Part 55

18 0 0
                                    

"gw.... gw... gw sayang lo, Cha...” kata gw akhirnya.

Ara terdiam, cukup lama. Diamnya Ara itu membuat gw khawatir, karena jangan-jangan apa yang gw lakukan ini adalah merupakan langkah yang keliru. Setelah cukup lama terdiam, dia menarik napas panjang, dan tersenyum.

“ya, gw tahu itu kok...” jawabnya pelan.

“maaf ya, Cha...”

“kok minta maaf kenapa?”

“ya maaf, kalo gw udah salah ngomong ini ke lo...”

Ara kembali terdiam, beberapa saat kemudian dia menggeleng pelan.

“engga, lo ga salah kok kalo ngomong seperti itu ke gw...” dia menarik napas, kemudian melanjutkan, “itu hak lo untuk ngomong seperti itu ke gw. Dan untuk itu, gw berterima kasih...”

gw melihat Ara tersenyum, tapi seperti ada sesuatu yang mengganjal di balik senyumnya itu. Sesuatu yang ga bisa gw duga apa itu sebabnya.

“gw tahu, kita berdua sudah terlalu lama saling diam satu sama lain, ga jujur atas perasaan masing-masing. Tapi sepertinya hari ini lo udah mencoba mengatakan apa yang lo rasakan ke gw...”

dia menggeser posisi tidurnya, menghadap ke arah gw, dan tersenyum. Lagi-lagi senyuman yang sama seperti sebelumnya, ada sesuatu dibalik senyum itu.

“berat buat gw nyimpen perasaan ini terus...” kata gw mengakui.

“ya jangan disimpen atuh, hahaha...”

“ya ini kan gw bilang ke elo, Chaaa...”

“iya iyaa, hahaha....”

gw hanya tertawa pelan mendengar jawabannya itu. Ingin rasanya gw bertanya lebih lanjut, tapi seperti ada yang menahan gw untuk bertanya.

“buat gw, hidup bersama lo disini, di kosan ini, adalah hal paling menyenangkan yang pernah terjadi di hidup gw. Lo udah memberi warna di hidup gw, Cha...”

“iya, begitu juga gw. Gw belum pernah ketemu cowok seperti lo, yang polos, lugu tapi perhatian dan lucu. Lo itu tipe gw, sebenernya...”

gw tertawa pelan. “gw ga punya tipe-tipean kalo soal cewek...”

“iyalah mau tipe-tipean gimana orang lo pacaran aja belum pernah...” balasnya sambil mencubit pipi gw pelan.

“ya makanya itu, gw terima semua tipe cewek apa adanya, hehe...”

“termasuk kaya gw?”

“hmmm, kalo kaya lo mah tipe semua cowok, Cha...” sahut gw sambil menjulurkan lidah.

Mendadak Ara memegangi tangan gw erat. Sangat erat. Gw menatap wajahnya, dan melihat matanya berkaca-kaca. Dia tersenyum sedih, seperti ada beban sangat berat dibalik itu semua. Akhirnya setitik air mata tampak turun, mengalir di pipinya tanpa berusaha dihapus olehnya.

“Cha, lo kenapa?” tanya gw.

dia menggeleng, menghapus air matanya namun ga menjawab pertanyaan gw.

“gw salah ya? maafin gw ya, Cha...” kata gw khawatir.

dia lagi-lagi menggeleng, kali ini dia terisak. Tangisannya begitu dalam, seakan ada setan yang menghantui hari-harinya, menakutinya begitu rupa.

“gw... gw kasihan sama lo, Gil...” katanya disela-sela isak tangisnya.

gw semakin bingung. Kasihan sama gw? Ada apa sama gw?

“kenapa kasihan sama gw, Cha? Ada apa?” tanya gw penasaran sekaligus khawatir. Perasaan gw campur aduk.

“gw.... lo ga bisa, Gil....”

“gw ga bisa? maksudnya apa, Cha?” gw terduduk, sementara dia tetap meringkuk, menangis di hadapan gw.

“Cha, maksudnya apa?” perasaan khawatir gw semakin meningkat seiring dengan pengulangan pertanyaan itu.

“lo ga bisa, Gil.... lo ga bisa....” katanya berulang-ulang sambil terisak.

“ga bisa apa, Chaaa...” dia masih memegangi tangan gw erat, bahkan yang gw rasakan genggaman itu bertambah erat.

“lo ga bisa sayang sama gw, Gil... lo jangan sayang sama gw...” jawabnya dengan suara parau. Rasanya ulu hati gw seperti ditonjok seseorang ketika Ara berkata begitu.

“kenapa, Cha?” tanya gw pelan.

Ara terdiam ga menjawab. Dinginnya angin pagi itu terasa lebih menusuk lagi, karena suasana seperti ini.

“kenapa?” gw mengulangi.

“karena....” dia sesenggukan, “... gw ga bisa menjanjikan selalu ada buat lo...”

“maksud lo?” gw heran dengan alasannya ini. “lo ga perlu selalu ada buat gw kok, Cha...” jawab gw. Entah harus menjawab apa lagi gw tentang ini.

dia menggeleng.

“bukan itu maksud gw...”

“terus?”

“mungkin waktu gw disini ga lama lagi, Gil...” jawabnya dengan suara parau.

rasanya gw seperti tersengat listrik mendengar itu. “kenapa, Cha? apa maksud lo ga lama lagi disini?” tanya gw lemas.

“gw harus pulang, Gil...”

“pulang? maksudnya lo ga balik sini lagi?”

dia mengangguk.

“kenapa? kenapa lo tinggalin kuliah lo? kenapa lo tinggalin temen-temen lo disini? kenapa lo tinggalin gw?” gw bertanya dengan panik bercampur emosi.

“maafin gw, Gil...” dia terisak lagi, “karena itu permintaan mama....” jawabnya sambil menarik napas dalam-dalam disela isakan tangisnya.

“mama minta gitu? kenapa, Cha?” buat gw ini semua ga masuk akal. Ada satu kepingan yang hilang disini. Ada sesuatu yang belum gw ketahui yang melatarbelakangi semua ini.

“mama pingin menghabiskan waktu selama mungkin sama gw....” jawabnya lemah.

“ada apa, Cha?” firasat gw mengatakan sesuatu yang sangat buruk.

Ara hanya tersenyum, dan memegang erat tangan gw.

“berjanjilah sama gw, kalo lo selalu bisa menghadapi masalah di hidup lo yah meskipun ga ada gw. Janji?” ucapnya.

“Chaaa... maksud lo apaa...” rasanya gw ingin menangis mendengar itu.

“janji?” dia tersenyum, walaupun air mata terus mengalir di pipinya.

gw menarik napas panjang, dan terdiam beberapa detik sebelum akhirnya gw bisa menjawab.

“iya, Cha, gw janji.”

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 19 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Dunia Yang SempurnaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang