bab 11. menyukai nya?

193 30 0
                                    

Bintangnya jangan lupa yaaa! Happy Reading!!

🌟🌟🌟

"Kami yang akan menghabisi mu terlebih dahulu, penyihir yang agung." Ucap prajurit itu dengan senyum yang meremehkan.

Penyihir Daive tertawa saat mendengar penuturan dari prajurit itu. "Haha, kalian? Akan menghabisi ku? Emang bisa?! Bahkan, kalian yang menyerangku dengan seribu pasukan pun kalah denganku." Penyihir Daive tersenyum miring.

Seluruh prajurit yang berada disana mengepalkan tangannya dengan kuat, mereka jelas tidak terima jika dihina seperti itu. Tapi, memang benar adanya jika seribu pasukan yang dulu sempat menyerang penyihir Daive, pernah kalah begitu saja. Dan dapat dipastikan seberapa kuatnya penyihir Daive? Apakah mereka akan menang kali ini? Sedangkan mereka hanya dua ratus orang.

"Kali ini, kami tidak akan kalah!" Ujar prajurit itu.

"Baiklah, itu terserah anda saja." Penyihir Daive mengangkat kedua bahunya, lalu mengambil pedang yang dia letakkan di bagian kiri kaki nya.

"SERANGGGG!" Seru ketua dari prajurit.

Peperangan pun dimulai dengan lawan satu banding dua ratus, apakah kali ini penyihir Daive akan menang? Atau, kalah ditangan prajurit?

Suara pedang yang saling beradu itu bagaikan musik yang mengalun, penyihir Daive melawan dengan sangat tenang, pikiran nya terfokus supaya tidak lengah dan berakhir tumbang. Bahkan, saat ini sudah puluhan prajurit terjatuh terkena serangan dari penyihir Daive.

Saat ini penyihir Daive berhadapan dengan ketua prajurit, mereka saling beradu tatapan tajam.

"Kali ini, kau akan habis ditangan ku!" Ujar prajurit dengan tersenyum miring.

"Tidak akan!"

'slap'

Sebuah pedang menancap di perut penyihir Daive hingga tembus ke belakang, ia terkejut dengan penyerangan yang tiba-tiba. Penyihir Daive menatap prajurit itu dengan tatapan murka, bahunya naik turun dengan nafas memburu karena menahan amarah, dia mengambil pedang yang menancap di perut nya. Tentang luka ini, sangatlah kecil baginya dan pastinya sangatlah mudah bagi penyihir Daive untuk menyembuhkan luka tersebut. Dengan tenaga yang tersisa dia tetap melawan prajurit itu hingga semuanya tak bersisa kecuali sang ketua.

"Hahaha, kau tidak akan bisa menghabisi ku wahai penyihir!" Prajurit itu mengayunkan tangan nya dan muncul lah sebuah cahaya merah dari telapak tangan nya, yang dapat diperhatikan jika itu adalah cahaya kekuatan jahat.

"Dia, sudah mempunyai kekuatan?" Tanya batin Daive.

Dengan sekali serangan berhasil membuat penyihir Daive memundurkan tubuhnya beberapa langkah, dia merasakan bahwa energi dari serangan tersebut sangatlah sakit dirasakan, tak seperti energi kekuatan yang lain.

"Kenapa? Kaget?!" Ujar prajurit, dia mendekati penyihir Daive. "Kali ini, aku bukanlah prajurit yang lemah seperti yang kau kenal. Kau tau? Apa enaknya jadi prajurit? Nggak ada! Maka dari itu, aku belajar supaya bisa mempunyai kekuatan yang besar, dan akan menghabisi kalian yang suka menyuruhku!"

Prajurit itu mengeluarkan sebuah buku yang tersimpan di tas yang ia bawa, penyihir Daive terkejut saat melihat buku yang ditunjukkan prajurit. Itu adalah buku nya, buku yang ia rangkum, bagaimana cara untuk mendapatkan kekuatan? Bagaimana dia bisa mendapatkan buku itu?

"Kau dapat dari mana buku itu? Kembalikan!" Penyihir mencoba mengambil buku tersebut namun tak bisa.

"Tidak semudah itu penyihir, saya mendapatkan buku ini dengan susah payah, jadi saya nggak mungkinlah menyerahkan nya ke anda begitu saja. Oh iya, saya ngambil ini saat kau memanggilku untuk datang ke rumah mu. Nanti kalo saya sudah mempunyai kekuatan besar, akan saya kembalikan buku ini." Ujar prajurit, dan dalam sekejap mata, tubuh prajurit hilang begitu saja.

"Sial, dia sudah mendapatkan beberapa kekuatan yang sama dengan ku. Itu akan sangat susah untuk melawan nya, karena kekuatan kami akan imbang." Penyihir Daive meninju angin ke depan, dia sangat murka saat ini juga.

Buku yang prajurit itu curi bukanlah buku yang asli, buku itu merupakan buku duplikat yang ia buat, buku yang asli ia simpan di suatu tempat yang sangat tersembunyi. Tapi, bagaimana pun juga, buku itu sangatlah berbahaya jika jatuh di tangan orang yang salah.

Sesaat kemudian, dia tersadar dengan muka nya. "Astaga, wajah ku!" Penyihir pun menghampiri kuda nya dan dia melakukan teleportasi untuk cepat sampai ke rumah nya.

•••••

Di ruang makan istana, semua keluarga bangsawan sedang berkumpul disana, beberapa pelayan terlihat sedang menyiapkan makanan untuk sang tuan. Terlihat Vey yang saat ini duduk dengan tenang, dia tak sadar jika ada pasang mata yang sedang melihat nya, dia tetap melakukan kegiatan nya, yakni makan.

"Sayang, kamu makan nya yang banyak ya, biar badan nya cepat sembuh." Ujar Shabrina. "Apa, mau aku suapin?" Tanya nya.

"Tidak usah." Sahut pangeran.

"Kenapa sih, dari tadi pangeran tak menatapku sama sekali, malahan dia menatap wanita kusut yang ada di depanku." Ucap batin Shabrina.

Memang benar jika sedari tadi pangeran tak pernah menatapnya, karena manik mata pangeran terfokus selalu untuk menatap raut wajah cantik Vey. Saat ini Vey sedang kesusahan untuk memotong daging yang ada di piring nya, pangeran yang melihat itu pun merasa gemas sendiri, ingin rasanya ia memotong kan daging tersebut, tapi dia takut jika Shabrina akan marah padanya.

'plak'

Daging yang Vey potong melayang tepat ke wajah kaisar, wajah kaisar memerah padam saat ada daging di muka nya. Anaknya yang melihat itu pun menatap Vey dan kaisar dengan tatapan polos nya.

"Kau!" Ujar kaisar dengan suara yang tertahan, dia menatap tajam ke arah Vey.

Vey segera bangkit dari duduknya lalu menghampiri kaisar, dia mengambil tisu dan mengelap wajah kaisar yang terkena bumbu daging.

"Maaf, kaisar. Lagian kenapa anda tidak menghindar?" Ucap Vey di sela mengelap nya.

"Bagaimana aku tau jika akan ada daging melayang?"

"Masa nggak tau? Aku aja tau kalo daging itu akan melayang." Memang Vey sudah memiliki firasat jika daging yang ia potong akan melayang.

"Lalu? Kenapa kau tak memberi tahu ku?" Tanya kaisar dengan alis terangkat satu. "Apa kau sengaja supaya bisa dekat-dekat dengan ku?"

Vey menghentikan mengelapnya, dia menepuk bahu kaisar beberapa kali. "Haduh, kaisar, anda ternyata mempunyai jiwa tinggi yang sangat percaya diri, ya?" Vey tertawa saat mengatakan itu.

"Tentu saja! Bahkan aku tau jika kau menyukai ku." Mendengar ucapan kaisar membuat Vey membulatkan mata nya tak percaya.

"Kalo aku menyukai mu, apakah anda akan jatuh cinta kepada ku, tuan?" Tanya Vey dengan mensejajarkan wajah dengan kaisar yang saat ini duduk dikursi.

"Tentu." Sahutnya.

"Bagus, ini akan mempermudah kan aku untuk membuatmu jatuh cinta. Biarlah aku pura-pura menyukai nya, yang penting misi dari sistem selesai."


TRANSMIGRASI VEYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang