04 - Tetangga Baru

585 22 0
                                    

Aira disibukan oleh putri keduanya yang meminta seluruh kamarnya dipermak hari ini juga. Jika tidak, Nara mungkin benar-benar tidak akan tinggal dengannya di sana.

Dan tentu, Aira sangat tidak menginginkan hal itu terjadi, dan sebisa mungkin melakukan pencegahan.

"Nara, kamu di mana?!" pekik Aira saat ia menuruni anak tangga.

"Di sini, Ma. Gak perlu teriak," sahut Nara dengan malasnya.

Aira tersenyum saat melihat anak perempuannya itu tengah duduk di sofa, bermain dengan ponsel pintarnya.

"Mama hampir selesai ngerombak kamar kamu. Jadi kamu gak perlu lagi tinggal sama Mely."

"Sebaiknya emang begitu," balas Nara, masih dengan nada suara malasnya.

Aira menggelengkan kepala, tidak tahu harus berbuat apa saat menghadapi anak keduanya yang sedikit menyebalkan itu.

Membuang napas kasar, Aira berjalan meninggalkan Nara menuju dapur rumahnya. "Selagi Mama belum selesai ngerombak kamar kamu, kamu harus mau bantuin Mama."

"Mama mau aku ngelakuin apa?"

"Kemaren Mama dapet kiriman kue dari tetangga sebelah dan Mama belum sempet balikin tatakannya. Mama udah buat kue kering sebagai tanda terima kasih. Kamu harus nolong Mama, nganterin kue itu."

Nara membuang napas kasar sambil membiarkan permukaan bahunya, sedikit melunglai. "Ok. Mama tinggal ngasih tau aku aja yang mana rumahnya."

"Tepat di sebelah rumah kita."

Bangkit dari duduknya, Nara melempar ponsel pintar yang sebelumnya tengah ia mainkan ke permukaan sofa.

Gadis cantik itu lantas berjalan menghampiri sang ibu. "Mama beneran bikin kue ini?" tanyanya, begitu menghentikan langkah di dekat meja pantry.

Nara berdiri saling berdampingan dengan Aira yang tengah sibuk mengemas kue kering buatannya yang sudah tertata, ke dalam sebuah paperbag berukuran sedang.

Aira menyempatkan diri melirik sang putri. "Kamu gak percaya, kalau Mama yang buat?"

Nara mengindikan bahunya, acuh. "Entah. Soalnya aku belum pernah ngeliat Mama buat kue, sebelumnya."

Aira memukul gemas lengan kiri Nara, sampai membuat Nara mengaduh pelan sembari mengusap lengannya tersebut.

"Itu karena selama ini, kamu jarang ngasih perhatian sama Mama kamu ini."

"Iya kah?" Nara bertanya dengan nada setengah mengejek, kemudian tersenyum senang begitu melihat sang ibu mendelik.

"Ya udah. Kalau gitu, mulai sekarang, aku bakal berusaha buat lebih sering ngasih perhatian ke Mama."

Aira berdecih. "Heleh," ejeknya.

"Aku serius, Ma."

"Mama gak percaya. Udah, pergi sana. Antarin ini."

"Aku mau ganti baju dulu."

Aira memutar badan, memposisikan dirinya untuk berdiri saling berhadapan dengan Nara. Menilik penampilan sang putri dari ujung rambut hingga ujung kaki. "Buat apa ganti baju?"

Nara mengernyitkan kening. "Biar lebih keliatan agak sopan?" tanyanya sembari menaikan alis sebelah kiri.

Aira terkekeh. "Gak perlu. Udah, langsung pergi aja."

"Paku baju kayak gini?" Nara menunjuk dirinya sendiri yang saat ini hanya sedang mengenakan jumper beserta hotpants yang bahkan hampir tidak kelihatan.

Aira mengangguk. "Iya. Toh cuman sebentar. Gak bakalan lama. Rumahnya juga deket, kan?"

Obsesi & CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang