24. Pura-Pura Honey Moon

6.4K 470 14
                                    

Merah muda memenuhi mata. Semilir angin membelai helai rambut terurai. Ranting yang bergesekan, langkah berjalan, tawa senda gurau. Ini lebih dari cukup untuk menetralkan penat.

Sakura, siapa pun ingin setidaknya memiliki satu di halaman rumahnya. Hanya saja, bunga itu punya Tuan. Tak bisa sembarang tumbuh di Negara mana pun. Membuatnya endemik di negeri Jepang saja.

Bagi Negara lain, Sakura seperti berlian berharga. Sangat langka dan special. Hanya bisa ditemui sekali di musim semi. Bertepatan dengan mekarnya Sakura. Adeen dan Ayu memutuskan honey moon ke Jepang.

Sengaja, dibalik honey moon. Sebenarnya Adeen punya keperluan bisnis dengan Tuan Hiroshi. Pemilik perusahaan makanan kemasan. Sekalian saja kan? Lagi pula Jepang sedang musim semi. Jalanan akan dipenuhi kelopak sakura. Ayu pasti suka.

Yup! Tebakan Adeen benar. Ayu sangat suka. Sangking sukanya, Adeen tak habis pikir bahwa istrinya bisa mematahkan ranting pohon sakura saat mereka tengah berjalan santai di pagi hari. Untuk ke sekian kalinya….

Menghadapi Ayu adalah seberat-beratnya ujian!

Adeen memasang tampang masam. Ia bersedekap tangan sambil menatap Ayu lamat-lamat. Tak bersuara. Hanya melihat saja. Tentu saja itu bukan tatapan biasa. Ayu dibuat ketar-ketir dan memilih menunduk saja sambil memainkan jemarinya.

“Apa jari itu lebih penting dari aku?” Adeen membuka suara. Tubuhnya letih setelah mengurus banyak hal akibat pelanggaran yang Ayu perbuat. Oh tentu saja Adeen harus berhadapan dengan polisi setempat dan membayar denda. Tak disangka pohon Sakura yang dipatahkan Ayu ternyata dalam perlindungan pemerintah setempat.

“Ma-maaf,” ucap Ayu lirih.

Terpantau Adeen memijit kening. Dia mendesah pelan berharap desah itu bisa menghilangkan segala kesialan. Bagaimana pun honey moon pertama ini akan membekas selamanya.

“Ayu, sekali lagi kamu berulah. Aku akan meninggalkan mu di pingggir jalan. Biar kamu jadi gelandangan!”

“Ja-jangan to Mas. Lha aku ndak ngerti bohoso jepang. Nak aku diculik piye?”

“Makanya bersikaplah sewajarnya wanita. Kamu harus belajar banyak dari Sakila.”

“Yee, Sakila terus. Kenapa ndak Mbak Sakila aja yang dibawa?!” Ayu bersedekap tangan. Wajahnya melengos dengan bibir menukik tajam.

Diam-diam bibir Adeen saling menjauh. Membentuk senyum samar yang akan pudar ketika netra coklat terang itu menangkap.

“Sudahlah, tidur sana. Besok aku ada pertemuan dengan Tuan Hiroshi. Kamu di sini saja. Ingat! Untuk besok, jangan kemana-mana!”

Tadinya terselip niat untuk memperkenalkan Ayu. Adeen pikir wanita pemilik manik coklat terang ini sudah siap secara fisik dan mental. Ah, abaikan soal fisik. Adeen akui, sejak awal, Ayu lumayan. Fashionnya saja yang kurang. Syukurnya kini sudah membaik. Fisik saja tidak cukup. Mental dan perilaku Ayu yang mengkhawatirkan. Terlebih budaya Negara ini asing baginya.

Menurut saja, Ayu mengangguk-angguk pasrah. Dalam hatinya terselip kesal. Padahal ini pertama kalinya Ayu ke luar negeri. Tapi disuruh diam di hotel.
Ayu beranjak dari ranjang. Turun dan berjalan lunglai ke sofa. Seperti sudah terpatri erat bahwa Adeen tidak mungkin mau tidur satu kasur dengannya. Ayu mengalah saja. Dari pada kena marah lagi.

“Mau kemana?” Ucapan Adeen membuat Ayu berhenti. “Mau tidur,” jawab Ayu.

“Di?”

“Tuu….” Tunjuk Ayu pada sofa.

Ada hati yang tersentil atas respon itu. Sisi kelakiannya memberontak. Mana ada laki-laki yang membuat perempuan tidur di sofa sedang dirinya tidur di ranjang?

Menolak Jadi JandaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang