05

357 45 2
                                    

Jih: tas lo udah gue kasih ke mak lo

Dohoon berdecih. Mengapa baru sekarang Jihoon beritahu kabar sepenting itu ketika Dohoon bersusah-payah mengejarnya dengan kembali ke sekolah yang bahkan sudah sepi tak berpenghuni ini?

Jin:  gapapa, doh. kita paham, kok. biar kamu bisa lebih lama dua-duaan ama ayang >_0

Doh:  SIALAN.

“Dohoon kenapa?”

Si pemilik nama segera alihkan atensinya dari layar widget yang menyala. Dimana si pelaku pemanggilan kini sedang menatap jengah ke arahnya masih dalam posisi duduk seperti sedia kala. Sorotnya memancarkan kebingungan yang kentara. Agaknya bertanya-tanya perihal apa yang mendasari dari pias masam yang tengah Dohoon pasang sekarang.

Kedua matanya bergulir datar. Selepas menaruh ponselnya ke dalam saku celana, ia ambil tungkainya menuju tempat duduk di samping Shinyu.

Kira-kira sudah hampir seperempat jam mereka duduk di bangku taman ini. Entah Shinyu tidak bosan atau justru memang tak ingin pulang. Pemuda itu dimata Dohoon sekarang tampak biasa saja, tak terlihat gelisah dan hanya sibuk meminum susu kotak berperisa stroberi yang sebelumnya Dohoon belikan ketika ia mengeluh haus karena terlalu lama berjalan.

Dohoon yang sudah merasa mati kebosanan karena mereka hanya diam selama itu pun putuskan untuk beranjak lebih dahulu. “Ayo, pulang,” ajaknya singkat sembari berjalan memunggungi Shinyu.

“Oh!” Shinyu sedikit terperanjat. Kemudian, ikut menyusul Dohoon yang lebih unggul tiga langkah mendahuluinya. Kali ini lebih dekat setelah sebelumnya Shinyu harus mengambil jarak enam langkah karena kesulitan mengejar Dohoon yang cara berjalannya tak ubahnya cepat.

Namun, baru beberapa langkah, Dohoon sadari bahwa Shinyu rupanya sering tertinggal di belakangnya. Bahkan kadang pemuda itu harus berlarian menyusulnya ketika Dohoon sedikit memberikan lirikan ke arahnya.

Salah satu keningnya kini terangkat. Terutama disaat dia temukan Shinyu yang sedang bernapas dengan pola tarikan yang terburu-buru. “Capek?” terkanya acuh tak acuh.

Shinyu seketika mengangguk pelan. Akan tetapi, ia berangsur melotot kemudian menggeleng ribut. “Nggak, kok. Kamu cepet banget jalannya, makanya aku kadang ketinggalan terus susul kamu pakai lari segala.”

“Ya capek itu namanya,” decak Dohoon sebal. Pemuda itu lantas kembali berbalik memunggungi Shinyu yang tengah mendumel pelan. “Maksa,” desisnya sambil memasang gurat cemberut.

Maka Dohoon gelengkan kepalanya. Berusaha menahan diri agar tak kelepasan mencubit pipi Shinyu hingga empunya memohon ampun sebagaimana dulu. Untungnya, Dohoon punya kontrol yang tinggi sehingga alih-alih melakukannya, dia justru turun bersimpuh dalam posisi yang lagi-lagi membelangkangi Shinyu.

Shinyu mengernyit. “Ngapain, sih?” Seketika langkahnya pun ikut terhenti akibat tindakan tak terduga Dohoon tersebut.

Dohoon melirik singkat. Birainya mengeluarkan decakan pelan akan ketidakpekaan Shinyu dengan tindakannya sekarang. “Naik!” titahnya jengah.

“Eh?” Shinyu kendurkan bahunya yang sempat menegang. “Apaan? Nggak mau!” tolaknya mentah-mentah.

“Lo naik nggak?!”

Habis sudah kesabaran Dohoon. Pemuda itu seketika berusaha meraih tangan Shinyu yang menurutnya sedang jual mahal kepadanya itu. Namun, kalah cepat dengan Shinyu yang sudah terlebih dahulu beranjak mundur serta menatapnya menggunakan sorot waspada.

“Nggak usah sok jual mahal gitu, deh. Kalau ujung-ujungnya lo tumbang malah makin ngerepotin gue tahu, nggak? Lo naik ke punggung gue atau gue gendong lo sekarang juga!”

Shinyu menggeleng pelan. Dengan kepala tertunduk, ia lalu mencicit, “... Malu.

“Ya terus? Daripada kita nggak bisa pulang sampai besok? Lagian gue gendong lo cuma sampai halte, tuh.” Mana kuat Dohoon menggendong Shinyu hingga bermil-mil jauhnya.

Pemuda itu seketika mengulum tipis bibirnya. Terlihat ogah-ogahan, pada akhirnya Shinyu turuti juga kemauan Dohoon tadi. Ia bahkan sempat berjengit ketika Dohoon yang iseng menghentak tubuhnya ketika ia sedang berdiri dalam kondisi memikul Shinyu.

“Pegangan.”

“Huh?” Shinyu membeo. Kemudian, bergeming dengan menautkan tangannya dileher Dohoon.

Dohoon mendengkus pelan. Shinyu terasa lebih ringan dibanding terakhir kali mereka seperti ini. Tanda jika selama Dohoon tinggalkan, Shinyu mungkin sudah tak menghiraukan dirinya sendiri lagi.

“Kita mampir buat makan dulu, mau?”

.
[Tbc]
.

aaaaaa ini draft dah dari kemaren baru bisa aku selesain sekarang, punten :(

Right Here +DoshinWhere stories live. Discover now