44. Deepest Sadness

74 23 3
                                    

Anggi

Tepat di atas pintu gerbang rumah Dio terpasang bendera kuning. Warna yang melambangkan kesedihan atau masa berkabung. Sementara halaman rumah Dio sudah tertutup tenda yang telah dipenuhi oleh ratusan pelayat.

Pak Pinadi, yang ia kenal sebagai Pakde Dio―kakak tertua ayah Dio, mewakili pihak keluarga menyambut para pelayat yang akan menyampaikan bela sungkawa.

Ia yang masih bingung mau ikut mengantri bersama mamah dan ibu-ibu kompleks untuk bersalaman dengan Pak Pinadi atau tidak, terkejut saat seseorang menepuk pundaknya, Bayu. Membuatnya melipir ke pinggir keluar dari antrian.

Ia yakin Bayu mencoba tersenyum tapi tak bisa. Hanya tepukan ringan yang mendarat di bahunya beberapa kali. Menandakan Bayu juga terpukul.

"Baru datang?" ia hampir tak kuasa menahan tangis.

"Dari stasiun langsung ke sini," wajah lusuh Bayu dan backpack di bahu menjelaskan segalanya.

Tentu ia tak perlu meragukan solidaritas di antara para cowok Romansa. Mereka selalu ada satu sama lain dalam setiap momen, baik suka maupun duka.

"UTS gimana?" ia perlu berbasa-basi untuk mendistraksi rasa sedih.

"Pas banget baru selesai. Kamu?"

"Di tengah jalan."

Bayu kembali menepuk bahunya pelan. "Dio lagi otw ke sini, ditemenin sama Chris yang nunggu di Gambir. Fira ikut rombongan ambulan jenazah sama Argo."

Ia tak kuasa menahan lagi. Tangisnya pecah meski telah berusaha menggigit bibir keras-keras. Bayu menuntunnya agar lebih ke pinggir, memimpin bahu untuk kemudian mendudukkannya di kursi.

Setelah ia duduk, Bayu mengangsurkan sebungkus tissue yang di ambil dari meja yang terletak dekat tempat mereka berada.

"Everything gonna be alright," bisik Bayu dengan mata berkaca-kaca. Membuatnya semakin terisak.

Tepat pukul 13.00 rombongan mobil jenazah terpantau mulai memasuki area kompleks. Ditandai dengan suara sirine yang meraung-raung menyayat hati siapapun yang mendengarnya. Semua orang bersiap untuk menyambut jenazah.

Fira langsung menubruknya sambil terisak. Sementara Argo yang berjalan melewatinya di sela-sela kesibukan sebagai pihak keluarga, sempat menepuk bahunya pelan dengan mata sembab.

Semua, siapapun yang mengenal Dio pasti ikut berduka. Jika tak berlebihan, seolah seperti kehilangan orangtua sendiri.

Setelah jenazah disemayamkan di ruang tamu dan disholatkan. Tanpa menunggu kedatangan Dio, upacara pelepasan jenazah pun dimulai.

Sepanjang sambutan Fira menggenggam tangannya erat, seolah berusaha memberi kekuatan. Sementara Bayu sudah bergabung dengan Argo dan pihak keluarga membantu mempersiapkan pemakaman.

Sambutan pertama dari pihak keluarga, yang diwakili oleh Pak Pinadi. Dengan terbata-bata beliau menyampaikan terima kasih sebesar-besarnya kepada para pelayat yang hadir, sekaligus menyampaikan permohonan maaf jika selama hidup almarhum dan almarhumah memiliki kesalahan serta kekhilafan.

Beliau memohon agar almarhum dan almarhumah dimaafkan, diikhlaskan, dan didoakan husnul khotimah. Untuk urusan hutang piutang dan lainnya, beliau harap bisa langsung menghubungi pihak keluarga.

Sambutan kedua, dari Rektor Universitas tempat Ayah dan bunda Dio mengabdi. Menceritakan betapa berdedikasinya almarhum dan almarhumah, "Sungguh sebuah kehilangan yang sangat besar bagi kami dan civitas akademika...."

Entah seperti sudah ada yang mengatur, tepat setelah pak Rektor menyelesalkan sambutannya. Dua orang yang baru memasuki halaman langsung menarik perhatian seluruh pelayat yang hadir.

Bad Senior in LoveWhere stories live. Discover now