20 - Painting From The Past

23 1 2
                                    

Hingga fajar menyingsing Evi masih berkutat dengan pencariannya di internet. Tepat pukul delapan pagi, dia mulai melepaskan tangannya dari papan ketik. Evi bersandar dikursinya, termenung didepan layar komputer. Semua informasi yang menurutnya tak masuk akal sudah berada ditangannya. Evi meraih ponselnya lalu mulai mengetik pesan. 

"Bisa ketemu siang ini?" 

Pesan terkirim kepada pria misterius itu. Evi menghela nafas dalam. Dia buru-buru mencetak semua informasi yang dia dapatkan, berikut dengan lukisan sepasang kekasih. Setelah selesai mencetak, Evi kembali membaca satu persatu artikel itu dan lagi-lagi dia terpaku memandang lukisan sepasang kekasih yang sudah dicetak dikertas. 

Lukisan sepasang kekasih itu dibuat pada tahun 1825 di Britania. Lukisan itu memiliki kisah tentang sepasang kekasih, Lorenzo dan Isabella yang terpisah karena ibunya Lorenzo tak menyetujui hubungan mereka. Isabella adalah anak dari seorang pria terkaya disebuah kota kecil di Crovie. Dia tinggal bersama ayah dan ibu tirinya serta kedua saudara tiri yang memiliki perangai sangat buruk. Saat ayahnya meninggal, ibu tirinya menjadikan Isabella sebagai pembantu dirumah mereka. 

Hingga akhirnya mereka terlilit hutang dan Isabella harus keluar dari rumah dan bekerja sebagai pelayan dirumah seorang  bangsawan. Bangsawan itu memiliki seorang anak lelaki yang tampan rupawan, bernama Lorenzo. Saat pertama kali bertemu dengan Isabella, Lorenzo langsung jatuh cinta padanya. Begitupun dengan Isabella. Meski status mereka berbeda, keduanya menjalin asmara dalam naungan rumah megah Lorenzo. Namun saat ibunya Lorenzo mengetahui hubungan mereka, Isabella langsung dipecat dan diusir. Dengan hati terluka Isabella dan Lorenzo terpaksa harus berpisah. Isabella keluar dari rumah bangsawan itu dan pindah ke kota lain untuk memulai hidup baru. 

Evi menarik nafas dalam berkali-kali setelah membaca artikel terakhir. Dia beranjak dari duduknya menuju kamar mandi, bersiap-siap bertemu dengan pria misterius itu. Evi menoleh ke ponselnya saat mendengar notifikasi berbunyi. 

"Jam 12?" Bunyi pesan itu. 

Evi langsung membalasnya lalu menuju kamar mandi. Pikirannya masih dipenuhi tentang kisah tragis dari lukisan itu, serta cincin bermata biru milik Cindy. Semuanya tak masuk akal. Juga soal mimpinya tadi pagi tentang wanita dalam lukisan itu. 

* * * 

Evi bergerak melaju motornya dengan lincah. Lalu lintas di kota padat ini membuatnya semakin mahir dalam menaiki motor. Padahal papanya melarangnya untuk mengendarai motor karena dianggap berbahaya. Namun Evi mematahkan pendapat papanya.

"Aku gadis berdarah Sumatera 'Pa, aku tidak takut dengan bahaya." 

Sejak itu, papanya tidak lagi berkomentar. Seharusnya dia tahu dengan tabiat Evi yang keras kepala sejak kecil. Lagipula, Evi membutuhkan motor karena pekerjaannya sebagai manager. Dia tak mau membuat bosnya itu menunggu karena walau dia sudah datang tepat waktu, Cindy selalu datang lebih awal darinya. Jadi kendaraan bermobil yang dibelikan papanya, sangat tidak efisien dan berfungsi dalam pekerjaannya. 

Setibanya di lobi restoran, Evi langsung disambut oleh seorang pelayan. Pelayan itu mengantarnya ke meja yang terdapat dipojok ruangan. Evi terkejut saat melihat pria misterius itu sudah berada disana sedang membaca koran. 

Evi langsung mengambil kursi didepan pria itu. Pria itu tersenyum melihat sikap tidak basa-basi gadis didepannya. Dia segera melipat koran dan entah siapa yang memulai, keduanya hanya saling memandang  dalam kebisuan.

Pria itu tersenyum lalu mengulurkan tangan. "Eddy." 

Evi menyambut uluran tangan itu. "Evi." 

Eddy tersenyum lagi melihat keseriusan diwajah Evi. "Apa kamu selalu begitu?" 

CINDYEMRELLAحيث تعيش القصص. اكتشف الآن