bab 10. hitam

198 35 10
                                    

Bintangnya jangan pelit.

🌟🌟🌟

Vey merasa kesal dengan misi yang dikasih sistem, apakah tidak ada misi lain? Karena mood nya tidak baik-baik saja, dia memutuskan untuk pergi ke dapur dan memakan beberapa makanan yang ada disana.

"Dasar sistem, kalo dia berwujud manusia, sudah ku pastikan kalo dia bakal penyok karena pukulanku." Gerutu Vey sepanjang perjalanan nya menuju ke dapur.

"Aku bisa dengar, tuan. Dan untungnya aku bukan manusia, jadi nggak akan penyok, hahaha."

Vey mendengus kesal, dia berjalan menaiki tangga dengan menghentakkan kakinya hingga membuat suara langkah nya menggema, semua prajurit yang sedang berjaga disana menatap Vey dengan tanda tanya, mereka ingin menyapa Vey, namun saat melihat raut wajah tak bersahabat dari Vey mereka tak jadi menyapa, takutnya nanti mereka kena imbasnya.

Karena tak begitu memperhatikan langkah nya, heels setinggi tiga sentimeter yang ia kenakan meleset karena kakinya yang menginjak tepi dari anak tangga. Saat itu juga jantung Vey berpacu sangat kencang dengan muka yang sudah pucat pasi karena memikirkan nasibnya jika jatuh dari tangga.

"Mati ke dua kali, hiksss." Ucap batin Vey, matanya terpejam dengan hati yang pasrah jika ia harus berakhir sekarang juga.

Hampir saja tubuhnya jatuh terguling dari atas tangga yang tingginya delapan meter, Vey merasakan jika ada yang menahan tubuhnya dibelakang, wajahnya ia alihkan untuk menatap siapa yang telah menahan tubuhnya. Rasanya ingin sungkem saat ini juga kepada orang yang telah menyelamatkan hidupnya.

Saat Vey menatap ke belakang, dia terkejut dengan siapa yang menyelamatkan nyawanya, terlebih lagi, sosok tersebut menopang tubuh Vey menggunakan kakinya. Padahal kedua tangannya juga sedang tidak memegang apa-apa, kenapa harus pake kaki? Jadi sungkem? Jawaban nya, 'tidak'.

Lelaki tersebut menatap Vey dengan wajah dingin dan datar, seperti tak ada gairah untuk hidup. Kaki yang digunakan untuk menopang tubuh Vey, ia singkirkan dari sana hingga membuat Vey jatuh ke dalam pelukannya, dapat Vey perhatikan raut wajah lelaki tersebut yang sangat tampan. Hidung mancung, mata sipit dengan sorot mata yang tajam, jantung Vey yang semula berdetak normal kini berdetak dengan sangat cepat.

Lelaki tersebut menatap Vey yang masih diam. "Kenapa? Suka?"

Vey tersadar saat mendengar ucapan dari lelaki tersebut. "Suka? Hahahaha." Vey tertawa dengan sangat kuat sambil menepuk bahu lelaki tersebut.

"Anda mimpi, ya?" Ujar Vey dengan tersenyum miring. "Aku? Nggak mungkinlah suka sama kamu."

Lelaki tersebut mengangkat satu alisnya. "Benarkah?"

Vey mengangguk kan kepalanya, "benar sekali kaisar yang agung."

Kaisar menatap wajah Vey dengan intens tanpa terkecuali, Vey kembali mensejajarkan tubuhnya supaya tak terlalu dekat dengan kaisar, bisa-bisa dia yang jatuh hati jika terus berdekatan dengan kaisar. Dia tidak ingin jika dia jatuh hati dengan kaisar, harus kaisar yang jatuh hati, dirinya tidak.

"Yang mulia kaisar yang agung, karena saya lapar, maka izinkan saya untuk beranjak dari sini untuk menuju ke dapur dan mengisi perut saya yang keroncongan." Ujar Vey kepada kaisar.

"Mau saya antar?" Tanya kaisar.

Vey menggelengkan kepalanya, "Tidak, saya bisa sendiri."

"Kalo nanti digigit nyamuk gimana?" Vey membulatkan matanya saat mendengar ucapan dari kaisar.

"Digigit nyamuk? Apakah saya tidak salah dengar?"

"Tidak, nona. Nyamuk disini sangatlah berbahaya, bisa membunuh anda." Kaisar menjeda ucapan nya. "Jika nyamuknya menggigit pas ada perang, dan anda terkena pedang."

Vey menjatuhkan rahangnya, rasanya ingin melempar kaisar dari atas tangga lalu membuangnya ke selokan, ternyata kaisar yang terkenal dengan sikapnya yang dingin dia juga bisa bercanda.

"Nggak lucu." Vey berlalu meninggalkan kaisar yang masih setia berdiri di tempatnya.

•••••

Seorang lelaki duduk termenung dibawah pohon beringin, dia tak peduli jika banyak orang yang menertawakan nya, sudah satu hari dia mencari gadisnya namun tak menemukan juga, dan selama itu pula dirinya belum pernah pulang ke rumah, sesekali dia menghela nafasnya dengan kasar.

"Iuh, jijik banget."

"Dekil."

"Panci berjalan."

Lelaki tersebut tak paham dengan apa yang orang-orang bicarakan, dia juga tak begitu peduli dengan apa yang orang-orang bicarakan, lalu datanglah nenek tua yang menggendong keranjang di punggung nya yang berisi beberapa sayur mayur dan belanjaan yang ia beli dari pasar.

"Nak, kamu tidak sadar?" Tanya nenek tersebut yang berhasil membuat lelaki tersebut mengangkat satu alisnya.

"Maksudnya, nek?"

"Wajah kamu sangat hitam."

Mendengar ucapan dari nenek tersebut membuat lelaki tersebut ingin membunuh nenek itu, bahu nya naik turun berirama dengan nafasnya yang memburu.

"Enak aja aku dibilang hitam. Asal nenek tau, aku ini keturunan dari keluarga yang rata-rata semuanya itu tampan dan cantik."

Nenek itu tersenyum menatap lelaki tersebut, lalu nenek itu memegang pipi lelaki tersebut menggunakan jari telunjuk nya, lelaki tersebut spontan langsung menepis tangan nenek itu.

"Apa-apaan sih, nek? Main pegang-pegang aja." Nenek itu menunjukkan jari telunjuknya.

Lelaki itu terkejut saat melihat telunjuk sang nenek hitam, apakah benar yang diucapkan nenek itu jika wajahnya hitam?

Nenek itu memberikan sebuah cermin yang ia bawa dari rumah nya, betapa terkejut nya saat ia menatap wajahnya yang begitu hitam dan tak terlihat seperti wajah, bahkan hanya terlihat bola mata nya yang berwarna putih saja, dan gigi nya yang putih. Lelaki tersebut mengerjapkan mata nya beberapa kali untuk memastikan bahwa yang ia lihat tidak salah, namun semuanya tak berbuah, tetap hitam.

Karena malu, lelaki tersebut pun memutuskan untuk pergi dari sana. "Nek, aku permisi dulu, terima kasih sudah dikasih tau tentang wajah aku."

Lelaki tersebut menunggangi kuda nya dan memacu kecepatan nya. Sudah beberapa menit ia menunggangi kuda hitam nya, saat ini dirinya sudah memasuki hutan yang menghubungkan dengan rumah nya. Namun, saat di perjalanan sebuah gerombolan prajurit sedang berjejer rapih menghalangi jalan nya.

Lelaki tersebut sudah tau siapa yang menyuruh semua prajurit ini untuk menghadang nya, lelaki tersebut turun dari kuda nya lalu menghampiri salah satu prajurit yang berdiri di depan.

"Sepertinya, kalian sudah bosan hidup." Ujar lelaki tersebut.

Semua prajurit yang berada disana tertawa keras saat mendengar ucapan dari lelaki itu, hal itu tentu membuat nya geram dan ingin menghabisi mereka satu per satu. Prajurit yang berada di depan memaju kan langkah nya hingga membuat jarak ke dua nya begitu sangat dekat.

"Kami yang akan menghabisi mu terlebih dahulu, penyihir yang agung." Ucap prajurit itu dengan senyum yang meremehkan.

•••••

Hmm? Penasaran nggak sama kelanjutan nya? Kalo penasaran spam komen 'next' biar aku up cepet, bintangnya jangan pelit yaa. Mwahh😗

TRANSMIGRASI VEYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang