Chapter 42

12.9K 1K 158
                                    

DUA tahun yang lalu pemberhentian pertama kali Sentana dan Mandala di rumah mereka usai dilangsungkannya pernikahan, dilakukan dengan berat dan separuh hati, tidak ada senyum saat itu.

Dua orang yang mendadak harus menghadapi ikatan seumur hidup. Bukan hanya sungkan, namun, seolah bermusuhan sejak hari pertama mereka bertemu.

Isn't it funny how the time flies
Like a G5 jet in the turbulence
Well, we gon' make it home tonight
Alright? Alright? Right, alright
My misery is boring, finally feel confident
Yes, that's an accomplishment
Many more commas to get

Dialunkan sepanjang jalan pulang, lagu milik Daniel Caesar, Toronto 2014. Jemari yang mengusap punggung tangan enggan untuk melepaskan. Saat lampu merah datang, menyisipkan kecupan di pelipis, tersenyum. Geli mengisi hati keduanya. Perjalan pulang yang mereka nikmati.

Bagai langit dan bumi.

Dahi yang mengkerut dua tahun lalu, digantikan dengan senyum yang mengembang penuh hari ini.

Terasa berbunga-bunga saat masih diberi kesempatan untuk pulang ke rumah yang sama. Dilakukan dengan senyuman, genggaman, dan kerlingan mata. Justru tidak ada berat hati. Melainkan dipenuhi oleh gejolak senang.

Rumah yang kini lebih dari sekedar rumah.

"Welcome home," Mandala membisik. Geli-geli kontan terasa dalam perutnya ketika mengatakan demikian kepada Sentana, yang sontak membuat Sentana tergugu. Lalu tersenyum dan mendekatkan wajah mereka. "I'm home, sayang." dikatakan usai menjatuhkan kecupan kening.

Berdebar.

Luar biasa.

Selanjutnya dibukakan pintu dan dituntun untuk melangkah keluar. Genggaman tangan beriringan masuk ke dalam. Pijakan yang selaras. Sesekali melirik dengan senyum yang tercipta sampai ke netra.

Lalu menjadi terenyuh sebab sekarang mereka berada di ruang tengah. Adalah tempat di mana mereka melayangkan perpisahan— yang kemudian disanggupi— malam itu.

Untung saja batal bercerai.

Mendadak ruang tengahnya terlihat bagai lembah surga yang begitu indah.

Sementara sedari bagian belakang rumah, ada derap kaki yang terdengar melangkah, seolah tergesa. Baik Sentana maupun Mandala dapat menduga-duga siapa yang akan muncul. Namun, langkah itu berhenti tepat di penghujung pintu, menjadi tercenung hingga bibirnya terbuka kecil.

Mbok Yan harus ingat bahwa ia belum tertidur sejak tadi ; bukan mimpi.

"Saya Sentana, Mbok." seolah menyadari kekagetan itu, Sentana memperkenalkan dirinya dengan nada jenaka. Menggoda Mbok Yan yang masih berdiri kaku di sana.

Sementara di sisi samping, Mandala yang belum melepaskan genggaman tangan mereka melemparkan senyum ke arah Mbok Yan, memvalidasi kenyataan.

Pemandangan ini...

Mbok Yan diketukkan oleh kesadaran saat Mandala justru berjinjit sedang, memberi kecupan di pipi Sentana, pria itu lalu menyipit dengan senang.

Semua kenyataan yang ada di depan matanya, Mbok Yan pada akhirnya mengatupkan bibir setelah beberapa saat melongo. "Ini beneran, Pak, Bu?" Mbok Yan bertanya sekali lagi, memastikan.

Di Atas KastaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang