08. nafkah

171 30 0
                                    

"Hari yang cerah, yaa."

Begitu mendengarnya, [Name] tersadar kalau di sampingnya ada seorang lelaki mendapinginya, ya, di tempat tidur.

Suasananya memang pagi, walau jendela kamar mereka belum terbuka sama sekali dan tertutup, masih ada kilat cahaya menyelip di ruangan tersebut. Terburu-buru untuk menyinari mereka berdua dengan lembut, lagipula, mereka memang sudah bangun dari tadi, cuman hanya diem-dieman saja.

Contohnya, [Name]. Sebenarnya wanita itu sudah bangun 10 menit lebih awal, tetapi dia menunggu suaminya itu untuk bangun juga. Sedangkan, sebenarnya Duri juga sudah bangun 20 menit lebih awal dari istrinya. Kacau, deh.

Sampai jam tujuh pagi, baru salah satu dari mereka membuka mulutnya; Duri. Basa basi untuk hari yang cerah tadi, mendengarnya, [Name] pura pura terbangun saja.

"Oh, pagi." balas istrinya, yang sedang mengucek-ucek matanya terbangun. Pura pura, sih.

"P-pagiii, [Name]! kamu udah bangun?" tanyanya, dengan gugup.

Sosok lelaki itu sedikit terkejut, seketika rona merah menghiasi pipinya. Tangannya menyentuh kepalanya sendiri, wajahnya tersenyum kepada bidadarinya yang cantik ketika terbangun tidur.

"Udah, kok. Ah, kamu belum buka jendela, ya? Aku buka, ya." ujar kepadanya, Duri malah terheran.

Sejak kapan, ya? Istrinya seperhatian ini dengan lingkungan sekitar, biasanya acuh sekali, tetapi kali ini malah inisiatif. Yah, aneh juga kalau Duri bingung tentang hal ini, cuma hal yang normal juga. Tapi jika itu istrinya, lumayan fenomena yang langka, ya.

Kemudian, [Name] turun dari tempat tidur mereka berdua, Duri yang mematung di tempat melihat kekasihnya itu membuka jendela yang besar dengan pelan. Muncul banyak cahaya di hadapannya, Duri masih mematung di tempat, maniknya berkilau melihat istrinya di depan jendela.

Kirana menerawang perempuannya, membuat cantiknya melebihi bidadari kayangan yang ada di dunia, menurutnya, [Name] adalah karya Tuhan Yang Mana Esa yang sangat indah, Duri tidak bisa berpaling, bahkan badannya kaku dan tidak mengedipkan matanya ketika menyadari bahwa sekarang dirinya memiliki sosok wanita cantik di sisinya.

Sangat bersyukur aku bertemu denganmu, [Name].

Kita jaga janji kita, ya? Sampai tua, sampai anak anak kita seperti kita.

Sampai pada saatnya, kita terbang ke langit bersama. Selalu.

Reflek, Duri mengambil sebuah kamera yang berada di meja kecil di samping tempat tidurnya. Memotret pemandangan istrinya saat ini dengan cepat, karena takut ketahuan. Memang, isengnya si lelaki begitu.

Senyum pekat tergambar di wajahnya, melihat hasil cetakan foto dengan lukisan cahaya itu. Menatapnya berkali-kali, sampai sampai sahutan istrinya dia abaikan.

"-Rii!"

"-Eh? oh! kenapa kenapaa, sayangku?"

"Kamu ini, ya. Aku panggil malah nggak di respon, padahal aku sampe teriak tadi. Udahlah, cepet bangun, aku mau siapin ma-"

Cup.

Sebuah kecupan terabadi, di pipinya. Seketika, wajah [Name] sudah seperti romat rebus langsung. Tidak kuat menahan perilaku suaminya yang makin hari malah semakin brutal kepadanya.

Tak sanggup untuk mengomel, akhirnya [Name] diam dan membalik posisi berlawanan arah kepada Duri. Haduh, mbak. Gak usah malu malu, toh.

"Okee siap sayaang~ aku ke tunggu di meja makan, okee? hehe. Selamat pagii juga, cantiknya Durii." katanya, dengan nada suara yang usil dan mengejek, [Name] sampai menyembunyikan wajahnya, berarti sudah malu kuadrat itu.

albumWhere stories live. Discover now