41 - The Last Curse

12 2 1
                                    

Evi memandang bingung sekelilingnya, dia berdiri di sebuah tempat asing, di tengah pedalaman hutan yang sangat lebat. Evi menampar lembut pipinya beberapa kali.

"Wake up, ini cuma mimpi!" Baru saja selesai berkata begitu, tiba-tiba sosok wanita muda cantik berpakaian lusuh muncul didepannya. Kontan saja Evi mundur dan hampir melarikan diri. Namun saaat dia kembali memandang wajah wanita itu, dahi Evi berkerut.

"Julia?" Guman Evi.

Wanita itu tersenyum. "Evi. Selamat datang." Katanya dengan suara lembut. Evi memandangnya heran. "Aku dimana?"

"Kau ada dirumahku, rumah kita." Kata Julia masih tersenyum memandang Evi. 

Evi tak mengerti ucapan wanita itu. "Apa aku sedang bermimpi?" 

"Mungkin. Mau melihat tempat tinggalku?" Kata Julia dengan suara lembut.

Evi ragu namun dia melangkah mengikuti Julia dari belakang. Wanita itu berjalan menuju sebuah rumah kecil yang memiliki kebun indah di depannya, rumah itu bukan hanya nampak indah dari luar namun juga di dalamnya. Dia menoleh tersenyum ke Evi yang berdiri dibelakangnya. "Ayo, masuk." Katanya. Mau tak mau Evi mengikutinya. Evi terkejut begitu melihat seorang nenek terbaring tidur di atas katu yang hanya beralaskan jerami. Nenek itu membuka matanya perlahan, dia tersenyum memandang Evi.

"Evi." Panggil nenek itu dengan suara parau dan lemah.

Dia mengamati wanita tua itu lalu pandangannya beralih ke Julia yang sedang memandangnya. Evi melangkah pelan menghampiri nenek itu. Begitu di dekatnya, sang nenek menyentuh kepala dan mengelusnya. 

"Evi, terimakasih sudah datang." Ujar si nenek. Evi menggengam tangan kurus berkeriput itu. Tangannya begitu ringan, suaranya lemah dan bergetar dan kedua matanya menggenang. Dia bisa merasakan ajal nenek itu sudah mendekat. Entah kenapa matanya membendung melihat nenek yang tak dikenalnya itu akan segera pergi selamanya. 

"Jangan menangis Evi. Aku bahagia di sini." Bisik si nenek. 

"Ingat Evi, kau harus bisa mengontrol emosimu. Jangan biarkan amarah menguasai kebaikan yang ada didalam dirimu." Ujar nenek itu dengan terbata.

Evi mengangguk, airmatanya mulai mengalir membasahi wajahnya. Perlahan kedua mata nenek itu tertutup. Tangis Evipun mendadak pecah. Julia tersenyum mendekati Evi lalu menyentuh pundaknya.

 "Aku menghabiskan sisa hidupku dengan baik. Jadi kamu tidak perlu menangisinya." Katanya dengan suara lembut. 

Evi menatap Julia tak mengerti, dia berpaling ke tempat tidur dimana nenek itu terbaring namun nenek itu sudah tak ada lagi di sana dan tempat tidur  yang rapih itu berubah menjadi alas jerami. Evi memandang sekelilingnya, rumah itu kini berubah menjadi gubuk tua reyot. Evi menatap heran ke Julia. Julia tersenyum lembut sambil memegang kedua lengannya. 

"Betul Evi, nenek itu adalah aku. Aku ingin kau tahu bahwa begitulah keadaanku saat meninggalkan dunia ini. Aku bahagia. Jika kau melihat perubahan di rumah kecil ini, itu karena hatimu yang sedang di liputi kerisauan. Rumah ini hanya bisa dilihat keindahannya jika hatimu bersih." Tutur Julia. 

"Kau tidak bisa melihat keindahan yang besar sekalipun di depan matamu kalau hatimu dipenuhi kedengkian, Evi. Sebaliknya, kau akan bisa melihat keindahan sekecil apapun jika hatimu dipenuhi dengan cinta dan kasih sayang." Tambah Julia.

Evi masih menatap wanita itu tak mengerti. Apa maksud dari semua ini? Kenapa dirinya mendapatkan kotbah di tengah hutan oleh seorang nenek sihir yang berasal dari dongeng? Wake up Evi! 

Namun wujud wanita itu masih didepannya dan tersenyum serta menatap lembut padanya. 

"Evi, kau selalu memiliki kesempatan untuk merubah dirimu. Gunakan kesempatan itu sebaik-baiknya. Aku selalu menaruh harapan padamu kalau hatimu bisa mencintai orang di sekitarmu. Bertahanlah Evi." 

CINDYEMRELLADonde viven las historias. Descúbrelo ahora