Pasutri Dua Puluh Tiga

897 51 0
                                    

૮₍ ˶ᵔ ᵕ ᵔ˶ ₎ა

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

૮₍ ˶ᵔ ᵕ ᵔ˶ ₎ა

Seperti berada diruang sidang, kini Resha layaknya seorang narapidana yang siap didakwa. Namun, walaupun begitu, Resha tetap acuh. Toh, pernikahan dirinya dan Leon bukan atas kemauannya tapi, karena paksaan orang tuanya. "Butuh penjelasan kayak gimana? Gue malas bahasnya. Intinya, pernikahan ini bukan keinginan gue jadi, gue gak mau ambil pusing. Di benak gue, dia bukan siapa-siapa gue," kata Resha, "Udahlah ayo turun, gue laper."

Resha pergi dari dalam kamar meninggalkan ketiga temannya yang memandang dirinya dengan berbagai arti.

"Kalau gue jadi Resha, gak nolak gue punya suami setampan tuh laki," celetuk Klara sambil memandang punggung Resha yang sudah berlalu. Nomi dan Zaslin memandang Klara barengan, "Itu kan lo, bukan Resha," ujar mereka kemudian melangkahkan kaki menyusul Resha.

"Woi, tungguin gue coy," seru Klara.

Tibanya diruang makan, mereka bertiga dibuat tertegun dengan kedekatan Leon dan Resha. "Lo percaya gak sama gue kalau tuh laki bakalan jadi saingannya Bian?" tanya Nomi pada Zaslin. Sayangnya, yang diajak bicara tidak peduli, Zaslin berjalan menuju meja makan tanpa menjawab perkataan Nomi. "Ket heart, bangsul," monolog Nomi ternyata didengar oleh Klara.

"Sakit ya, Mi?" pertanyaan Klara terdengar bagaikan ledekan ditelinga Nomi, "Bacot," jawabnya.

Zaslin, Nomi, dan Klara mengambil duduk berseberangan dengan Resha. Mereka bertiga terlihat canggung karena kehadiran Leon.

Winata yang duduk di bangku bagian tengah khusus untuk kepala keluarga cukup mengerti situasi tersebut berusaha mencairkan suasana, "Zaslin, Nomi, Klara, kok kalian udah pulang? Gimana liburannya? Seru?" tanyanya.

Klara menjawab pertanyaan Winata dengan antusias, "Iya dad, liburannya gak seru, karena Resha gak ikut jadi, kita bertiga mutusin untuk pulang dan akan liburan lagi jika Resha sudah mau diajak."

Nomi menyambung, "Tapi, kayaknya Resha gak akan bisa diajak deh, soalnya,..." ucapannya terhenti tetapi, manik matanya melirik Leon sekilas.

"Udah nikah, tanpa mengundang kita," timpal Zaslin seraya melipat tangannya didepan dada.

Sang empu yang disindir dan dibicarakan secara terang-terangan merasa bodoamat, kan dirinya sudah mengatakan bahwa, pernikahannya bukanlah kehendaknya. Jangankan mereka, dirinya yang notabene si mempelai wanita saja tidak tahu kapan ia menikah.

Winata meringis, maksud hati ingin mencairkan suasana, dirinya justru membuat keruh keadaan. Pelototan tajam dari Diana menghunus dalam Winata seakan berkata, 'mending diam!'

"Sudah-sudah, makan dulu," lerai Diana.

Begitu Diana menginterupsi, barulah mereka berhenti berbicara dan mulai mengambil lauk pauk. Selesai makan, teman-teman Resha berpamitan untuk ke ruang televisi. Tinggallah Winata, Diana, Resha, dan Leon di meja makan.

"Bagaimana Leon?" Tanya Winata.

"Jadi Pa, tujuan awal saya kesini memang untuk menjemput Resha, karena setelah ini saya harus ke kantor," jawab Leon. "Buru-buru banget mau ke kantor? Gak ambil cuti dulu beberapa hari? Kamu juga kenapa gak mau terima tawaran Papa soal rumah kemarin?" ucap Winata.

"Biarlah saya dan Resha membeli rumah dari usaha kami sendiri Pa," ucap Leon.

Winata pun mengangguk, sebab dirinya tidak bisa memaksa Leon untuk menerima pemberiannya. Ia mengalihkan pandang kepada Resha lalu berkata, "Bereskan barang-barang yang mau kamu bawa," perintahnya.

Resha mengernyitkan dahinya, "Beres-beres? Mau kemana? Rumah Resha disini, Resha gak mau kemana-mana." Tekannya.

Winata memejamkan matanya sejenak, kemudian kembali menatap Resha dan berujar, "Ingat baik-baik, sekarang kamu bukan tanggung jawab Papa melainkan, tanggung jawab Leon. Sekarang kalau kamu mau apapun, mintanya ke Leon bukan ke Papa. Dan sekarang rumah kamu adalah rumah yang ditempati Leon karena dia suami kamu jadi, kamu harus ikut sama dia."

Dengan malas Resha menjawab, "Ora sudi aku." Selepas mengatakan hal itu, dirinya langsung ingin pergi ke kamarnya. Tetapi, sebelum Resha berhasil melangkahkan kakinya, Winata berujar tegas. "Ikut bersama Leon, atau kamu akan kehilangan Bian."

Resha tertawa sumbang. "Papa ngancem Resha demi pria ini? Waw! Speechless," katanya.

Andaikan kamu tahu alasan Papa maksa kamu untuk ikut bersama Leon, pasti kamu tidak akan menolak, Batin Winata. "Ma, bantu Resha membereskan barang-barangnya," perintah Winata langsung dituruti Diana.

"Papa niat banget kayaknya ngusir Resha dari rumah ini," lirih Resha tak dipedulikan oleh Winata. Dirinya terdiam kaku melihat sikap acuh sang papa. "Pa, udah gak sayang lagi sama Resha?" Winata tak lagi menghiraukan pertanyaan Resha, membuat wajahnya seketika menjadi murung.

Leon yang tak tega akhirnya mendekati Resha dan langsung mendekapnya. "Tenanglah, jangan risaukan apapun," ucapnya. Resha memukul-mukul dada bidang miliknya yang terbalut kemeja dengan cukup kencang.

Perlakuan Leon terhadap Resha tidak lepas dari pandangan Winata. Diam-diam dirinya tersenyum simpul melihat sikap lembut Leon. Papa yakin, Leon bisa menjaga kamu dengan baik, batinnya.

Diana turun ke lantai bawah sembari membawa satu koper berukuran kecil. Sambil sedikit terengah-engah, dirinya menghampiri Leon, "Leon, tolong kamu bawakan koper besar milik Resha yang ada di kamar ya? Mama gak kuat angkatnya," ucap Diana.

Leon pun mematuhinya, ia melepaskan dekapannya kemudian berjalan menuju kekamar Resha.

૮₍ ˶ᵔ ᵕ ᵔ˶ ₎ა

૮₍ ˶ᵔ ᵕ ᵔ˶ ₎ა

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Calon (Pasutri) [PRE ORDER]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang