015.

298 36 8
                                    

Heeseung masuk ke dalam sebuah rumah besar yang terakhir kali dia datangi 3 Minggu lalu. Rumah yang terasa gelap dan sunyi padahal isinya cukup di penuhi oleh pelayan serta beberapa penjaga. Rumah yang terlihat nyaris seperti istana ini tidak layak di sebut sebagai rumah bagi Heeseung.

"Pangeran Blade, apakah tuan ingin secangkir darah manusia. Pemanah terbaik di kerajaan yang mendapatkannya, ini darah manusia yang memiliki keturunan bangsawan." Pelayan perempuan tersebut menaruh sebuah gelas berisikan cairan kental berwarna merah dan menyodorkannya kepada Heeseung yang tengah duduk di meja makan dengan wajah datar.

"I didn't drink human blood, sorry." Heeseung mendorong pelan gelas tersebut memperjelas jika dirinya sungguhan menolak hidangan itu.

Pelayan itu mengangguk lalu mengambil kembali gelasnya, sebelum pergi dari sana pelayan itu kembali berbicara untuk menawarkan sebuah tawaran yang sejak dulu masih di lakukan setahun sekali hanya sebagai hiburan bagi seluruh para pria di dalam kerajaan.

Betul, tawarannya yaitu wanita yang dapat menghibur dan melayani dengan sangat baik hanya dalam satu malam.

"We got a lot of beautiful women here, They were ordered by King Albatros to serve you, prince Blade."  Tawar sang pelayan dengan hormat.

Heeseung menyerit, ini sudah kesekian tahun sang ayah sengaja menjamunya dengan memberikan wanita penghibur yang sengaja di pekerjaan dengan gaji yang fantastis. Albatroz selalu tidak suka jika Heeseung berdekatan dengan manusia, namun orang itu selalu menjamunya dengan wanita-wanita prihatin itu. Walau tawaran gaji yang bukan main, para manusia yang gila uang dan termakan dengan rasa rakusnya tidak tahu, jika melayani para bangsawan di sini bukan hanya untuk nafsu, tapi untuk rasa kenyang.

Mereka akan mati dalam semalam untuk menjadi santapan para bangsawan di sini.

"No, thank you. I'll just wait for Albatroz,"

"But, did master Blade forget? Exactly on the full moon, King Albatroz would go to the edge of the mountain to perform a ritual."

Sial, Heeseung baru ingat tepat di tanggal 15, dalam setahun sekali Albatroz akan pergi ke tepi gunung untuk melakukan ritual. Untuk apa jauh-jauh Heeseung ke sini hanya untuk di jamu? Dia membutuhkan informasi, bukan darah manusia apalagi wanita.

Tapi dia lapar, nyaris 3 Minggu tidak makan sama sekali. Walau di rumah Chaterinna dan ibunya selalu masak dan dia ikut menyantap makanan tersebut. But it wasn't he's food, he was still hungry.

"Is there animal blood? " Tanya Heeseung membuat pelayan langsung tersenyum.

"Of course, we have tiger blood."

"Bring it for me now,"

Tanpa di sangka, perempuan yang sudah memakai riasan begitu rapih dan baju yang selalu di pakai bagi para wanita penghibur dalam kerajaan tiba-tiba menghampiri Heeseung yang tengah duduk diam masih di ruang makan yang sangat besar namun terasa sepi.

"Ini yang harus gue layanin?" Ucap pelan perempuan itu sambil celingak-celinguk melihat keadaan.

Perempuan bernama Deraya mendekat kearah Heeseung dan membungkuk untuk memberi salam. "Selamat malam, kak. Saya yang di tugaskan untuk melayani kakak! Kakak butuh pijatan?"

Heeseung menyerit, padahal Heeseung sudah menolah kenapa perempuan suruhan itu masih datang. Setelah hidangan untuk Heeseung telah di siapkan, Deraya langsung membantu pria itu untuk minum.

"Sini kak, saya bantu." Katanya sambil mengusap pelan pipi Heeseung.

Heeseung terkekeh sinis, "you really don't know what I drink right now?"

"Itu wine, kan?"

Heeseung bangkit berdiri lalu meneguk gelas dengan cairan kental itu sampai habis dan pergi meninggalkan perempuan yang kini kebingungan.

。⁠:゚⁠(Bite To Heal)゚⁠:⁠。

Chaterinna membuka matanya perlahan saat merasakan ada sebuah beban menimpa dirinya, rasanya hangat dan lembut, wanginya juga tidak asing di hidungnya. Dia mengangkat tangannya untuk mengelus rambut pria yang kini tengah menindih tubuhnya dengan kepala yang sengaja di taruh di dada nya.

"Seung, mama kalau masuk gimana?" Bisik Chaterinna setelah sadar jika jam masih menunjukkan pukul 2 dini hari.

"Udah hampir 3 Minggu kita nggak ciuman." Ucap Heeseung asal dan langsung mendapatkan hadiah pukulan dari Chaterinna di kepalanya.

Heeseung mengangkat wajahnya langsung menatap mata Chaterinna yang masih mengantuk, Heeseung mulai mengelus rambut hingga pipi Chaterinna dengan sangat lembut.

"Seung," panggil Chaterinna membuat Heeseung langsung mengangkat kedua alisnya seolah siap mendengar ucapan wanita di bawahnya itu.

Chaterinna menghela nafas, "gue mau kerja—"

"Nggak, Chat. Gue masih mampu biayain semuanya."

"Seung, gue itu bukan siapa-siapa. Nggak seharusnya sampai semua-semua pake uang lo."

Heeseung memejamkan matanya erat, "Should I marry you now? Atau gimana? Chat, I don't know what to do, but I really love you, It sounds crazy but really, I really love you. "

Chaterinna tertegun mendengar pengakuan Heeseung yang tiba-tiba untuknya. Dengan keadaan yang seperti ini Chaterinna hanya dapat menatap lamat kedua bola mata tajam itu.

"Seung, gue nggak bisa begini terus. Oke, I want to say thank you for you, for everything you have given for me, tapi gue nggak bisa begini terus. Pengeluaran cuci darah, biaya berobat mama, makan, minum baju semuanya. Gue nggak bisa terlalu lama jadi beban buat lo. Awalnya gue merasa berterimakasih Tuhan udah mempertemukan gue sama orang yang baik banget, tapi kalau begini terus gue nggak enak, gue merasa bersalah."

"Who said that? Gue nggak merasa terbebani sama sekali." Sahut Heeseung tajam.

"Seung,"

"Does my presence make you feel uncomfortable? Is this a pressure for you? Did I forget something? Is my affection just a joke to you? Am I a joke to you?" Heeseung bangkit dari atas Chaterinna dan berjalan keluar kamar dengan wajah kesal. Sebelum benar-benar pergi dari sana, Heeseung mengucapkan sebuah kalimat yang entah mengapa walau sederhana tapi berhasil membuat Chaterinna cukup menyesal.

"Maaf udah ganggu waktu tidurnya, Chat."
































To be continued>>>>>>>>>>>>>>

BITE TO HEAL | LEE HEESEUNG Where stories live. Discover now