Bab 6 "Tidak bercerita bukan berarti tidak terluka."

3 1 0
                                    

"You deserve to be loved without having to hide the parts of  yourself that you think are unlovable

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"You deserve to be loved without having to hide the parts of  yourself that you think are unlovable."

-Desember Kala Itu-



Warna jingga membentang luas di atas Cakrawala, menciptakan keindahan yang menyimpan beribu makna. Keindahan yang tak dapat direngkuh berlama-lama namun tak perlu khawatir karena dengan janjinya ia pasti akan kembali. Di bawah Sang Senja yang menghiasi hamparan langit, ku berlari kecil menuju seorang lelaki yang tengah mengamatiku dengan bibir yang tersenyum manis sampai kedua manik matanya melengkung seperti bulan sabit.

Jendral melambaikan tangan dan langsung ku balas dari sisi lapangan basket. Ku lihat lelaki itu ikut berlari menghampiriku dengan rambut basah karena keringat.

"Maaf... ."

Satu kata yang keluar dari mulut Jendral, membuatku diam tak berkutik. Aku tersenyum tipis sebagai balasan.

"Maaf aku nggak tahu kalau kamu alergi udang, Sha."

"Maaf karena aku juga nggak bisa memastikan kamu sampai di rumah dengan selamat kemarin." Katanya penuh penyesalan.

"Di maafkan, Jendral." Jawabku.

"Lagian itu bukan salah kamu, salah aku juga karena lupa ngasih tahu kamu kalau aku alergi udang."

Jendral tampak mengehela napasnya lalu bergerak tuk menarik bahuku. Dia memelukku. Lelaki ini mendekap tubuhku lumayan erat dan posesif seperti enggan melepaskan. Ia tenggelamkan wajahnya di ceruk leherku. Sementara aku? Aku hanya tersenyum seraya mengelus pelan punggung lebar Jendral, sambil beberapa kali menepuk-nepuk kecil.

"Udah makan?" tanyanya ketika pelukan itu terlepas. Tangannya menerima botol air mineral yang aku berikan.

Aku menggeleng kecil, mengambil sapu tangan kecil dari dalam saku rok ku, kemudian dengan telaten tanganku mengelap kening Jendral yang basah karena keringat.

"Kok belum sih?" Jendral mengerutkan keningnya tak suka. Ia khawatir jika asam lambung Melody kambuh.

"Belum laper, mau makan sama kamu aja." Elakku.

"Ya udah, habis ini kita makan bareng. Terus, nanti malem ke Karnival, yuk?" ajak Jendral pada kekasihnya.

Mataku membelak antusias, aku lalu mengangguk setuju.

"Apa?" tanyaku ketika melihat raut wajah Jendral yang begitu serius tengah mengamati pahatan wajahku.

"Itu!" jawab Jendral setengah-setengah.

Melody mengerutkan keningnya panik, "Ih! Ada apa? Muka ku ada apanya, Jendral?!?!" pekiknya mulai gelisah.

Namun, Jendral justru hanya tertawa gemas.

"IH?!? ADA APA?!?!"

Cup!

"Cantik," ucap Jendral sambil tersenyum jahil, sementara Melody yang mendapat kecupan singkat di pipinya malah membelak terkejut sekaligus malu.

DESEMBER KALA ITU (ON GOING)Where stories live. Discover now