odin

19 1 0
                                    

"A woman is like a tea bag; you never know how strong it is until it's in hot water." - Eleanor Roosevelt

Art: Portrait of Tsarina Elizabeth Petrovna, 1760, Carle van Loo, Peterhof State Museum

Aku tidak terlalu menyesali keputusan untuk mengakhiri diriku malam itu. Hanya beberapa hal yang membuatku menyesal. Seperti tidak menelpon kembali ke rumah dan mengatakan perasaan ku yang sebenarnya pada siapapun yang mengangkat telepon ku.

Selain itu, aku tidak memiliki hal lain untuk di sesali, hanya itu. Sampai saat aku membuka mataku dan menangkap adegan wanita berumur 40 tahunan sedang menimang buntalan kain di depanku. Buntalan tersebut tampak menggeliat dengan suara merengek khas bayi. Penyesalan ku bertambah karena berpikir mungkin aku diculik dan di jual di pasar gelap. Badanku tidak dapat di gerakkan tetapi dapat kurasakan bahwa aku sedang terduduk.

Harusnya orang yang kritis setelah bunuh diri dibawa ke rumah sakit atau lebih parahnya ke rumah duka. Aku harusnya berada di salah satu opsi diatas. Namun adegan yang ku dapati sekarang tidak menggambarkan dua opsi yang ku sebut. Orang gila mana yang berani membawa bayi ke rumah duka atau rumah sakit.

Kemudian, telingaku mulai berdengung dan rasa sakit menyerang kepalaku. ku coba perlahan menguasai tubuh ini dan mengumpul kan kekuatan otot untuk menggerakan ribuan sendi sendi. Mengangkat tanganku untuk memijat pelan dahiku. Memejamkan mata sejenak dan memikirkan kemungkinan paling rasional mengapa aku disini.

Ingatan terakhir yang ku ingat hanyalah aku yang menghisap rokok di dalam mobil terkunci dengan jendela tertutup di dalam garasi rumahku. Keracunan oksigen membuat ku kehilangan kesadaran dan ingatanku berhenti disitu.

"Madam, anda baik baik saja? Anda terlihat pucat. Apakah tangisan tuan muda menganggu anda?" Tanya suara yang bersumber dari wanita di depannya. Dengan cepat ku angkat kepalaku dan menatap wanita dengan raut wajah khawatir. Wajah berkeriput dan rambut putih di sanggul memandang lurus ke arahku.

"Um, ah ya aku baik baik saja, hanya sedikit sakit kepala" Jawabku jujur.

"Lalu apakah anda ingin saya keluar bersama dengan tuan muda agar anda dapat beristirahat? His grace sedang keluar dan akan kembali paling lambat lusa, maka hari ini anda tidak perlu mengawasi tuan muda" Jawaban dari wanita tua di depanku membuat ku terheran. Tuan muda? His grace?

"Mohon maaf nona, boleh kah saya bertanya saya ada dimana sekarang? Dan tolong jelaskan ada apa ini?" Tanyaku cepat. Kemungkinan diriku telah di jual di pasar gelap masih mengerayangi benakku.

Kini kerutan keheranan mulai menghiasi dahi sang wanita tua. Ia tampak Kebingungan setengah mati. "Madam, anda serius menanyakan hal tersebut?" Tanya nya balik sambil mencoba menenangkan bayi di gendongannya. Sedari tadi bayi tersebut ribut dengan tangisannya.

"Tentu saja aku serius, rumah sakit-" Rasa sakit tiada tara menginterupsi sesi tanya jawabku. Lipatan lipatan memori mulai terbuka dan menampilkan kisah hidup seseorang. Mulai dari ia remaja sampai pada hari pernikahannya.

Kisah dari wanita bangsawan bernama Alexandra Charlotte.

Tes tes ombak...
Jujur pas nulis cerita ini aku agak nyesel. Karena pov nya kebalik sama cerita nya Isabella dan Alfonso. Harusnya ini yang third pov, tapi capek kalo mau revisi ulang :((.

The Ending Before The Beginning : Cold Hearts, Royal BloodWhere stories live. Discover now