Lima tahun berlalu dan dunia ini masih senang bermain dengan dirinya. Arlo menatap wanita di depannya dengan raut tak terbaca. Sudah lima menit mereka duduk seperti ini.
Arlo, Mitha, dan Morhan. Morhan sibuk berceloteh mengingat masa di saat mereka bertiga bekerja di satu tempat yang sama. Sesekali Mitha hanya tersenyum tipis dan menimpali dengan balasan ringan.
Hanya Arlo yang terdiam. Sibuk menyelami pikirannya. Sudah menginjak 5 tahun sejak ia tidak melihat Mitha. Mitha tidak berubah jauh dari seorang wanita berumur 25 tahun yang ia kenal dulu. Ia hanya terlihat jauh lebih dewasa. Tidak ada cengiran atau guyonan anak kecil yang dulu sering Mitha lemparkan.
"Ar, diem aja tumbenan. Mana liatin Mitha terus. Masih belum move on?"
Pertanyaan tanpa filter milik Morhan telak membuat Arlo tersadar dan Mitha yang tak nyaman. Semua di tempat kerja mereka dulu tau apa yang terjadi dengan kedua orang ini. Mereka memiliki sesuatu yang lebih dari rekan kerja.
Meskipun Arlo sudah berkeluarga saat itu.
"Ya kali sih. Mbakku itu body-nya semlehot. Mana bisa Arlo ini pindah ke lain hati," celetuk Mitha bercanda.
Ia berusaha menanggapi Morhan dengan sesantai mungkin. Semua itu sudah jauh di belakang. Tidak ada lagi kata 'Kita' dalam kamus Mitha dengan Arlo.
Morhan tampak mengerutkan kening. Memancing Mitha yang kebingungan dengan respon Morhan. Ia melirik Arlo sesaat. Wajah pria itu terlihat datar. Tidak mengeluarkan ekspresi aneh seperti Morhan.
"Mit, lo gak tau?" cicit Morhan kecil.
Kini kebingungan semakin menyelimuti Mitha. Keningnya pun ikut berkerut seperti Morhan. "Huh?"
"Diana meninggal empat tahun lalu." Akhirnya Arlo membuka suaranya.
Istrinya meninggalkannya empat tahun lalu. Hanya karena memenuhi keinginan Arlo yang ternyata membahayakannya. Kedua mata yang terbungkus kacamata itu menatap gelas minuman di meja mereka. Sepertinya menatap gelas itu lebih menyenangkan sekarang.
Ada banyak hal yang terjadi dalam 5 tahun tidak hanya pada Mitha namun Arlo juga.
"Maaf. Gue gak tau."
Seulas senyum tipis terukir di wajah Arlo. Ia paham, Mitha tidak tau apa yang terjadi padanya. Wanita di depannya ini tiba-tiba saja tanpa memberitahunya mengajukan resign. Mereka bahkan tidak sempat bertemu di hari terakhir Mitha bekerja. Lalu setahun setelah Mitha pergi, kejadian naas itu datang. Diana pergi meninggalkannya. Untuk selamanya.
"Gakpapa, Mit. Aku paham kok."
Malam itu tidak hanya nostalgia masa lalu mereka, namun ada satu dua kenangan yang kembali muncul. Sesuatu yang sebenarnya tidak begitu ingin di kenang namun mau tak mau diingat.
~~~
Seorang anak kecil tampak berlari ketika melihat punggung pria dewasa di depannya. Senyum anak itu merekah lebar.
"Hap! Abang tangkap papa!" ucap anak itu lalu memeluk punggung ayahnya. Berakhir ia bergelangtungan manja sembali memeluk leher sang ayah dari belakang.
Arlo menoleh, menatap putra semata wayangnya. Ia berdiri dari posisi jongkoknya, membuat Dean, sang anak, kini tergatung di ketinggian. Tawa Dean lepas begitu saja. Tawa bahagia dari seorang anak berumur 4 tahun.
"Abang sama Nenek?" tanya Arlo yang sudah membenarkan posisi putranya. Membuat anak itu nyaman dengan posisi piggy back.
"Iya. Nenek ada di depan, Papa. Kata Nenek, kita mau pindah. Apa mainan Abang sudah masuk semua?" tanya Dean berentet pada sang ayah.

KAMU SEDANG MEMBACA
Mahakam Bercerita
General FictionJika ada kata yang tepat untuk mendeskripsikan Mitha maka Badut Dunia adalah jawabannya. Dunia ini dipenuhi 8 milyar manusia. Jakarta dengan 10 juta lebih penduduk. Waktu yang berbeda, kesibukkan yang berbeda dan ia kembali dipertemukan dengan kisah...