Di uji kesabarannya

1K 130 9
                                    


"Selain butuh stok bahan dapur, kita juga butuh stok kesabaran."
-Jae Arthia Azka-



-Selamat Membaca_
*****



Saat ini mereka semua sedang berada di rumah namun berpencar. Seperti Hanan dan Renza yang berada di Taman Belakang, Jae dan Melvin berada di dapur, Jen yang sedang tidur di kamar lalu ada Jidan dan Cendra yang berada di ruang tamu.


Di Taman Belakang

Terlihat Hanan dan Renza yang sibuk membersihkan rumput-rumput yang berada di pot bunga. Itu semua hanya untuk mengisi kegabutan Renza. Hanan? Dia dipaksa oleh Renza.

"Nan."

"Apa, hm?" Hanan yang sedang asik mencabut rumput langsung mengalihkan pandangannya ke Renza.

"Lu, suka sama bunga ga?" tanya Renza sambil melihat Hanan.

Hanan hanya tersenyum dan memandang langit yang terlihat bagus. Cuaca hari ini cukup mendukung karena tidak terlalu panas.

"Kalau dibilang suka sih gue suka. Siapa sih yang ga menyukai hal seindah itu di dunia ini."

"Terus, bunga apa yang lu suka?" tanya Renza kembali.

"Gue suka bunga matahari."

"Bunga matahari itu menurut gue melambangkan kehangatan, dan gue pingin kehidupan gue bagaikan seperti bunga matahari." lanjut Hanan sambil tersenyum manis ke arah Renza.

"Kenapa?" tanpa sadar Renza langsung bertanya.

"Pingin masa depan gue secerah warna bunga matahari dan di keliling orang-orang sehangat nama bunga matahari, contohnya kaya kalian."

"Gue jadi terharu dengernya." ucap Renza yang langsung merentangkan tangan untuk memeluk Hanan.

"Stop, tangan lu kotor Renza." cegah Hanan saat Renza ingin memeluknya.


Di dapur

Tidak seperti di Taman Belakang yang keadaannya aman damai, di dapur malah kebalikannya.

"Kasih minyaknya dulu Melvin baru telurnya."

"Biar ga meletus, Jae."

"Ya kalo cara gorengnya kaya gitu, lu mau makan apa? Hikmahnya doang?" ucap Jae yang tak habis fikir dengan temannya yang satu ini.

Bagaimana tidak, cara Melvin menggoreng telur terlihat berbeda dengan yang lain. Melvin memasukkan telurnya terlebih dahulu baru minyaknya dengan alasan takut meletus.

"Ya telurnya lah, pakai nanyak lagi lu." ucap Melvin dengan nada sedikit sewot.

"Kesabaran gue lagi di uji" batin Jae sambil menatap Melvin dengan wajah datarnya.

"Biar gue aja yang goreng, mending lu duduk aja." ucap Jae yang langsung mengambil alih tugas Melvin.

"Yaudah kalo lu nya maksa." ucap Melvin.


Di Ruang Tamu

"Ji, tiba-tiba gue kepikiran sesuatu." ucap Cendra sambil memakan cemilan.

"Apa?"

"Duluan telur atau ayam?" tanya Cendra dan langsung mendapatkan tatapan bingung dari Jidan.

"Maksudnya?"

"Jawab aja, Ji" ucap Cendra dengan tak sabarnya.

"Duluan telur." jawab Jidan dengan ogah-ogahan.

"Oke, duluan ayam atau telur?" tanya Cendra kembali.

"Ayam, Cen."

"Kok lu tau sih, Ji." ucap Cendra yang tak terima.

"Ya kan lu nanyak duluan ayam atau telur, ya tinggal liat lu ngomongnya ayam duluan atau telur." jelas Jidan dengan malasnya.

"Tumben lu pinter." ucap Cendra dengan julidnya.

"Gue emang pinter, gak kaya lu." sewot Jidan, sedangkan Cendra hanya bisa mendengus kesal.

"Eh, Bang Jen belum bangun juga?"

"Belum, tau sendiri kan kalo tidur susah bener dibangunin." ucap Jidan dan langsung dibalas anggukan oleh Cendra.

Setelah itu, keadaan di Ruang Tamu kembali sunyi, mereka berdua disibukkan dengan kegiatan bermain handphone.

"Gue bosen, Ji." ucap Cendra namun tak ada balasan dari Jidan.

Cendra yang merasa diabaikan pun tak terima.

"Ji...." panggil Cendra namun tetap tak ada jawaban sama sekali. Jidan terlalu fokus dengan handphonenya, sampai tidak memperhatikan sesuatu disekitarnya.

"Jidan Izqian Alvarez." panggil Cendra kepada Jidan kini menggunakan nama lengkapnya saking kesalnya dengan Jidan.

"Apa Cen?"

"Gue bosen nih." ucap Cendra sambil berguling-guling di karpet.

"Ya terus gue harus apa? Salto?" tanya Jidan sambil menatap tingkah laku Cendra yang berguling-guling di karpet. Segitu bosannya kah dia?

Jidan yang sudah terlalu malas melihatnya langsung menarik kaki Cendra supaya berhenti.

"Apa?"

"Ayok ke tempat Bang Hanan sama Bang Renza." ajak Jidan dan langsung dibalas anggukan kepala oleh Cendra dengan semangat.

"Hati-hati Cen, gue takut pulak kepala lu copot saking semangatnya." ucap Jidan dan langsung di balas tatapan tajam oleh Cendra.

"Udahlah yok ke tempat Bang Hanan." ajak Cendra dan langsung menarik Jidan.

Setelah sampai di Taman Belakang, mereka berdua melihat Hanan dan Renza sedang berdebat.

"Rajin amat, Bang. Sekalian yang di depan ya Bang." ucap Cendra yang datang-datang langsung mengibarkan bendera merah.

"Diem lu kutu kupret." ucap Hanan sambil menunjuk Cendra dengan kayu kecil.

"Hehehe peace, Bang."

"Lagi ngapain sih, Bang?" tanya Jidan basa basi.

"Lagi masak, ya lagi nanem bunga lah. Lu kalo kepingin basa basi minimal yang berkelas dikit, Ji." jawab Renza dengan kesalnya.

"Tau tuh, basa basi yang kelewat basi." ucap Hanan sebagai kompor meleduk.

"Sabar aja lah gue." batin Jidan.

Setelah itu, mereka kembali melanjutkan kegiatan menanam bunga yang dibantu juga oleh Jidan dan Cendra. Memang ya, tadi aja ribut mulu sekarang malah akur.

"Ren, jangan mawar terus lah. Sekali-kali bunga kantil biar cantik." ucap Hanan dengan tangan yang masih sibuk mencampur pupuk ke tanah.

"Lu niat mempercantik rumah apa ngundang tamu ghaib, Nan?" tanya Renza yang masih ada stok kesabarannya.

"Ya kalau bisa keduanya kenapa harus satu."

"Menurut gue bang, lebih baik milih satu aja dari pada keduanya." timpal Jidan dan dibalas anggukan oleh Cendra.

"Nih anak satu kan beda dari yang lain." ucap Renza yang tak habis fikir dengan jawaban Hanan.

Sedangkan mereka bertiga hanya bisa tertawa, padahal tidak ada yang lucu.

*****




Jangan lupa Vote & Comment!!

Karna Vote & comment an kalian itu membuat Author semangat untuk melanjutkan ceritanya.

Makasih juga yang udah spam 'Next'.
Sesuai janji, update kali ini double ya.

Nt: Aku cuma bikin cerita ini di Wattpad ya, ga ada di aplikasi lain. Terima kasih! >.<

7 Bintang|| NCT Dream Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang