I - Time of Autumn

47 30 6
                                    

Selamat membaca!
Vote⭐ and comment💬

ᕙ«⟨Nakamura Nara - SAGAN'S⟩»ᕗ



Setapak jalan mulus tanpa akhir. Kegelapan yang dijumpai selama ini mulai memunculkan setitik cahaya di penghujung. Langkah kakinya menapak semakin cepat untuk terus mendekati cahaya itu. Dia sudah jengah berada dalam kepekatan entah sejak kapan.

Semakin dia dekat, semakin dia sadar bahwa cahayanya itu membuat hati membuncah. Senyuman kecil terukir pada sudut bibirnya yang tampak melengkung berbahagia. Cahaya itu semakin membesar tatkala dia mendekat dan hampir membutakan matanya.

Hening.

Indra penciumannya mulai menghirup aroma antiseptik yang begitu menyengat khas. Netra hazel itu terbuka dengan amat perlahan. Hal yang pertama kali dia lihat adalah sebuah lampu putih dengan atap yang sama warnanya. Kepalanya berdenging, dia merasa sakit dan pusing. Namun, sebisa mungkin dia menahannya hingga rasa sakit itu menghilang segera.

Menyapu pandang ke kanan ke kiri, dia tidak mendapati seorang pun. Hanya ada benda-benda medis dan barang tak penting lainnya yang hadir menemani. Sesaat, tatapannya tertuju pada sebuah mantel yang tersampir di sebuah sofa. Ingatannya familiar dengan mantel tersebut, dia mengenali siapa pemiliknya.

Sontak, kenangan lama bermunculan satu milidetik dalam benaknya. Otaknya memproses cepat, memupuk milyaran scene setiap pergerakan yang dilakukannya. Telinganya berdenging selama beberapa detik seolah mendengar frekuensi gelombang suara yang cukup tinggi.

Lalu, bola matanya menatap ke arah luar jendela. Terlihat semilir angin menggoyangkan pohon-pohon yang berwarna-warni. Suasana terlihat sejuk dengan tingkat kelembaban udara yang meningkat. Terasa tenang, namun hatinya gelisah. Gadis itu terlampau bingung dengan apa yang sedang disusun oleh otaknya.

Apa dia bermimpi? Jika benar, mengapa terasa begitu nyata? Rieka tidak menemukan jawaban yang pas untuk pertanyaannya itu. Tenggelam dalam pikiran, ia tak menyadari bahwa seseorang masuk ke dalam ruang rawatnya.

"R-rieka?!" suara bariton yang khas bergema di gendang telinga Rieka dan menyadarkannya.

Lagi-lagi familiar, lantas ia menoleh ke sumber suara. Netranya mendapati sosok pria bertubuh tegap tengah berdiri dengan air wajah syok sebelum berlari memeluknya. Ia bisa merasakan tubuh pria itu gemetar hebat, isak tangis yang tak biasa ditunjukkan oleh seorang pria, kini ia melihatnya.

"Akhirnya kau sadar. Kami semua sangat mencemaskanmu." ucapnya pelan, lalu mendaratkan kecupan hangat di puncak kepala Rieka.

Pria itu menjauh sedikit dan mengelus pipi Rieka lembut, netra hazelnya menyorot khawatir. "Kenapa? Apa kau merasakan sesuatu yang tidak nyaman? Atau ada bagian yang sakit? Tolong, katakan sesuatu padaku."

Terlepas dari rasa cemasnya, dia tidak mendapati respon yang baik dari gadis yang baru saja dia peluk. Sementara Rieka menoleh menatap pria di sebelahnya lamat-lamat, seolah meneliti sesuatu pada wajahnya.

"Siapa...?"

Denyut jantungnya terasa jelas, seakan robek bersamaan aliran darah mengalir deras ke otaknya memberi respon. Pria itu membeku sesaat karena kebingungan dan khawatir.

"Hei... Ini aku, North, kakak laki-lakimu." ucapnya dengan nada lemah.

Pernyataan tersebut langsung merangsang ingatan Rieka, matanya membola dan mengangkat tangannya, seakan ingin meraih North. Bibirnya terbuka, tetapi tak seuntai kata pun terucap. Lidahnya kelu secara tiba-tiba.

Mendapati hal itu, North langsung menggenggam tangan adiknya yang pucat dan tampak tirus. Tatapannya yang kosong dan berair membuat North semakin cemas.

SAGAN'SWhere stories live. Discover now