16 - Tragedi II

275 4 0
                                    

Hari itu, Mely dan teman prianya berhasil menyelamatkan Nara dan membawa Gissel ke rumah sakit.

Namun, saat Mely dan pria yang datang bersamanya mencari Rio, mereka tidak menemukannya di manapun.

Nyawa Gissel berhasil terselamatkan, meskipun dalam kondisi kritis, karena kehilangan banyak sekali darah.

Nara selalu setia menjaga Gissel, selama sahabatnya itu menjalani perawatan di rumah sakit.

"Gissel ... aku dateng lagi," lirih Nara seraya meremat telapak tangan Gissel dalam genggaman.

Nara mendudukan diri di samping brangkar tempat Gissel berbaring lemah tidak berdaya. Rasa sesal menggerogoti Nara dan membunuhnya secara perlahan dari dalam.

"Na-Nara ... gimana ke-keadaan kamu?"

Nara tersenyum getir. "Hey, aku baik-baik aja. Harusnya kan, aku yang nanya kayak gitu ke kamu."

Dua hari sudah berlalu, sejak kejadian mengerikan itu terjadi. Namun, Nara tidak pernah melihat atau pun bertemu dengan Rio selama dua hari ini.

Nara masih menimang-nimang, apakah harus ia mengangkat kasus ini ke jalur hukum, pasalnya, ia tidak ingin membebani siapapun.

Ia waktu itu tinggal bersama neneknya. Sedangkan ayah, ibu dan kakaknya sudah tinggal di luar negri sejak lama, karena memiliki perusahaan yang harus diurus di sana.

Terlebih lagi Gissel melarangnya untuk melaporkan masalah ini pada polisi, karena ia tahu betul, seluk beluk keluarga Rio.

Bukan karena tidak ingin berusaha, pasalnya, Gissel sendiri pernah mencoba.

Ia menceritakannya pada Nara. Dulu, saat ia melakukan hubungan intim untuk pertama kali dengan Rio, dia tidak ingin melakukannya, tapi Rio memaksanya.

Gissel sempat melaporkan hal tersebut pada polisi, tapi pengadilan memutuskan bahwa itu bukanlah sebuah kejahatan, karena Rio dan Gissel melakukannya atas dasar suka sama suka dan terikat oleh sebuah hubungan.

Gissel yakin, jika Nara melaporkan tindakan Rio terhadapnya pada polisi, hasilnya pasti akan sama.

Terlebih, karena pria bernama Rio Bagaskara itu dikenal dengan pribadi yang memiliki sikap baik, ramah dan perhatian di kalangan orang terdekatnya dan tidak memiliki satupun catatan kriminal, Gissel yakin, melaporkannya hanya akan berakhir sia-sia saja.

Rio memang pandai menyembunyikan sikap kasar dan gilanya, hingga Nara sendiri pun luluh dan tidak mengindahkan peringatan Gissel yang seringkali mewanti-wanti dirinya.

Gissel mengulas senyum lemas di bibirnya yang pucat. "Aku baik-baik aja berkat kamu, Ra."

Nara meremat lembut jemari mereka yang saling bertaut. Ia tahu, Gissel tidak sekuat itu. Rasa takut mendalam seperti apa yang ia rasakan juga pasti gadis itu rasakan.

"Makasih, karena kamu udah selalu ada di sisi aku," imbuh Gissel.

Ya, bisa dibilang, Nara adalah sahabat satu-satunya yang Gissel miliki sejak kecil. Sejak Nara tinggal dengan neneknya saat kelas empat sekolah dasar.

Orang tua Gissel sudah meninggal saat dirinya masih kecil dan ia tinggal bersama paman dan bibi-nya di perumahan yang sama dengan Nara.

Hubungan mereka sempat merenggang, karena Nara dan Gissel tidak sering menghabiskan waktu bersama saat mereka masih sekolah SMP, mereka mamasuki sekolah yang berbeda, hingga mereka disibukan bermain dengan teman yang berbeda pula.

Mungkin ya dengan Nara, tapi tidak dengan Gissel.

Setahu Nara, Gissel hanya memiliki satu teman saja selama masa sekola SMP-nya, itupun seorang senior, kelas tiga dan seorang pria.

Obsesi & CintaWhere stories live. Discover now