25. Perangkap Axel

39 0 0
                                    

“Bokapnya Gio masuk rumah sakit, pembuluh darahnya pecah jadi harus dioperasi. Sedangkan dokter perlu persetujuan keluarga, emang si kemungkinan berhasilnya kecil tapi ga ada salahnya dicoba kan, Lan?” jelas Prince.

Alana mengembuskan napasnya perlahan. “Terus maksud lo bilang gini sama gue apa?”

“Intinya Gio butuh support system,” jawab Prince.

Sekarang apa yang harus lakukan? Egois jika Alana tega membiarkan Gio sendirian menghadapi permasalahannya. Alana memejamkan kedua matanya sebentar, memijat pelipisnya berpikir bagaimana caranya agar dia bisa tetap mensupport Gio tapi bukan dengan cara kembali menjalin hubungan sebagai sepasang kekasih. Bukan tak cinta lagi, tapi Alana masih belum yakin bahwa Gio, dan Kejora memang tak ada hubungan apa-apa.

Terbesit di pikiran Alana bagaimana rapuhnya Gio tanpa dirinya, Alana terlalu jauh membayangkan hal yang tidak mungkin dilakukan oleh Gio, yaitu bunuh diri. Alana menggelengkan kepalanya secepat mungkin, mengerjapkan matanya beberapa kali, lalu menatap Prince dengan wajah tegang. Alana  meyakinkan dirinya terlebih dahulu sebelum akhirnya dia menerima permintaan Prince yaitu mau kembali menjadi kekasih Gio.

Prince mengacungkan ibu jarinya setelah mendapat jawaban dari Alana, hatinya merasa puas. Langkah selanjutnya yaitu memikirkan bagaimana cara agar operasi Ergo bisa segera dilakukan, tanpa harus mengatakan kondisi Ergo yang sebenarnya kepada Gio.

“Masalah bokapnya Gio, gimana biar gue aja yang bilang ke dokter? Gue bilang aja kalo gue anaknya,” usul Alana.

“Ga mungkin deh kayaknya, Lan. Ga bisa seenaknya kayak gitu,” kata Prince. “Apa kita bilang aja ya sama Gio, tapi gue minta tolong sama lo, Lan. Pastiin Gio jangan sampai down,” pintanya.

Alana terdiam sejenak, “Boleh kalo gitu, gue juga sebenernya masih sayang banget sama Gio. Gue putus sama dia kayanya karna keegoisan gue,” jelasnya.

Hampir dua jam lamanya Alana, dan Prince berada di café. Jalan keluar dari permasalahan Gio sudah mereka dapati, sekarang yang menjadi pertanyaan Alana, siapa orang yang sudah tega memfitnah Gio sehingga membuat Gio masuk penjara seperti ini? Kecurigaan Alana seketika tertuju kepada geng motor yang dipimpin oleh Axel, tak ada angin tak ada hujan, Axel tiba-tiba mendekatinya? Bukankah sudah menjadi pertanda bahwa dengan cara itu Axel seolah menutup kelakuan busuknya?

“Prince, gue jadi curiga deh kayanya Axel pelaku yang udah fitnah Gio.” Alana menatap Prince dengan mimik wajah serius.

Hal itu membuat Prince kaget, Alana berpikir seperti itu pasti ada alasan.

“Kenapa lo bisa mikir kayak gitu? Ada sikap Axel yang mencurigakan? Gue sebenernya mikir ke sana juga, tapi gue ga berani bilang karna takut asal nuduh orang,” tutur Prince.

Kejadian tadi siang di mana Alana tengah berada di warung baso, semuanya Alana ceritakan secara lengkap kepada Prince. Dengan baik Prince menyimaknya, mereka harus melakukan cara cantik supaya bisa mengumpulkan bukti yang tepat, bahwa memang benar pelakunya Axel, dan kawan-kawan. Jujur saja jika ada di posisi Gio, mungkin Prince akan merasa kacau bukan main. Tapi Tuhan maha adil, Prince selalu berharap agar Gio segera mendapat keadilan.

“Terus apa yang harus kita lakuin Prince? Gue pengen Gio cepet-cepet bebas dari penjara,” ungkap Alana.

Prince menghabiskan jus alpukat yang dipesannya terlebih dahulu, “Mau ga mau lo ikutin permainan Axel, kalo dia nembak lo terima aja. Kalo dia ngajak lo ke markasnya, gue minta lo pantau, dengerin apa yang mereka obrolin, deal ga?” tanyanya.

Deal, semua gue lakuin cuma buat Gio,” putus Alana. 

***

Sepulang dari café, Alana memutuskan untuk kembali menjenguk Gio yang mendekam di penjara. Alana membawakan bubur ayam untuk Gio, tapi ketika dalam perjalanan menuju kantor polisi Alana bertemu dengan Axel, mereka tak sengaja bertemu. Axel baru saja pulang dari markas, sedangkan Alana hendak masuk ke pekarangan kantor polisi. Semakin curiga Alana dibuat oleh sikap Axel yang serba tiba-tiba, seperti sekarang ini Axel memberhentikan motornya tepat di depan Alana.

Rasanya Alana hendak berteriak melampiaskan kekesalannya pada Axel, tapi dia ingat akan hal yang harus dilakukannya. Agar Gio cepat dibebaskan, Alana menampilkan senyum paksanya. Suasana di area tersebut cukup sepi sebab hari sudah sore, waktu maghrib hampir tiba. Axel menawarkan tumpangan kepada Alana, tentu saja Alana memanfaatkan waktu tersebut untuk menjalankan misinya.

Namun sebelum itu Alana beralasan ingin mengantarkan bubur kepada saudaranya yang bekerja sebagai polisi, Axel hanya bisa tertawa dalam hati saja. Dia tak sebodoh yang Alana kira, Axel tahu Alana mengantarkan bubur untuk Gio, hanya saja gadis itu tak mengakuinya. Kini Alana sudah kembali, menghampiri Axel yang sedang menunggunya dengan napas terengah. Alana masuk ke dalam perangkap Axel.

“Maaf lama, tadi sodara gue lagi di air makanya gue nunggu,” ujar Alana.

Bodoh banget ternyata lo, Lan. Bisa aja gue manfaatin, batin Axel.

“Ayo gapapa kok ga lama juga gue nungguin,” ajak Axel. “Naik sini, sekalian kasih tau juga ya jalan ke rumah lo lewat mana, soalnya gue ga tahu,” pesannya.

Mampus, kalo dia tahu bisa-bisa mami ga aman di rumah, batin Alana.

Sejak tadi Alana belum naik ke motor Axel, ditambah ketika mendengar pesan Axel barusan bahwa dirinya harus mengatakan ke mana saja jalan menuju rumahnya. Alana harus melakukan sesuatu, tampak jelas raut wajah Alana menunjukan bahwa dia sedang berpikir. Axel tertawa dalam hatinya, mau sebesar apapun Alana menyembunyikan kebohongan akhirnya tetap akan ketahuan, Axel menaikkan sebelah alisnya, pandangannya tak lepas dari wajah Alana.

“Hei? Jadi ga nih? Atau mau gue tinggal aja?” Axel melambaikan tangannya tepat di hadapan wajah Alana.

Alana menggelengkan kepalanya cepat. “Boleh! Nanti gue kasih tunjuk kok, maaf gue kurang fokus capek banget soalnya hari ini.”

Alana mulai naik ke motor ninja Axel, sejujurnya dia kurang nyaman jika bukan Gio yang mengendarai motor ninja. Tapi mau bagaimana lagi, ini semua Alana lakukan juga demi kebaikan Gio. Cowok seperti Axel bukanlah type cowo kesukaan Alana, jadi wajar saja jika ada rasa tak nyaman berduaan dengan lelaki yang sedang mengendarai motor saat ini.

Motor Axel berhenti secara mendadak, membuat Alana tanpa sengaja memeluk Axel erat.

Sadar akan apa yang tengah dilakukannya saat ini, Alana segera melepas pelukan itu. Alana ingin sekali menangis, bahkan mandi kembang tujuh rupa setelah sampai di rumah nanti supaya virus jahat Axel tidak melekat padanya. Alana spontan memukul pundak Axel menimbulkan ringisan yang keluar dari bibir lelaki itu.

Sebisa mungkin Axel menahan kesabarannya, agar rencananya berhasil.

“Ya ampun maaf banget, Xel. Gue tadi kaget banget sumpah, lo maafin gue ‘kan?” Alana menatap Axel melalui spion motor lelaki itu, begitu juga sebaliknya.

Axel memejamkan matanya sebentar, lalu membukanya kembali. “Gapapa, ga sakit juga kok. Gue juga minta maaf karena tadi berhenti mendadak, ada kucing lewat.”

Emang dasar lo aja kang modus bocah, batin Alana.

Mata Axel menyipit tak lepas menatap Alana dari spion motornya, gadis itu kelihatannya sedang menggerutu sendiri tapi dengan suara yang sangat kecil.

“Kenapa diem aja?” tanya Axel.

“E-eh apa? Iya gue maafin lo kok, ya udah ayo cepetan lanjut lagi. Nanti bokap gue marah kalo gue pulang kemaleman,” bohong Alana.
















Tbc

Posessive Boyfriend [E N D]Donde viven las historias. Descúbrelo ahora