan tidak pantas untuk kulakukan?"

Air mata mengalir di pipinya, langkah demi langkah dia lakukan. Satu langkah lagi semuanya akan berakhir, tetapi....

"Salma...." Teriakan itu memberhentikannya, memberhentikan ketenangannya yang akan diraih.

"Lo gila, hah!" Laki-laki itu menarik tangan Salma menuju ayunan yang ada ditengah. "Lo kalau mau mati jangan di gedung ini anjing, cari tempat lain. Tapi lebih baik jangan," kata lelaki itu dengan suara melembut diakhir.

Salma tetap bergeming dia tak terlalu mendengarkan apa yang laki-laki itu ucapkan. Rasa kesal bersemayam dihatinya, sebuah kebahagiaan yang akan diraih dirinya berhenti begitu saja hanya karena pria ini.

"Lo hancurin kebahagiaan gue, Ron!" ujar Salma tidak terima.

Rony Lian Sangkara tertawa kecil, "kebahagiaan apa yang Lo maksud, Sal? Dengan loncat ke bawa itu yang Lo maksud kebahagiaan?"

Salma tidak menjawab, dia tetap membisu sambil memaki Rony dalam hati. "Jawab, Sal!"

"Iya!" Diamnya Salma telah berhenti, kini dia menatap Rony dengan tatapan permusuhan yang sangat ketara. "Lo udah merampas kebahagiaan yang hampir saja gue dapat tadi!"

Rony tertawa, dia melepas rangkulannya dan duduk dikursi. Dia tidak menyangka jika bunuh diri disebut kebahagiaan oleh Salma, jika bunuh diri dianggap kebahagiaan pasti sudah banyak orang yang memilih untuk mati jika terdapat masalah.

"Lo bercanda, Sal? Dalam agama kita saja bunuh diri tidak diperbolehkan, Sal. Bukannya bahagia Lo malah masuk neraka secara instan, dosa Lo aja banyak, Sal...Sal."

Rony benci dengan orang seperti Salma yang berpikir semua masalah akan berakhir jika dia mati, orang yang selalu berpikir kalau masalah tidak dapat diselesaikan. Dalam ajaran agamanya sekalipun jelas bunuh diri tidak diperbolehkan, dan hal yang sangat dibenci oleh Tuhan.

Salma termenung, perkataan Rony benar. Tapi selain mati bagaimana cara menghentikan semuanya?

"Sini duduk," ujar Rony, tangannya menepuk kursi disampingnya agar diikuti oleh Salma.

Salma menuruti apa yang dikatakan Rony. Baru kali ini mereka berbicara berdekatan seperti teman lama, namun nyatanya mereka tidak sedekat itu, untuk dikatakan sebagai teman saja rasanya sungguh canggung.

Rony tidak pandai berinteraksi dengan yang lain dan Salma tidak ada niatan untuk berteman dengan Rony, mereka hanya tau sebatas nama. Mengingatkan tadi berpelukan sangat erat sepertinya akan ada istilah Baru bagi mereka.

"Sejak kapan Lo mendapatkan itu semua?"

Salma menunduk sambil memainkan jari-jari tangannya. "Awal idol, awalnya tidak separah itu hanya satu dua saja dan itupun mereka yang tau kalau aku sering ikut ajang bakat. Tapi, semenjak masalah dengan orang itu semuanya bertambah makin banyak."

Sungguh Salma tidak sudi menyebutkan nama orang itu, dialah dalang dari semuanya. Memang, hujatan sudah diberikan kepada Salma sejak awal tetapi puncaknya ketika orang itu hadir, orang yang selalu dengan sengaja menggagalkan rencana yang Salma buat. Orang tidak akan semakin mengganas kepada Salma jika tidak ada pancingan dari orang tersebut.

"Lo diam aja?" Salma mengangguk membuat Rony menghela napas. "Dan milih mengakhiri hidup? Lo sekolah sampe perguruan tinggi ternyata gak ada gunanya ya, Sal."

Salma terpancing dengan ucapan Rony, dia tidak terima dikatakan bodoh walau secara tidak langsung. "Lo merasa pinter, Ron?"

Salma berdiri hendak meninggalkan Rony sendirian disana, dia ingin istirahat dari masalah semua yang ada dan berharap semuanya selesai.

"Tunggu." Rony menahan tangan Salma. "Kalau semakin berat jangan kayak gini lagi, ya. Panggil gue, gue akan datang kapanpun."

Siapa sangka jika perkataan Rony membuat Salma berpikir akan keseriusan kata pria itu, apakah benar? Dan bukan kata muslihat?





Sa(l)maOpowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz