25 | not so worth for you.

5 3 1
                                    

Warning : perhatikan alur waktu.

|25|

Yuda tahu bahwa menaruh hati kepada orang seperti Maisa Adzanya tidak semudah seperti perjuangannya mendekati Laura—yang meskipun pada akhirnya ia menyerah. Laura secara tegas menolak dirinya sehingga Yuda tahu batasan. Sementara Isa, pemuda itu sama sekali tidak bisa menebak pemikiran serta isi hati gadis itu yang membuat ia masih ingin percaya diri pada kemungkinan yang diharapkan.

Namun itu sebelum Yuda tahu hal mengejutkan yang baru didengarnya mengenai Isa. Berbagai alasan dibalik kepribadian gadis itu yang nampak tidak biasa membuatnya mulai paham bahwa jauh sebelum ia menyukai Laura, tanpa disadari ia telah menaruh perhatian lebih banyak kepada Isa. Ia juga yang memutuskan mendekati Isa lebih dulu karena rasa penasaran yang tak terbendung. Lalu anehnya semakin mengenal Isa malah membawa Yuda pada sebuah keraguan.

Saat Yuda tidak sengaja mencuri dengar percakapan antara Dira dan Lisa kala ia sengaja mengikuti kedua orang itu dari belakang, bahwa semalam terjadi sesuatu kepada Isa dan dirinya pun sadar tidak bisa menghubungi Isa sejak kejadian di toilet tempo lalu. Yuda merasa bahwa Isa tengah menjauh darinya—dimulai dengan berhenti membalas pesan, mengabaikan sapaan, bahkan sengaja menghindar bila tak sengaja berpas-pasan. Semua itu seakan kembali ke keadaan semula.

Lalu mendengar Seha selalu disebutkan sebagai orang yang sangat diandalkan bagi Isa dan tak ada satupun namanya terselip, Yuda mulai menyadari bahwa eksistensinya ternyata tidak begitu berarti. Rasa kecewa itu semakin besar setiap kali ia dengar orang-orang bicara seperti itu.

Namun ia tidak berani mengambil kesimpulan—bahwa jika memang benar ia tidak berarti bahkan bukan tempat yang membuat gadis itu merasa nyaman, maka Yuda sudah tahu sampai di mana dirinya harus berhenti. Sebab kini Yuda cukup yakin bahwa perasaan Isa kepada Seha masih ada.

"Bisa-bisanya kamu sekolah dan bersikap seakan gak terjadi apa-apa. Padahal kamu bisa istirahat dulu beberapa hari sampai ngerasa tenang."

Jam istirahat itu Yuda yang awalnya hendak membeli makan siang harus menyaksikan pemandangan yang tidak mengenakkan. Lebih parahnya ia harus melewati kedua orang itu jika ingin tetap pergi ke kantin.

"Ya udah, sekarang pokoknya kamu harus makan. Berhenti minum kopi, itu gak bikin kamu dapat tenaga." Seha nampaknya berusaha membujuk Isa yang akan pergi ke perpustakaan bersama beberapa buku dan kopi instan di tangan kirinya. "Jangan buat kondisi kamu makin sulit, Zanya. Nanti Kak Seha bakal bantu kamu buat bicara sama Mama Shiren dan bujuk supaya—"

"Gak perlu." Nada suara Isa terdengar sedingin es dan Yuda ikut merasakan ketidaknyamanan itu. Suaranya seperti Isa yang dulu—yang tidak peduli dengan apapun. "Sekeras apapun Kak Seha bujuk, Mama gak akan pernah luluh kalau udah nyangkut tentang Papa. Lukanya terlalu besar buat diobati bahkan waktu pun gak bisa bikin Mama lupa."

"Lalu kamu bakal kayak gini terus? Tersiksa sama segala tuntutan yang bahkan merenggut kebahagiaan kamu sendiri?"

"Kak Seha, tolong." Isa menaikkan sedikit nada suara sebagai bentuk peringatan. "Kepalaku udah sakit cuman karena mikirin kejadian semalam dan aku ini berusaha untuk gak memikirkan apapun apalagi hal lebih jauh lagi."

"Maksud ucapan terakhir kamu apa?" Seha terlihat tidak suka tanpa bisa Yuda pahami. "Jangan pernah kamu berpikiran hal-hal nekad lagi. Kakak gak akan biarkan itu terjadi."

Seharusnya itu menjadi kesempatan Yuda untuk bisa bicara dengan Isa saat keduanya tak sengaja bersitatap, alih-alih dirinya malah ikut menghindar dengan melenggang pergi melewati dua orang itu disamping rasa khawatir akan keadaan pujaan hati menyelimuti seiring langkah kaki membawanya ke kantin. Tidak bisa dimungkiri kecemburuannya jauh lebih besar saat ini hingga Yuda yakin dengan adanya Seha cukup membuat Isa merasa lebih baik dibanding dengan dirinya.

In Memory is YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang