Awal

447 54 2
                                    

Pagi ini sang surya sudah lebih dulu tiba, dibandingkan dengan seorang gadis kecil yang masih terlelap di kasur.

Sepertinya dunia mimpi lebih mengasyikkan dibanding dunia asli.

“Runa...bangun yuk, udah pagi.”

Suara berat milik seorang pemuda terdengar indah ditelinga sang gadis. Ia juga bisa merasakan elusan lembut disurainya.

“Runa...”

Kelopak mata terbuka secara perlahan, menampakkan netra biru indah yang terkena sinar matahari.

“Iyon...”

Arion tersenyum manis setelah mendengar suara lembut milik adiknya. “Yuk bangun, Runa harus sekolah.”

Gadis kecil itu bangkit dari baringannya, masih terduduk di atas kasur untuk beberapa saat.

“Ayis di mana?” tanya Runa sembari mengusap matanya.

“Harris ada di ruang makan, lagi bikin sarapan buat Runa.”

Runa mengangguk, ia mulai turun dari kasur dan berjalan menuju kamar mandi. Sementara Arion masih menatap tindakan sang adik.

“Mau Iyon tungguin?”

“Iyon tungguin di bawah aja, nanti Runa dateng.”

Sang pemuda tersenyum manis. “Oke.” Ia memutuskan untuk kembali ke ruang makan, berkumpul dengan para saudaranya.

“Runa-nya mana?” Gin menatap Arion yang berjalan mendekat.

“Lagi siap-siap.” Ujar Arion seraya mulai mendudukkan dirinya di kursi samping Souta.

“Lah, gak ditungguin?”

“Enggak, Runa sendiri yang minta.” Jawab Arion pada pemuda bersurai biru di sampingnya.

“Senggaknya dia udah bangun.” Harris mendekat dan menyajikan sarapan di meja.

“Tapi tumben gak minta ditungguin?” Gin menatap Arion yang mulai mengambil piring.

“Entah, aku juga gak tau.” Sang empu mengangkat bahunya sebagai jawaban.

Mereka mulai mengalaskan nasi goreng pada piring masing-masing, meskipun nantinya mereka akan menunggu kedatangan si adik bungsu.

“Lah, buat Runa makan nasi goreng juga?” tanya Souta pada Harris. Pemuda bersurai merah itu menggeleng. “Aku lagi manggang roti buat dia.”

Souta mengangguk paham. Sudah diketahui jika biasanya Runa memang tidak menyukai nasi goreng, mungkin karena sang gadis sudah terbiasa menikmati roti panggang sebagai sarapan.

Tak berselang lama dari itu, suara langkah kaki kecil terdengar di pendengaran mereka.

Runa tiba dengan seragam sekolah dan tas yang bertengger manis dipunggungnya. Gadis kecil itu mendekat ke arah meja makan.

“Pagi kakak semuanya.” Sapa Runa dengan senyuman hangat.

“Pagi Runa.”

“Pagi.”

“Pas banget Runa dateng, rotinya udah mau mateng bentar lagi. Mau selai apa hm? Coklat sama stroberi lagi? Atau blueberry?” Harris tersenyum pada adiknya.

Runa ikut tersenyum. “Makasih Ayis, Runa mau makan nasi goreng buatan Ayis aja.”

Mendengar hal tersebut, cukup membuat keempat pemuda itu bingung.

“Nasi goreng? Biasanya Runa makan roti panggang.” Ungkap Arion.

“Runa mau makan nasi goreng buatan Ayis, boleh kan?”

“Ah! Boleh banget, sini duduk sama Gin.”

Gin mengangkat tubuh Runa untuk duduk di pangkuannya. Ia mengambil sendok diisi nasi goreng, dan menyuapkannya pada Runa.

“Gimana? Enak gak?” tanya Gin penasaran. Runa mengunyah nasi dalam mulutnya sejenak, kemudian mengangguk.

“Enak!” seru Runa dengan senyuman lebar.

Mereka tersenyum senang melihat gadis itu bisa menikmati nasi gorengnya. Hingga acara sarapan pun dimulai.

“Ayis bakal jadiin rotinya bekal. Nanti Runa makan yaa?”

Sang gadis mengangguk tegas, ia masih mengunyah makanan dengan perasaan senang.

.

.

“Runa belajar yang baik oke? Nanti dijemput lagi sama Gin.”

“Oke! Makasih Gin!”

Sejenak sebelum pergi, Gin mengusap surai adiknya lembut. Lalu kembali memasuki mobil dan melaju meninggalkan sekolah.

Runa menghela nafas saat melihat mobil kakaknya mulai menjauh dan menghilang dari pandangan.

“Tuh! Kakaknya beda lagi.”

“Emang yang tadi kakaknya Runa?”

“Iya kayaknya, tapi mereka kok beda ya?”

“Jangan-jangan dia emang bukan anak asli orang tuanya.”

Ekspresi Runa berubah datar saat mendengar bisikan murid lain tentang dirinya. Meskipun ia coba untuk tidak memedulikan semua gunjingan itu, tapi tetap saja, telinga Runa masih bisa mendengar meskipun ia coba menutupinya.

Bohong jika Runa tidak sakit hati dan tidak berpikiran buruk tentang hal itu. Ia juga memang penasaran siapa dirinya, tapi tidak memungkinkan jika ia meminta penjelasan dari keempat kakaknya.

Tak ingin semakin membuat moodnya turun, Runa memutuskan untuk bergegas menuju kelasnya.

Ia coba mengabaikan semua pandangan murid lain terhadapnya, meskipun itu sudah biasa, tapi sangat sulit untuk menerima semua tatapan tersebut.

-TBC-


Hellourr Seng, jangan lupa vote-vote, agar Author semangat meng-up ceritanya^^

MY LITTLE SISTER [Reader's×Sol.4ce]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang