Tiga

628 78 14
                                    

Natta memejamkan mata, rasa pusing yang berputar mendera, tubuhnya seperti dipakai bekerja tanpa tidur selama dua hari, dan haus sekali. Baginya bukan apa-apa, dia pernah menderita lebih buruk daripada ini.

Pria muda itu tahu disekelilingnya para perawat dan dokter gugup sekali dibawah tatapan dingin dan menusuk Gary Miray. Mereka bahkan tidak berani bernapas keras-keras. Kalau saja dia punya cukup tenaga, Natta akan tertawa.

Suara monitor tanda vital seperti alunan merdu yang akrab, seperti kawan lama yang dia ingat betul. Begitu akrabnya hingga dia tahu ritme yang dia dengar menandakan dia baik-baik saja. Sedikit rasa sakit tidak apa, pikirnya. Toh, hanya kurang gula darah.

Perlahan tangannya yang dingin digenggam hangat. Ketika itu rasa pusingnya berkurang dan dia mengintip. Helena Miray dengan mata basah dan merah duduk disampingnya. "Shh, tidak apa. Mama disini." Suaranya terdengar sumbang. Natta baik-baik saja, dia punya seseorang sekarang, yang memegang tangannya setiap dia merasa sakit.

"Permisi, Nyonya Miray. Saya ingin melaporkan hasil pemeriksaan gula darah Tuan Muda," Suara itu, Natta membuka mata, menemukan dokter muda berambut hitam mengulurkan kertas hasil pemeriksaan laboratorium. Natta memerhatikan bekas luka samar di leher pria itu. "Seperti yang anda lihat, hasil pemeriksaan gula darah sewaktu Tuan Muda menunjukkan hasil yang bagus, delapan puluh dua."

Natta menatap nama di kartu pengenal. "Win," katanya jelas dan stabil. Mengambil atensi dokter Win Duangrat. "Win Duangrat." Natta menemukan dirinya merasa senang melihat pria itu memakai snelli dan seorang dokter spesialis penyakit dalam di usia muda. Ah, Natta mendadak suka dokter muda yang pintar.

"Anda butuh sesuatu, Tuan Muda?" Win Duangrat cukup terkejut. Dokter itu mendapati tatapan kosong Natta. Mata hazel itu disadarinya, indah dan jernih. Dimana aku pernah melihatnya?

"Tidak." Kata Natta. Tatapan kosongnya perlahan memberi Win Duangrat rasa gelisah yang gatal. Pria itu tidak bisa berpura-pura dia tidak menyadari Natta sedang menatapnya. Tatapan kosong Natta mengikuti Win Duangrat hingga dokter itu keluar ruangan bersama tim medis lain.

"Aku sudah menghubungi keluarga Gillian." kata Gary Miray tiba-tiba.

"Anita pasti cemas sekarang. Oh, dia baru saja mengirim pesan." Kata Helena Miray. Dia mengecek ponselnya dan membalas pesan.

"Kenapa kita menghubungi keluarga Gillian?" Natta bertanya. Berpura-pura dia tidak tahu rencana perjodohan yang dibuat para orang tua. Yah, dia mengetahuinya dari menguping, tentu tidak bisa mengatakannya terang-terangan.

"Karena mereka akan dekat dengan kita mulai sekarang. Keluarga itu akan menjadi keluargamu juga." Gary Miray berbicara dengan nada dingin seperti biasa.

Natta menatap kakeknya. Pipinya dibelai lembut Helena Miray. "Miel Gillian pria yang baik, dia dominan berhati lembut. Kami ingin kamu punya hidup yang nyaman dan bahagia dan kami merasa Miel Gillian pria yang tepat." Helena Miray jauh lebih lembut daripada Gary Miray.

Pria tua itu mendengus. "Ho, dia mewarisi kemurahan kati kakeknya," tawanya tidak menyenangkan. Tapi matanya menyipit dan Natta sadar Gary Miray tidak menjodohkannya dengan sengaja. Dadanya berdebar, khawatir dia sejelas itu hingga tampak dimata kakeknya. "Kamu punya pasangan yang sebanding denganmu. Toh, pernikahan itu mencampur darah dengan uang."

Natta sadar, kakeknya tahu dia melihat Miel Gillian menarik. "Apa Miel setuju?"

"Siapa yang peduli dia setuju atau tidak?" Sergah Gary Miray. Dia mengabaikan Helena Miray yang memberinya tatapan memohon untuk tidak terlalu keras pada Natta. "Kamu puncak piramida, Natta. Kata-katamu adalah perintah untuk mereka dibawahmu. Keinginanmu adalah keharusan bagi mereka. Itu berlaku juga untuk Miel Gillian."

Wicked Game [MILEAPO]Where stories live. Discover now