𝓔𝓶𝓹𝓪𝓽: 𝓡𝓪𝓼𝓪 𝔂𝓪𝓷𝓰 𝓚𝓲𝓪𝓷 𝓜𝓮𝓷𝓰𝓰𝓲𝓵𝓪

276 49 24
                                    

•Mei, MMXXIV•

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

•Mei, MMXXIV•

◇사랑하다◇

Gayatri tergelak sambil menutupi mulut. Mentertawakan lelucon yang baru saja dilontarkan pria tampan berkemeja hitam di hadapannya.

Siang ini, Gayatri dan Priyaduta menyantap makan siang bersama di salah satu restoran Italia yang terletak di jantung Kota Jakarta.

"Mas suka denger ketawa kamu."

Gayatri refleks menghentikan tawa. Pipinya memanas hingga memancarkan rona merah. Jantung jua berdebar tak terarah.

Padahal hanya sebuah kalimat sederhana, namun mampu merobohkan benteng pertahanan gadis itu.

Ingin rasanya melewatkan masa pendekatan ini, Gayatri ingin langsung merajut cinta bersama pria itu.

Pelan-pelan Gayatri menggeleng, setelah kesadaran kembali menguasai. Tidak boleh terburu-buru.

"Setelah dari sini Gayatri ada aktivitas lain?" Priyaduta menutur tanya setelah menyuapkan risotto —sebagai makanan pembuka—ke dalam mulut.

"Ada, Mas. Wawancara di kantornya Majalah Belle."

"Mau Mas anterin ke lokasi?"

"Hm?"

"Gimana?"

"Eh, gak usah, Mas. Aku bisa sendiri, kok." Elak gadis itu disertai senyuman karir.

"Jadi, gak mau?" Terdengar nada menggoda dari tanya yang mengudara. Priyaduta mengulum senyum, menahan tawa.

Pria itu tahu betul hati Gayatri mengatakan sebaliknya, oleh karena itu Priyaduta memastikan sekali lagi.

"Eh, mau, Mas. Mau banget."

Keduanya melempar senyum, lalu terkikik pelan. Kekikukan di masa pendekatan memang tak bisa dielakkan.

Priyaduta mengulurkan tangan, mengusap lembut puncak kepala Gayatri.

"Kita selesaiin dulu makannya, ya. Setelah itu Mas anterin ke sana."

"Oke, Mas."

◇사랑하다◇

"Lho? Kok balik ke sini? Tumben, Ta."

Suara Bu Laksmi mengudara tatkala Priyaduta menjejakkan kaki di ruang santai rumah utama keluarga Prabukusumo.

"Malam ini aku nginap di sini, Ma. Udah lama gak nginap di rumah Mama."

Bu Laksmi mengukir senyum. Senang sekali rasanya. Sejak memilih tinggal di rumah sendiri, Priyaduta memang jarang sekali pulang ke rumah utama.

"Kamu lagi gak enak badan, Le?" Bu Laksmi kembali menyuarakan tanya. Tiba-tiba perasaan khawatir melingkupi. Priyaduta tak biasanya seperti ini.

Berani Mencinta, Berani TerlukaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang