𝓣𝓲𝓰𝓪: 𝓜𝓮𝓶𝓹𝓮𝓻𝓽𝓲𝓶𝓫𝓪𝓷𝓰𝓴𝓪𝓷 𝓡𝓪𝓼𝓪

277 54 49
                                    

•Mei, MMXXIV•

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

•Mei, MMXXIV•

◇사랑하다◇

Gayatri mempercepat langkah kaki kala netranya menangkap lambaian tangan Larissa, istri Deva, kakak sepupunya.

Sambil tersenyum, Larissa melambaikan tangan, mengajak Gayatri duduk di meja yang sama dengan mereka untuk menyantap makan malam di acara ulang tahun pernikahan orang tua Deva.

Pagi hingga sore tadi, acara ini dipenuhi para tamu undangan dari berbagai kalangan, namun malam ini jumlah tamu undangan diperkecil, hanya keluarga dan kerabat terdekat yang menghadiri acara makan malam sekaligus acara puncak perayaan hari jadi pernikahan Bude dan Pakdenya.

Dengan membawa sepiring makanan, Gayatri mempercepat langkah kaki.

Saking bersemangat sampai-sampai gadis itu tak menyadari bahwa kursi kosong yang hendak didudukinya telah lebih dulu diduduki oleh seorang pria berparas rupawan.

Karena tak memperhatikan sekitar, Gayatri berakhir duduk di pangkuan pria tampan itu, Priyaduta.

Refleks Priyaduta juga cukup bagus, ia sigap memegang pinggang Gayatri agar tubuh gadis itu tak limbung.

Karena tindakan Priyaduta barusan, tubuh Gayatri seketika menegang. Ia kepayahan menelan ludah, pun jantung berdebar tak terarah.

Pelan-pelan ia memberanikan diri menolehkan kepala, melihat Priyaduta.

"Hai." Nada rendah pria itu mengudara, disertai dengan remasan pelan di pinggang ramping gadis yang berada di pangkuannya.

Gayatri kembali membeku.

Tak satu kata pun keluar dari mulut. Tangan kanannya justru terulur memegangi pundak pria itu.

Tatapan keduanya terkunci.

Gayatri begitu hanyut menatap netra bermanik kelabu itu. Tatapan yang berpendar hangat dan syahdu.

Sampai-sampai, gadis itu tak menyadari bahwa sejak tadi beberapa pasang mata tertuju pada mereka.

Priyaduta mengulas senyuman tipis, detik berikutnya mengulurkan tangan. Jemarinya menyelipkan helai rambut Gayatri ke belakang telinga.

"Gayatri." Suara Priyaduta terdengar lembut sekali.

"Ya, Mas?"

"Kita dilihati. Kita ... jadi pusat perhatian. Kamu gak apa-apa?"

Sejenak Gayatri masih bergeming. Detik kemudian, netra gadis itu membola.

Lekas ia beranjak dari pangkuan Priyaduta.

"Mas, maaf, ya. Aku gak fokus tadi." Gayatri berujar panik. Sepasang matanya melirik heboh ke para tamu undangan yang masih memandangi dengan beragam ekspresi.

Berani Mencinta, Berani TerlukaWhere stories live. Discover now