🚀TIGA🚀

23 7 17
                                    

Tet....tet...tet...
Para siswa dimohon untuk kumpul di lapangan karena ada pembagian sembako sekaligus vaksin masal.
Sekali lagi, para siswa dimohon untuk kumpul di lapangan karena ada pembagian sembako sekaligus vaksin masal. Toleransi 5 menit.

"Ck, berisik amat tuh orang. Woy, emangnya kenapa kalau kagak ke lapangan hah?" Stella berdiri di atas meja sambil menunjuk sebuah kotak di pojok kelas yang berbunyi tadi. "Apa tadi? Sembako sama vaksin? Dikira orang jompo kali!" kesalnya.

"Ya lu mau ngomong mau ngamuk kek mana juga kalau ke kotak di atas mana bisa balas pea," ucap Laras.

Para siswa_

Gubrak

"Sumpah gua doain yang ngomong bisulan. Sumpek sumpah!" teriak Stella setelah sebelumnya melempar penghapus ke arah kotak bel hingga membuatnya rusak. Setelahnya dia pergi tanpa rasa bersalah.

"Woy, Stella! Ini belnya rusak! Tanggung jawab enggak lu!"

Semua mata ke arah Azka yang sudah menatap Stella dari tadi. Ternyata saat Stella teriak pun dia sudah memperhatikan cewek bar-bar itu. Pikirnya, asik juga melihat Stella ngamuk-ngamuk seperti tadi. Seperti ada hiburan tersendiri.

"Ya urusan lu lah. Pokoknya gua yang rusakin lu yang benerin."

"Ya ga bisa gitu lah," ucap Azka.

"Bodo amat. Oh iya, Guys. Kalau nanti guru ada yang nanya kenapa bel rusak. Bilang aja Azka yang rusakin," ucapnya dan beranjak pergi.

"Dasar cewek aneh. Untung gua pinter benerin barang," gumam Azka.

Jam sembilan pagi, semua siswa sudah berkumpul di lapangan. Mereka dijemur seperti ikan asin. Stella yang notabennya tidak suka seperti ini hendak kabur, tapi naasnya ada Pak Jamet yang berdiri di belakang Stella dan gengnya.

"Ah sial. Mana bisa kek gini."

"Ell, itu bukannya si Azka ya?" tanya Laras.

"Hah mana?" tanya Stella.

"Ituloh di depan gedung. Kok dia kek ngindar gitu. Masa iya kalau dia takut suntik?" tanya Laras.

Stella melihat ke arah yang Laras tunjuk dan benar saja kalau ada Azka di sana. Tapi anehnya, kenapa melihat jarum dia langsung pucat? Bahkan jalannya pun sudah belok-belok, persis seperti orang mabuk.

Keknya asik sih kalau gua kerjain, batin Stella nakal.

"Ras, ikut gua yuk."

"Ke mana? Lu liat sendiri kan ada Pak Jamet di belakang."

"Ckk guru laknat emang. Ya udah kita bikin alasan mau ke WC aja."

Stella dan Laras berbalik dan sudah ada Pak Jamet dengan kumis tebalnya. "Ehh, Pak Jamet. Ganteng banget deh si bapak. Pantesan aja Bu Oliv kepincut. Bener gak, Ras?" tanya Stella menyikut siku Laras.

"Ehh, iya. Bahh kalau Pak Jamet datang tuh langsung klepek-klepek tau, Pak."

"Yang bener nih?" tanya Pak Jamet merasa paling ganteng.

"Iyalah. Laras sama Stella tiap hari mergoki Bu Oliv lagi senyum-senyum liatin foto Pak Jamet."

"Waduh, enggak nyangka ya. Bu Oliv kan guru paling cantik. Mana muda lagi."

"Iya kan. Kalau kata Stella teh, pepet atuh Pak," ucap Stella.

"Betul juga."

Stella berpikir kembali ucapan apa yang akan dikatakan supaya Pak Jamet membiarkannya pergi. "Gini deh Pak. Saya izin ke WC ya. Nanti habis itu saya kasih tau Bu Oliv kalau Pak Jamet suka sama Bu Oliv. Wah, saya jamin habis itu Pak Jamet sama Bu Oliv bisa jadian. Beneran deh, Pak," alibi Stella.

Si Culun Untuk Si Bar-BarWhere stories live. Discover now