Mahakam, kala itu.
Arlo menatap langit yang tampak gelap. Hujan deras akan datang dan jam sudah menunjukkan pukul 4 waktu setempat. Ia harus kembali mess sekarang.
Sebuah container kecil tempat departemennya bekerja. Ia mengambil salah satu kunci Triton Double Cabin yang tergantung. "Aku duluan ya," ucap Arlo sembari mengambil topi dan tas ranselnya lalu berlari masuk ke dalam salah satu mobil yang terparkir di depan container itu.
Baru saja ia menutup pintu dan hujan deras seperti ditumpahkan begitu saja.
Dia udah ada tebengan pulang belum, ya? Arlo bertanya-tanya dalam hati.
Tangannya hendak meraih ponsel di dalam saku. Namun Arlo mengurungkan niat. Ia tahu, Diana menyadap WhatsApp miliknya. Jika Diana tau Arlo memberikan tumpangan pada seorang rekan kerja wanita, maka selesai sudah.
Jalanan hauling pertambangan memang tidak pernah rata. Apalagi jika hujan. Akan sangat licin. Arlo mengemudikan mobilnya ke arah main office, tempat seseorang tengah berpikir keras bagaimana caranya pulang.
Ia memarkirkan mobil, berlari dengan cepat masuk ke dalam gedung, dan langsung menuju ke sebuah ruangan. Baju seragamnya tampak sedikit basah karena terkena hujan.
Main office ini tidak begitu besar. Sebuah bangunan dengan luas 200m² dan tidak bertingkat. Keadaan dalamnya sepi. Karena sudah mendekati pergantian shift juga. Banyak yang sudah pulang. Apalagi pekerja bagian administratif. Tangannya membuka salah satu pintu ruangan bertuliskan Engineering.
Seorang wanita duduk di satu dari dua meja di sana. Komputernya tampak menyala. Namun fokus wanita itu berada di tempat lain. Ia tengah melamun. Seulas senyum Arlo terukir.
"Gak ada Boss, bebas ya ngelamunnya," goda Arlo membuat Mitha menoleh.
"Lebih ke—lagi mikir sih. Mau pulang gimana," jawab Mitha seadanya.
Pertambangan ini masihlah baru. Sistem pun masih belum berdiri baik. Yang lebih parah? Pekerja perempuan seperti Mitha belum mendapatkan kamar di dalam site sehingga mewajibkan ia menggunakan moda transportasi apapun untuk mencapai mess wanita di luar site. Karena pekerja wanitanya pun hanya 7 orang, jadi mereka masih diletakkan di bangunan yang terletak ke arah kota. Tempat divisi eksternal berkantor.
Lalu Mitha setiap hari akan melakukan mobilisasi kurang lebih 3 jam untuk pulang dan pergi. Karena dari 7 orang itu, hanya Mitha yang perlu setiap hari berada di site maka harus ada seseorang yang mengantar jemput Mitha setiap harinya.
Arlo-lah orangnya. Meskipun ia seorang di level atas, Junior Manager, namun Arlo mengambil tugas menjadi supir bolak-balik Mitha. Karena ia juga memiliki jatah satu kasur di mess yang sama tempat Mitha berada.
"Hari ini, Mas Arlo gak stay di sini?" tanya Mitha pada Arlo.
"Pulang hari ini. Soalnya inget kamu gak ada tebengan. Sekalian mau ketemu Pak Boss di kantor sana," jawab Arlo pada Mitha.
Hanya butuh sesaat Arlo menunggu Mitha membereskan barang pribadinya. Lalu mereka sama-sama keluar dari main office. Hujan yang turun sangat lebat. Ketika Mitha hendak menerobos hujan untuk sampai ke mobil, Arlo menahan tangan Mitha.
"Kamu di sini aja. Aku bawa mobilnya deketin office dulu. Nanti kamu sakit lagi," ujar Arlo pada Mitha.
Sudah 4 bulan Arlo menjalani rutinitasnya memgangkut Mitha, ia jadi paham jika Mitha mudah sakit saat terkena hujan. Tidak hanya karena hujan, ketika bulanan pun wanita itu tampak selalu kesakitan. Ketika salah makan sedikit saja juga sama. Membuat Arlo merasa Mitha harus dijaga sebaik mungkin.

CITEȘTI
Mahakam Bercerita
Ficțiune generalăJika ada kata yang tepat untuk mendeskripsikan Mitha maka Badut Dunia adalah jawabannya. Dunia ini dipenuhi 8 milyar manusia. Jakarta dengan 10 juta lebih penduduk. Waktu yang berbeda, kesibukkan yang berbeda dan ia kembali dipertemukan dengan kisah...