Sl-16. 🥇🥈?

192 25 1
                                    

"Tidak usah khawatir, aku hanya pergi dari tempat ini bukan pergi dari hatimu. Aku akan terus mendukung kamu, sayang."

Sa(l)ma

***
Perpisahan selalu menjadi yang terburuk dari setiap pertemuan. Bagaimana bisa setiap orang dipertemukan lalu dipisahkan dengan alasan yang beragam. Perpisahan hanya membawa tangisan yang tidak sedap didengar.

Salma menatap sendu ke arah Rony yang melambaikan tangannya ke arah penonton yang sudah layu semangatnya. Rony Ter-eliminasi di tiga besar, dia tidak bisa menemani Salma diatas panggung nantinya, dia harus terhenti.

Sedih dan bahagia menjadi satu dalam perasaan Salma kali ini. Dia tidak tahu bagaimana cara mengekspresikan dirinya sekarang, semuanya membingungkan.

"Jangan sedih," ujar Rony, dia memeluk Salma dengan satu tangannya. Usapan lembut tak bisa membuat Salma mengembalikan senyumnya. "Kita cuman beda tempat saja saat ini, bukan berbeda kota."

Itu kata penenang tapi sungguh saat ini Salma tidak merasa tenang. Pikirannya merujuk pada malam hari dimana mereka merakit janji-janji yang akan dilakukan saat pertemuan di final nanti, lalu bagaimana jika seperti ini? Haruskah merajut janji kembali? Hah, tidak akan bisa.

Salma bisa berdiri sampai tahap ini karena kekuatan Rony dan orang tua tentunya, Salma bisa berdiri disini karena usaha Rony yang membuat dia sadar akan impiannya, tetapi kenapa harus impian Rony yang harus berakhir sekarang.

"Minggu depan aku kesini, kok, bareng Alvan."

"Tapi seharusnya kamu yang ada disamping aku nanti," ujar Salma dengan pelan.

"Hush, gak boleh bilang gitu, takut nyakitin Bila." Rony langsung menatap ke arah Bila yang sedang berbicara dengan staff, semoga saja dia tidak mendengar apa kata Salma.

"Maaf, tapi rencana kita begitu," ujar Salma kembali, sangat susah baginya untuk merelakan Rony keluar dari kompetensi ini.

Pandangan Salma, Rony sangat layak berada di tempat pertama dilihat dari seberapa konsistennya dia dari awal kompetensi sampai saat ini. Berbeda dengan pandangan Rony, yang menganggap Salma atau Bila lah yang layak dalam posisi pertama nantinya.

Meski begitu berat melihat Rony harus terhenti dalam babak ini, Salma akan tetap memiliki dorongan untuk melanjutkan perjuangannya. Didalam hatinya, dia tidak ingin mengecewakan semua orang yang berharap kepadanya. Janji kepada orang tua, janji yang dibuat bersama Rony, kata-kata semangat dari fans, akan menjadi acuan untuk Salma melangkah lebih maju.

Lampu menyoroti Rony yang berada di tengah panggung, dia memberikan salam perpisahan serta ucapan terima kasih kepada para penggemar yang terus mendukung dirinya. Salma yang berada di backstage merasa hampa saat menatap video montase yang menampilkan momen-momen berharga Rony selama kompetensi.

Meski perjalanannya kini sudah berakhir dalam kompetensi ini, Rony tetap berkomitmen untuk mendukung Salma. Rony harap Salma mendapatkan apa yang dia harapkan selama ini, apa yang dia mau setelah sekian tahun berusaha.

***

Salma melangkah memasuki ruang karantina dengan hati yang berat. Panggung yang dulunya tempat bersinar kini terasa jenuh. Tempat karantina yang biasanya puluhan kini hanya tersisa Salma dan Bila, hal ini membuat Salma merasa tidak tenang dan ingin pulang, tetapi dia belum menyelesaikan semuanya.

Setiap pagi dimulai dengan rutinitas yang ketat. Salma meresapi setiap detik dengan latihan vokal yang intens, me coba menyempurnakan penampilannya. Namun, latihan yang dulunya dipenuhi dengan tawa dan motivasi Rony, kini dia merasa hampa. Tidak ada kegiatan aneh yang dilakukan Rony bersama Alvan, semuanya sepi bahkan Bila masih banyak diam akhir-akhir ini, pulangnya Alvan ternyata berdampak juga kepada Bila.

"Pagi, Kak Salma." Bila menyapa tanpa semangat sebab dia kehilangan penyemangatnya. oke, mereka sedikit berlebihan.

"Pagi juga, Bil."

Latihan kali ini dihentikan, coach merasa tidak puas dengan latihan mereka berdua. Namun, coach mengerti mengapa mereka terasa tidak bersemangat, tidak ada teman disisinya.

Salma dan Bila duduk berdampingan di soda empuk terletak di sudut ruangan. Keduanya tampak lelah, keletihan emosional lebih daripada fisik. Hembusan napas panjang saling terdengar dalam telinga masing-masing.

"Kamu kenapa sampai salah terus, Bil?" tanya Salma.

"Sepi, Kak. Harusnya kan ada Kak Alvan ataupun Kak Rony yang ramenya minta ampun."

Yah, Salma membenarkan hal itu. Salma lebih suka latihan saat ramai dari pada sunyi seperti ini, dia membutuhkan Rony disampingnya, begitu pula dengan Bila yang membutuhkan Alvan.

"Lalu, Kak Salma kenapa salah terus juga? Tidak seperti biasanya."

Salma menoleh kearah Bila, matanya yang lelah bertemu dengan mata Bila. Dia mengangkat bahunya dengan lemah, seolah gestur itu sendiri sudah cukup untuk menjelaskan semua rasa frustasinya. "Aku tidak tau, rasanya setiap nada menjadi lebih sulit, fokusku hanya kepada Rony yang harusnya lebih layak dari pada aku."

Rasa insecure Salma muncul kembali. Harusnya Rony yang masih bertahan sebab penampilan pria itu terus konsisten setiap harinya, tetapi malam itu dia harus kalah dalam voting, sangat disayangkan.

"Kalau dilihat dari kelayakan harusnya tidak ada yang pulang, Kak, sebab semuanya layak berada sampai akhir kompetensi. Tapi karena ini sebuah lomba untuk menghasilkan yang terbaik dari yang baik, maka harus ada yang pulang."

"Kak, ayo kita lupakan semuanya hari ini, kita fokus pada latihan kita saja. Biarkan malam yang bertugas mengingatkan mereka pada kita."

Yah, Bila benar. Dia harus kembali fokus pada latihannya sebab ini adalah babak terakhir untuk merebutkan juara. Sungguh, Salma dan Bila kini tidak berpikir untuk bersaing, siapa saja juaranya tidak akan mempengaruhi mereka.

***

JUST FOR FICTION🚩











Sa(l)maTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang