Sejak kejadian semalam, hari ini Lisa menolak pergi bersama. Meski begitu seperti biasa tidak ada yang menyadari kehadiran Isa usai tiba bahkan sampai gadis itu sibuk membaca buku sendiri menunggu bel masuk berbunyi. Hingga tak lama segerombolan murid laki-laki memasuki kelas tanpa permisi dan langsung menuju tempat Isa duduk. Seketika suasana kelas mendadak hening, semua pasang mata tertuju pada Deron dan teman-temannya.
Isa melepas earphone sebelum mendongak merasakan seseorang yang berdiri didepannya. Tubuh besarnya itu seakan menutupi Isa yang kecil dan kurus. Tanpa mengucapkan satu kata pun, Deron melempar buku ke hadapan Isa.
"Gue dengar lo murid unggulan?" Deron tersenyum miring sembari pandangan menunjuk pada buku yang dilemparnya. "Kerjain tugas gue."
Butuh detik yang lama bagi Isa memandang buku itu bersamaan dengan seisi kelas yang mulai menduga-duga apakah Isa sekarang menjadi target perundungan Deron disamping kejadian kaleng itu belum terselesaikan dengan baik—setidaknya bagi Deron sebab kedatangannya ke kelas Isa hanya ingin memenuhi rasa penasaran siapa gadis bernama Maisa Ghasa Adzanya itu.
Alih-alih merespon, Isa hanya melempar tatapan datar sebelum memasang earphone kembali. Namun hal itu malah memancing amarah Deron sehingga pemuda itu menendang kaki meja karena merasa Isa menantangnya tanpa peduli ada perban di kepala Isa akibat dirinya.
"Lo emang berani ya sama gue?!"
Ethan ikut menyahut, memanas-manasi. "Jangan gitu, Ron. Ayahnya donatur yayasan. Bisa habis lo nanti."
"Oh, orang kaya," Deron terdengar mengejek. "Tapi gue gak peduli!"
Setelahnya Deron merampas buku yang tengah dibaca Isa hingga membuat gadis itu mengepalkan tangannya kuat. Sedari tadi ia menahan diri untuk tidak peduli.
"Lo masih mau permintaan maaf gue? Gue bakal lakukan itu, asal lo kerjain tugas gue dulu."
Langkah kaki seseorang berhenti di ambang pintu ketika melihat situasi kelasnya begitu menegangkan, awalnya ia bertanya-tanya alasan pagi ini kelasnya tak terdengar ribut-ribut. Namun saat melihatnya secara langsung, ia hendak menghentikan Deron yang sepertinya akan bertindak lebih jauh, namun Isa lebih dulu balas menggebrak meja sebelum bangkit berdiri. Suara yang dihasilkan membuat orang-orang ikut tersentak kaget.
"Kamu punya otak? Tangan, kaki, mata? Kenapa gak manfaatin itu buat kerjain tugasmu sendiri?" Isa menarik kembali buku miliknya dalam genggaman Deron dengan kasar sebelum kembali duduk dan membaca seakan tak terjadi apapun.
Hal itu membuat seisi kelas menganga tak percaya sementara Deron yang awalnya ingin berlagak berkuasa kini malah mendapat hal yang memalukan. Maka mendesis jengkel, ia bersama teman-temannya pergi membawa dendam yang membumbung tinggi dalam dada. Tak lupa menyenggol Gema yang berdiri di ambang pintu menghalangi.
"Kamu gak apa-apa?" Gema bertanya saat menghampiri Isa. Pada awalnya ia tak yakin bila gadis itu akan menjawab, akan tetapi melihat Isa yang nampak kaget menemukan Gema lantas menggeleng pelan sebelum perhatiannya kembali pada buku.
"Syukur deh," Gema mengelus dadanya merasa lega. Hingga detik berikutnya ia kembali melirik Isa dan berucap, "Aku gak tahu kalau kamu bisa seberani tadi. Kata Yuda, kemarin juga Deron buat masalah sampai bikin kepala kamu bocor."
"Gak sampai bocor, cuman sobek sedikit."
Dalam hati Isa bertanya-tanya alasan Gema berkata seperti itu hanya untuk basa-basi atau memang benar-benar penasaran, akan tetapi Isa cukup senang mendengarnya. Bahkan diam-diam berusaha untuk tetap fokus membaca kembali ketika ia tidak dapat mengendalikan diri saat Gema sempat memujinya. Ia melirik sekilas Gema sebelum menunduk dan kedua sudut bibirnya sedikit melengkungkan senyuman. Namun hanya satu detik, setelah itu ekspresi wajahnya kembali datar.
KAMU SEDANG MEMBACA
In Memory is You
ChickLit"Untuk kamu yang belum bisa pergi dari celah memori. Untuk kamu yang menjadi sumber penyesalan setiap waktu. Untuk kamu, yang selalu membuatku penasaran meski masa kita sudah habis tergerus waktu. Ada banyak hal yang tidak bisa diungkap, didengar...