Dua

764 81 17
                                    

Bangkok, Thailand, 6 Juni 2024

Natta menemukan tempat ini di internet. Sebuah klub permainan baduk dengan nama One Go. Tempatnya ditepi sungai Chao Phraya. Natta berkendara seorang diri, nekat memang, namun dia tidak tahan dengan kecanggungannya pada Thailand. Sungguh, adaptasi terasa aneh dan Inggris semakin terasa seperti rumah bagi Natta akhir-akhir ini. Dia mengalami yang orang-orang sebut gegar budaya. Dan Natta yakin penyebabnya bukan karena baru delapan hari berada disini. Jelas bukan, itu sesuatu yang berbeda.

Untunglah, Natta bukan pembaca peta yang buruk. Dia sampai tiga puluh menit sebelum pukul empat sore. Dari luar One Go sudah memanjakan mata. Taman depan punya banyak bunga anggrek bermacam jenis. Didalam tidak berbeda dengan klub baduk yang lain, meja untuk dua orang, dekat satu sama lain, papan-papan baduk. Layaknya klub pemain baduk, pria-pria dewasa akhir dan pria lanjut usia duduk disini, bermain sambil kadang-kadang mengobrol tentang betapa jauhnya kehidupan masa kini meninggalkan masa lalu.

Natta berjalan ke taman belakang. Tempat terbuka yang luar biasa indah desainnya. Dengan pemandangan sungai Chao Phraya, taman belakang lebih seperti papan baduk raksasa. Ada tiga meja ditengah dan empat meja lain tersebar ditiap sudut. Pepohonan hijau menjaganya tetap sejuk. Ada lebih banyak orang disini, beberapa anak muda datang hanya untuk berfoto. Hanya ada dua meja yang terisi dan benar-benar memainkan baduk.

Natta duduk di meja yang dekat dengan sungai. Menemukan ketenangan diantara dedaunan yang bergesek ditiup angin, dan gemerisik air. Dia menatap anak-anak muda yang berisik itu, beberapa memakai seragam sekolah dan terkikik riang entah karena apa. Tidak ada yang datang bermain dengannya, para pria tua itu mengira dia pemuda kurang hiburan atau semacam influencer yang datang mengambil gambar.

Pukul empat lebih lima menit. Ketika tatapan Natta mengikuti para siswa yang melangkah pergi, dia menangkap Miel Gillian dipintu belakang-sedang menatapnya juga. Bahkan dari jarak jauh, Natta bisa melihat pergolakan batin Miel tentang mendatanginya atau masuk ke dalam. Natta menolak untuk memutus kontak mata. Seakan dia menantang pria itu. Miel kalah dan Natta bersorak dalam kesenangan yang tidak punya belas kasih.

Miel Gillian mengingat pria itu-Natta dan mata hazelnya yang besar dan murni. Tidak dapat dipungkiri dia terkejut melihat pria muda itu disini, duduk menunggu seseorang untuk bermain, padahal Natta tidak tampak seperti seorang pria yang menyukai baduk. Ketika dia mendekat, dia mendapati tatapan terkejut Natta. Betapa lugunya. "Hai, itu kamu, pria di pemakaman."

Senyum Natta mengembang.
"Pemilik sapu tangan!" Suara beratnya terdengar lebih ceria dari yang Miel dengar di pemakaman hari itu.

Tanpa alerginya, Natta terlihat jauh lebih baik. Pria itu tampan, senyumnya bagus sekali, dan matahari sore membuat kulitnya keemasan cantik. Ah, Miel menemukan Natta cantik, itu tidak biasa. Natta seorang pria, bergaya maskulin, tidak bersolek feminim, tidak tampak lemah lembut, tapi cantik sekali. Miel tidak mengerti bagaimana Natta bisa melakukannya. "Kebetulan yang menyenangkan. Senang melihatmu lagi." kata Miel. Natta orang pertama yang ditemuinya ditempat tidak biasa, pemakaman dan klub baduk.

"Aku lebih senang. Kita bertemu saat aku tidak sedang alergi. Duh, aku pasti meler sekali waktu itu." Natta terkekeh. Pipinya bersemu merah muda tipis.

"Kamu membuat alergi tampak keren, kok." Kata Miel. Tidak sadar dia sudah menatap Natta dengan tatapan kagum.

Natta memutar mata. "Yang benar saja? Jangan mengejek begitu."

"Ayolah, aku bersungguh-sungguh. Kamu tidak jelek," kata Miel. Tersenyum tipis melihat semburat merah di pipi Natta terlihat jelas. "Nah, Tuan Muda, kamu tampaknya tidak datang kemari untuk berfoto."

Wicked Game [MILEAPO]Where stories live. Discover now