"Aish, sial," umpar Isaac, ia merogoh saku celananya mencari ponsel.
"Kenapa?" Tanya Max menghampirinya setelah mengambil mobil dari parkiran kafe.
"Hape gue ketinggalan," jawab Isaac dan kembali memasuki kafe, menuju ruangan tempat ia bertemu dengan Elara tadi.
Seingatnya ia tidak memainkan ponsel saat di dalam, atau mungkin Elara yang mengambilnya diam - diam saat memeluk pinggangnya tadi?
Wanita licik itu meng—
Ceklek.
Isaac merenyitkan keningnya, "bau darah," gumamnya lalu melangkah semakin masuk ke dalam ruangan.
Seketika matanya membulat sempurna, di depannya saat ini, Elara meringkuk memeluk kedua lututnya dengan pergelangan tangan terus mengeluarkan darah, ada ponselnya yang tergeletak tidak jauh dari mantan tunangannya tersebut.
"EL!" teriak Isaac, ia segera mengangkat kepala Elara dan memangkunya. Perempuan itu masih menangis dengan mata terpejam.
"El, bangun El. Ini aku," ucap Isaac kembali sambil menepuk pelan pipi Elara. Kemudian Isaac mengambil ponselnya dan mengantonginya.
Isaac menggendong tubuh lemas Elara dan segera berlari menuju Max, di depan kafe.
Semua pengunjung kafe yang ada disana terkejut, mereka menutup mulut sambil terus memperhatikan Elara yang tidak berdaya.
Wajah tegas Isaac begitu tegang dan khawatir, ia tanpa berkata apapun memasuki mobil. Untung saja ia pergi dengan Max.
Max langsung mengerti situasi tanpa perlu bertanya dan membuat Isaac marah. Ia melajukan mobilnya dengan kecepatan cukup tinggi, menuju rumah sakit Mangata.
Tanpa Isaac ketahui, Jasmine yang sedang bersama Zayyan di taman belakang mansion mendapat pesan dari nomornya.
"Kenapa?" Tanya Zayyan lembut, ia mengusap rambut Jasmine.
Gadisnya terlihat sedikit terkejut membaca pesan yang ia terima.
"Bang Isaac kayanya lagi dapat masalah," jawab Jasmine sambil membenarkan posisi duduknya, lalu menoleh menatap Asih yang berdiri tidak jauh dari tempatnya duduk bersama Zayyan.
Asih yang peka segera menghampiri Nona Mudanya, sedikit membungkuk.
"Nona Muda butuh sesuatu?" Tanya Asih sambil tersenyum, membalas senyuman Jasmine yang sudah lebih dulu terbit.
"Dimana alamat apartemen abang Is?" Tanya balik Jasmine, ia memang belum pernah mengunjungi sang abang sulungnya di apartemen pribadinya.
"Mohon maaf Nona Muda, saya kurang tahu. Saya tanyakan dulu pada Nyonya ya?" Izin Asih, namun di cegah Jasmine.
"Jangan," Asih pun mengangguk dan kembali ke tempatnya berdiri semula.
Jasmine menggigit bibir bawahnya, berpikir bagaimana caranya agar ia bisa pergi menemui Isaac tanpa di ketahui oleh Pamela.
"Ada apa, hey," tegur Zayyan mencolek dagu Jasmine.
Jasmine menoleh, menatap sepasang mata yang selalu menatapnya teduh dan penuh sayang.
"Aku mau ketemu abang Isaac," jawab Jasmine sangat pelan, hingga membuat Jay —pengawal pribadi yang ditugaskan Zaven merenyit, berusaha fokus mendengarkan suara kecil Jasmime pada earpeace-nya yang terhubung dengan jepitan yang sedang dipakainya.
Seminggu lalu, di kamar Vincent ketika Jasmine sibuk dengan blognya, Reiga memberikannya hadiah jepit rambut. Disana terdapat sistem yang bisa menyadap suara dan terhubung dengan earpeace para pengawal Jasmine.
KAMU SEDANG MEMBACA
JASMINE [ END ]
Teen Fiction[ SEASON I ] Kamu tidak akan bisa mengenal seseorang, kecuali kamu sudah masuk ke dalam kehidupannya. Begitu kata Jasmine, setelah mengarungi lautan kehidupan yang sama sekali tidak sedikit badai yang dihadapkan kepadanya. Jasmine remaja berusia 15...