Bab 21. Bukti Yang Tersembunyi

1.5K 113 8
                                    

Kedua insan itu tak lagi saling berkomunikasi juga tak lagi saling bertemu, dan itu sudah terjadi selama dua hari semenjak insiden di pabrik.

Fitiara masih sama tak pernah meninggalkan kediaman pamannya, ia hanya berkeliaran di dalam apartemen, ikut makan bersama juga bercakap-cakap bersama, tapi tak seperti Fitiara yang ceria. Patah hati yang ia rasakan membuat nya seakan tak memiliki semangat untuk apapun.

"Papah pergi yah" pamit Amir

"Iya pah hati-hati"

"Terus bujuk Fitiara yah supaya mau meninggalkan rumah dan menghibur diri"

"Iya pah"

Begitu suami dan anaknya pergi, Dhian menyusul Fitiara ke kamar, mengajak nya berjalan-jalan tapi Fitiara menolak tak ingin meninggalkan tempatnya.

Dhian tahu betul pasti sangat sulit berada di posisi Fitiara. Saat memutuskan membuka hati, membuang ketakutan yang selama bertahun-tahun menemani, justru kata kecewa yang di dapat.

Tak hanya Fitiara yang merasakan sakit dengan semua yang terjadi, tapi juga Abram. Pria itu telah mengakui cintanya untuk Fitiara pada Amir, bahkan mengutarakan niatnya untuk meminang keponakan manager pabriknya tersebut, tapi justru ia di kecewakan dengan sikap wanita pilihannya.

Ia berdiri dari dudukannya, meninggalkan ruangannya entah kemana berkendara seorang diri.

Patah hati, kecewa, marah juga sedih mengisi hati pria paruh baya itu hingga meluruhkan air matanya. Ia mengusap air matanya, menatap jarinya yang basah. Ia lupa kapan terakhir kali ia menangis, dan sekarang air matanya terjatuh begitu saja karena memikirkan Fitiara.

"Saya ingin pulang"

Ucapan Fitiara mengguncang semua orang yang berada di meja makan.

"Ini pun rumah mu nak?" sergah Dhian

"Saya tidak bisa lebih lama di sini bik, hanya membuat saya tersiksa memikirkan pak Abram sangat membenci saya sekarang"

"Nak, beri waktu lagi untuk pak Abram menenangkan diri nya, tante yakin cepat atau lambat pak Abram sendiri yang akan menemui mu"

"Tidak mungkin tante" sergah Fitiara segera

"Mungkin saja kak, karena pak Abram mencintai kakak" timpal Risti.

"Dia kecewa, marah, juga sedih bukan semata-mata karena flashdisk itu rusak. Dia bisa saja kan mengerjakannya ulang,. Tapi bukan itu masalahnya, tapi karena dia kecewa memikirkan kamu yang tega melakukan itu, dia kecewa karena dia sangat mencintaimu nak" papar Dhian

"Jangan lari seperti ini nak" sahut Amir

"Saya tidak lari om, tapi pak Abram yang meminta saya pergi, dia ingin saya menjauhinya"

Tekad Fitiara sudah bulat untuk kembali ke kota nya. Ia merasa percuma terus tinggal di sana, karena alasannya tinggal untuk bekerja kini ia telah di pecat. Dan yang membuat nya betah tinggal pun telah kecewa padanya, ia merasa tak ada gunanya lagi ia di sana.

"Saya mau ke kamar, mau cari tiket pesawat"

Semuanya mulai khawatir tak tenang di tempat mereka mendengar Fitiara tampaknya bersungguh-sungguh ingin pergi.

"Bagaimana ini pah?" tanya Dhian pada suaminya, Amir pun tak tahu harus berbuat apa, ia pun sama bingungnya dengan mereka semua.

Di kamar Risti, Fitiara tengah mengemasi barang-barang miliknya, ia pun telah menemukan sebuah tiket dadakan untuk penerbangan besok.

"Kak.." panggil Risti menghampiri, duduk di sebelah Fitiara yang sedang mengemasi pakaian nya. "Risti mohon kakak tetap tinggal di sini yah" pinta Risti lirih

Di Kejar Cinta Bos PamanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang