DILAHIRKAN sebagai seorang putra tunggal, salah satu mimpi yang dimiliki Sentana sejak dulu adalah memiliki sebuah keluarga kecil yang utuh. Menjadi seorang kepala keluarga yang dapat mengayomi, mencurahkan segenap kasih nan perasaan terdalam pada perempuan tercantik yang bersanding dengannya, dan membesarkan buah cinta mereka dengan kehidupan yang selama ini telah diusahakannya— itu mimpi Sentana.
Sungguhan sebuah mimpi, karena setelah menikah dengan Mandala dua tahun, Sentana rasa belum ada celah untuk menjadikan hal tersebut kenyataan.
Alih-alih menaruh harapan pada pernikahannya yang selalu diliputi puting beliung besar— Sentana mungkin harus belajar menerima bahwa ia memang dilahirkan untuk tak memiliki pendamping hidup yang sesungguhnya ditakdirkan untuknya. Seluruh kerja keras, harta dan nama baik yang ia miliki hanya untuk dirinya sendiri. Bukan untuk dibanggakan oleh perempuan yang mencintainya— atau oleh sosok kecil yang dapat memanggilnya dengan sebutan mutlak, seorang ayah.
Kesendiriannya itu, mungkin adalah alasan utama dari kerendahan hati seorang Sentana pada orang-orang lain di sekitarnya. Ia pria yang royal, dan terkenal dengan hatinya yang begitu baik.
Seperti kali ini, di perayaan ulang tahun Kalen— tidak main-main ia menghadiahkan keponakan pertamanya itu dengan sebuah mobil aki mainan yang dapat dinaiki dan dijalankan oleh Kalen sesuka hati. Tidak berhenti sampai di sana, pun Sentana memberikan satu tas belanja besar berisikan set lego kereta api dan segala macam printilan lainnya.
Mungkin bagi sebagian orang, hadiah Sentana pada keponakannya itu terlalu berlebihan, mengingat usia Kalen baru dua tahun. Akan tetapi, bagi Sentana hadiah yang ia berikan itu bukan apa-apa. Ia bahkan bisa membelikan Kalen sebidang tanah jika anak itu meminta di telepon beberapa hari lalu. Sebab, Sentana memiliki kekayaan yang hanya ia gunakan untuk dirinya sendiri. Tidak ada istri yang ia nafkahi, tidak juga seorang anak yang menjadi tanggung jawabnya.
Jadi, melihat sosok Kalen sedikit menyembuhkan harapan dan mimpinya itu. Tidak masalah menghabiskan berpundi-pundi uang untuk keponakannya yang satu itu, Sentana rela dan iklas sepenuh hati.
"Wow! Sen belikan ni tuk Alen?!" pekik bocah itu, senang. Ia sampai mengerjap beberapa kali, lalu berlari untuk memeluk kaki Sentana yang terlalu tinggi menjulang untuk tubuhnya yang masih kecil pendek.
Sontak menunduk untuk menangkap tubuh Kalen yang mendekap kakinya erat-erat, Sentana melempar keponakannya itu ke udara hingga gelak tawa heboh terdengar hangat. "Sesuai janji 'kan?" ucap pria itu kala Kalen sudah tertawa meringkuk di dekapannya.
Cekikikan, Kalen sampai memegangi wajah Sentana dengan tangan dan kuku pendeknya yang bermain di wajah pamannya itu, "Oleh Alen main mobingnya?" tanya Kalen, tentu saja sudah tak sabar untuk mencoba mobil barunya itu.
Sentana menggeleng. Lantas mendaratkan satu jari telunjuk untuk menekan rasa-rasa hidung Kalen hingga memerah padam. "Belum boleh sekarang. Alen 'kan harus tiup lilin dan makan kue sama teman-teman. Nanti buka kado dari Sen kalo teman-temannya Alen sudah pulang. Alen, good boy 'kan?" tutur Sentana halus saja. Meski hari ini adalah hari spesial untuk Kalen, bukan berarti anak itu boleh mengabaikan orang lain. Kalen harus tetap di ajari tata krama dan etika dasar.
"Good boy, dong!" suara cemprengnya terdengar penuh semangat.
"Oke! Lo tu Alen main dulu ama yang lain, boleh Sen?"
Pertanyaan Kalen segera di balas anggukan oleh Sentana yang diiringi senyum setenang samudra. "Boleh. Tapi nanti kalo saat sedang bermain Alen dipanggil sama Gung Niang¹, jangan membantah, ya? Harus langsung datang, okay?" minta Sentana sekali lagi sebelum akhirnya membiarkan keponakannya itu berlari dan menghampiri teman-temannya di dekat panggung perayaan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Di Atas Kasta
RomancePernikahan yang terjadi tanpa landasan perasaan. Menjunjung tinggi wangsa nan tatanan budaya di masyarakat. Dan mengesampingkan seluruh kebahagiaan. Sentana Loka dan Mandala Bhuana telah terjebak dalam dalih pernikahan yang saling mengikat satu sa...