Limobaleh

24 4 5
                                    

"Serius nggak ada?" Kutatap Luis tidak percaya.

Namun, Luis hanya diam. Aku yakin dia sedang menyukai seseorang saat ini, terlihat dari arah matanya yang melirik seseorang di antara kami. Yah, aku sudah tahu jawabannya, biarkan menjadi tanda tanya besar bagi Refan dan Gadis.

Sayang sekali, orang yang dia suka tidak menyadarinya.

"Ayo lanjut!"

Kuputar botol itu cepat, perlahan namun pasti botol itu berhenti tepat di depanku. Kok gitu, sih?! Aku yang putar botol, malah aku yang kena. Lihat, Luis sampai tertawa mengejekku.

"Ayo cepat pilih! Gue nggak sabar mengorek rahasia-rahasia lo itu," ucap Luis dengan senyum jahat.

"Sesuai keinginan lo, gue bakal milih truth. Puas?!" Aku menatap malas.

"Sangat puas!" Luis berdehem pelan, dia mengelus dagu. "Lis, gue pengen tau banget, nih. Kenapa lo bisa punya firasat-firasat yang sangat akurat? Maksud gue, kayak pas kita mendaki semalam. Firasat lo buruk pas nanjak malam."

Gadis menatapku penasaran, ternyata tidak cuma Luis yang bertanya karena keingintahuan. Tapi, Refan pun juga? Tak kusangka.

"Tanda-tanda alam, gue memperhatikan lingkungan sekitar, Luis. Nih gunung kayak nggak ada hewannya, nggak ada suara jangkrik, kodok, burung, atau apapun selain angin. Emang lo nggak ngerasa aneh? Makanya firasat gue buruk, apalagi udah dua kali gempa, kan, makin afdol firasat gue," balasku panjang lebar.

Mereka bertiga mengangguk mengerti, sembari bermain, Gadis memakan camilan yang dia bawa lalu berpikir. "Kamu punya semacam alergi, nggak?"

"Ada, alergi udang."

Gadis mengangguk saja. Kini kutatap Refan dengan penasaran, cowok itu hanya diam sambil berpikir. Banyak hal yang akan ditanyakan, tapi jatah pertanyaannya cuma satu.

"Lo ..." Refan mengatup mulutnya, lalu menggelengkan kepala. " ... udah boleh pacaran sama orangtua lo?"

Pertanyaan macam apa itu?

"Belum boleh, nanti pas kuliah katanya. Lagian, gue belum nentuin mau kuliah di mana," balasku serius.

Bagaimana tak serius, Refan saja bertanya padaku dengan raut serius dan penuh tekanan. Aku merasa tertekan kadang kalau bersamanya. Dia diam saja sudah membuat nyaliku ciut, bagaimana kalau cowok itu marah? Tidak bisa kubayangkan bagaimana takutnya aku.

Kuputar lagi botol itu, hingga akhirnya berhenti pada Gadis. Cewek itu menatapku dengan tatapan menyalahkan, seakan-akan tidak ingin ditunjuk botol itu.

"Harus adil, loh, Dis, nggak boleh nggak mau gitu," ucapku usil.

"Truth or Dare?" tanya Luis bersemangat.

"Dare," balas Gadis menghindari pernyataan.

Luis mendesah kecewa, cowok itu ingin mempertanyakan sesuatu. Awalnya dia yakin kalau Gadis memilih truth karena 2 di antara kami memilih itu. Aku bahkan tak menyangka gadis akan memilih tantangan.

"Nyanyi Indonesia Raya," ucap Refan mendahului aku dan Luis.

Gadis menatap Refan dengan sorot bahagia, dia merasa bahwa cowok itu menyelamatkannya dari tantangan-tantangan aneh bin ajaib. Dengan semangat, cewek itu bernyanyi sambil membuat irama dari tangannya sendiri.

"... hiduplah Indonesia Raya~" Gadis menunduk, berperan seperti kontestan yang telah menyelesaikan seleksinya.

Aku dan Refan hanya bertepuk tangan sebagai apresiasi, beda halnya dengan Luis yang bertepuk tangan dengan sangat heboh. Kalau bukan karena Refan mencegah Luis mencabut bunga liar, Luis akan melempar bunga pada Gadis.

About DieTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang