Part 1

956 62 1
                                    

Seorang wanita tampak terdiam menatap jalanan dari balik jendela. Hujan mengguyur ibukota dan malam hari ini terasa lebih menyenangkan. Seharusnya seperti itu.

Namun hujan membawa banyak cerita tidak menyenangkan baginya. Dia benci hujan. Meskipun malam ini wanita itu ditemani seporsi poffertjes kesukaannya, tetap saja rasa tidak suka akan hujan mengalahkan poffertjes ini.

Sedikit decakan kesal terdengar. Jakarta tidak pernah tidur. Meskipun ini sudah pukul 8 malam, di hari Rabu yang padat. Jalanan masih ramai tidak seperti cafe kecil ini. Hanya ada Mitha, wanita yang membenci hujan dan  seorang pria asing yang lebih memilih duduk di meja bar. Membelakangi Mitha yang duduk di salah satu meja samping jendela besar cafe itu.

Suasana cafe yang tenang berbanding terbalik dengan jalanan padat di luar. Pejalan kaki yang menggunakan payung, mobil yang mengantri jalan perlahan, tetesan hujan yang turun cukup deras, semua tampak sibuk. Hanya cafe ini dan isinya saja yang ingin mengambil ketenangan di tengah hiruk pikuk yang terjadi.

Satu suapan kue yang lembut namun kini Mitha terasa kecut sendiri. Seharusnya terasa manis apalagi poffertjes punya taburan gula halus. Namun yang ia rasakan berbeda.

Ariel.

Sebuah nama terlintas di kepalanya. Senyum kecut Mitha terlihat. Senyum kecut yang lama kelamaan tergantikan dengan wajah sendu. Rasa ingin menatap pofferjes itu sudah tidak ada. Kini yang ada perasaan sedih dan tidak nyaman.

Dia adalah bagian dari kehidupan Mitha. Seseorang yang tidak direncanakan kedatangannya begitu juga dengan kepergiannya. Yang menghabiskan sembilan bulan di dalam tubuhnya dan sempat mengobati luka Mitha.

Bayi kecilnya. Anaknya kini pergi karena Tuhan lebih menyayangi Ariel.

Tidak terasa setetes air matanya jatuh. Empat tahun sejak kepergian Ariel namun ia terus bersedih. Menyalahkan diri sendiri. Ada banyak hal yang harus Mitha lakukan untuk Ariel. Banyak ucapan maaf yang ia sudah siapkan. Untuk tidak bisa memberikan figur ayah, untuk dirinya yang menjadi seorang single parent, untuk semua kesalahannya. Namun Ariel pergi begitu cepat.

Hanya dua bulan dan bayi kecil itu pergi selamanya. Meninggalkan ibu yang sangat menyayanginya karena demam tinggi yang disebabkan oleh infeksi organ dalam.

Hujan yang mengguyur kota semakin deras, menyamarkan isak tangis tertahan Mitha. Setetes, dua tetes, hingga Mitha tanpa sadar mengusap pipinya.

"Ah, jadi berantakan," gumam Mitha kecil melihat bercak hitam eyeliner yang muncul di telapaknya ketika mengusap air mata.

Mitha mengambil tasnya asal lalu berdiri dari bangkunya. Hendak pergi menuju toilet untuk memperbaiki riasan wajahnya.

Sibuk berfokus mengambil tissue di tasnya sembari berjalan, ia tidak melihat seorang pria yang berjalan di depannya. Hingga ia menabrak pria itu tanpa sengaja.

"O-oh! Ma-maaf, Mas," ucap Mitha spontan sembari mendongak melihat pria yang ia tabrak.

Ketika tatapannya bertemu dengan wajah pria itu, Mitha terdiam. Ia tau persis siapa pria ini. Pria yang seharusnya tidak ia temui lagi. Pria yang ia tinggalkan karena keadaan. Pria yang dulu pernah mengisi hatinya.

Arlo Galih Nugroho.

Dia pria yang pernah menjadi seseorang yang sangat spesial bagi Mitha. Pria yang menemani hari-harinya, membuat ia dipenuhi senyum dan tawa bahagia, yang mengejarnya ketika marah, meminta maaf lebih dahulu, mengantar jemputnya dengan aman, sampai pria yang menjadi ayah dari mendiang bayi kecilnya.

"Mitha?"

Sial. Umpat Mitha dalam hati. Ia tidak mau berurusan dengan Arlo lagi. Ada alasan mengapa Mitha lari begitu saja meninggalkan Arlo saat itu. Meskipun ia memiliki alasan untuk menuntut pertanggungjawaban.

"Sasmitha Rania?" ulang Arlo lagi membuat Mitha semakin panik. Ia memejamkan matanya sesaat untuk menenangkan diri dengan cepat.

Mitha tau ia tak punya pilihan lain. Ia bergumam kecil, tidak ada yang tau apa yang Mitha gumamkan. Sebelum akhirnya ia menatap dengan jelas kedua mata yang dulu menjadi mata kesukaannya.

Mata yang selalu menatapnya penuh dengan perasaan, mata yang bersedih ketika dirinya jatuh sakit, mata yang khawatir saat dirinya pulang larut, mata yang menatapnya penuh puja di setiap waktu. Juga mata yang menangis mengakui dilema mereka kala itu.

"Arlo? Lama nggak ketemu," ujar Mitha sembari memaksakan seulas senyum di wajahnya.

Ia harus kuat untuk 5 menit ini saja. Untuk basa basinya. Karena Mitha sudah merencanakan pelariannya setelah ini. Tuhan sudah menghukumnya karena bermain dengan pria ini. Ia kehilangan bayi kecilnya dan Mitha tidak mau merasakan duka yang sama ketika harus berhadapan dengan Arlo.

Namun respon yang Mitha dapatkan berbeda. Kening pria itu sedikit mengkerut. Tangannya meraih pundak Mitha. "Kamu baik-baik aja?" selidik Arlo.

Apa bekas nangisnya ketara banget, ya? Gue mesti apa ini. Gumam Mitha dalam diam.

"Baru ketemu, nanyanya langsung kepo gitu, Ar."

Suara lain membuat baik Arlo maupun Mitha menoleh. Membuat Mitha semakin mati kutu. Pria yang menjadi pengunjung cafe itu, satu-satunya pengunjung lain di luar Mitha yang duduk membelakanginya ternyata seseorang yang Mitha kenal.

Ia tidak menaruh perhatian lebih ketika pria itu masuk. Saat Mitha sadar, ia hanya melihat seoarang pria sudah duduk di meja bar cafe itu. Membelakangi dirinya dan Mitha tidak mau tau juga siapa pria itu.

"Masih inget gue dong, Mitha Cantik?"

Morhan, teman baik Arlo sekaligus rekan kerja mereka berdua. Si pemain tingkat atas yang sudah menyakiti banyak hati wanita. Lihat saja penampilannya setelah 5 tahun berlalu. Di umur pertengahan tiga puluhnya, Morhan terlihat awet muda. Dengan jaket kulit dan kaus putih polos yang ia gunakan.

Tapi yang Mitha tau saat Morhan muncul di hadapannya maka hilang sudah kemungkinan berbasa-basi secepat kilat lalu pergi.

Malam ini akan menjadi malam yang panjang untuknya.





~~~


Author's Note:

Olla, Peeps!!
Lama tidak jumpa yaa. Hihihi. Semoga masih ada yang mengingatku di sini. Setelah lama sekali tidak menulis (dengan benar), kesibukan una-unu tidak jelas, playlist spotify yang silih berganti, dan ide-ide yang sebenarnya banyak tapi tidak terealisasikan dengan baik...... Swellingdumplings kembali!

Mungkin updatenya gak akan secepat dulu karena aku harus mengumpulkan pundi-pundi uang di tengah hutan😅

Semoga ceritaku masih bisa menghibur kalian.

Warmest Regards,
Swellingdumpling🦭

Mahakam BerceritaHikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin