Part 11

220 24 3
                                    

Jakarta,
Masa kini.

Arlo menatap layar ponselnya baik-baik. Ia seakan mencerna dengan jelas tiap kata di sana. Dari semua hal, yang paling Arlo hindari adalah tugas keluar kota. Ia tidak mau meninggalkan Dean. Berat baginya meninggalkan putranya dan kali ini ia akan pergi untuk lima hari. Apalagi surat tugas ini dadakan. Ia baru menerimanya dan besok sudah harus berangkat.

Sebenarnya ini sudah biasa. Jika Arlo bertugas di luar kota, maka Dean akan dijaga ibu dan ayahnya. Kini permasalahannya, ibu dan ayah Arlo tengah berlibur di Mesir. Mereka tidak akan bisa pulang tiba-tiba hanya untuk menjaga Dean.

Inilah sulitnya menjadi anak tunggal. Arlo tidak memiliki saudara yang bisa membantunya menjaga Dean. Kini pilihannya ada pada keluarga dari pihak Diana.

Namun hubungan Arlo dengan keluarga Diana tampak sedikit renggang karena mereka menyalahkan Arlo atas kepergian Diana.

Sial. Batin Arlo.

"Papa! Let's go!" Di tengah pergumulannya, Dean menyadarkan Arlo. Anak itu sudah siap dan sedari tadi menunggu ayahnya yang terdiam menatap ponsel.

Seharusnya hari ini menjadi hari yang menyenangkan. Di meja depan Arlo sudah ada tas besar berisikan beberapa kotak makan yang akan diberikan kepada Mitha. Karena kemarin Mitha memberikan banyak makanan lezat untuk Arlo dan Dean, maka Dean meminta ayahnya untuk menemaninya berkunjung ke kediaman Mitha sekaligus memberi makanan enak untuk Aunty Mitha. Begitu kata Dean.

Atau lebih tepatnya bisa disebut memaksa.

Untung Mitha menyanggupi permintaan anaknya ini. Ia mengatakan baru akan sampai di rumah pukul 5 sore karena Mitha butuh pergi ke suatu tempat sebelumnya.

Berbeda dengan Arlo yang tampak memikirkan bagaimana anaknya ini nanti saat ia pergi dinas, Dean tampak tersenyum lebar sepanjang jalan. Ia sibuk memegangi bunga palsu buatannya yang kemarin ia buat bersama guru di taman kanak-kanak.

Beberapa bunga plastik dari sedotan berwarna merah, kuning, dan pink.

Tak butuh waktu lama dan kini keduanya sudah sampai di sebuah gedung kondominium tempat Mitha tinggal. Hanya terdiri dari lima lantai dan Mitha berada di lantai lima gedung itu. Sebuah intercom terhubung langsung dengan unit milik Mitha.

"Masuk aja. Akses lift-nya udah aku buka, Mas," jawab Mitha dari intercom ketika tau Arlo dan Dean sudah menunggu di bawah.

Arlo sedikit bertanya-tanya. Mengapa Mitha memiliki hunian yang sangat luas. Sebuah kondominium berisi 3 kamar dengan luas satu unitnya mencapai 200 m². Setara dengan sebuah rumah. Harga satu unitnya pun tidak berbeda jauh dengan harga kediaman yang Arlo beli.

Ia jelas mengetahui seluk beluk area ini karena saat melakukan survey area ini, Arlo juga mengambil brosur mengenai penthouse serta kondominium elite tempat Mitha tinggal. Bahkan ia sempat mempertimbangkan mengambil satu unit ketimbang membeli rumah di dalam cluster sebelah.

Seluruh pertanyaan yang berputar di kepala Arlo menghilang begitu melihat Mitha membuka pintu unitnya.

Kedua mata indah milik Mitha tampak sedikit bengkak dan sembab. Seakan wanita itu baru saja menangis.

"Aunty!" pekik Dean langsung melompat memeluk Mitha.

Berbeda dengan dia yang fokus pada area wajah Mitha, Dean langsung memeluk Mitha. Melepas rindu terhadap Aunty kesayangannya.

Tentu saja pelukan itu disambut hangat Mitha yang tersenyum. Bahkan kedua orang itu sudah pergi begitu saja meninggalkan Arlo yang terdiam di depan pintu.

Mahakam BerceritaWhere stories live. Discover now