28. Markas

265 38 9
                                    

Rain mengangguk paham dan langsung menerima obat itu lalu ia berjalan menuju dapur untuk menyiapkan air putih.

"Assalamu'alaikum." Rain masuk ke kamar dengan membawa satu gelas air putih serta obat.

"Wa'alaikumsalam," jawab mereka.

"Mas minum obatnya dulu," ujar Rain sembari duduk di samping Tanah yang terbaring.

Hujan yang melihat itu langsung menyenggol lengan Bumi dan mengajaknya keluar dari kamar.

Dengan telaten, Rain membantu Tanah meminum obat tersebut. Beberapa menit kemudian, reaksi obat itu terjadi.

Tangan Tanah yang dipenuhi bulatan kuning itu pecah, refleks Rain langsung mengambil tissue. Tapi, ada beberapa yang masih sempurna belum memecah, ada juga yang masih kecil dan itu sangat pegal.

"Zaujati," panggil Tanah dengan suara parau.

"Nggih, pripun?"

"Gini, aku mau ke ma- eh ke ndalem Abi. Boleh ya?"

"Mau ngapain? lagi tahap pemulihan lho Mas. Nanti demamnya tinggi, ini aja demamanya belum turun," omel Rain, ya tadi memang Tanah sempat demam tinggi.

Mungkin karena rasa pegal dari nanah-nanah itu, karena masih kuning tapi ada juga yang hijau kekuningan.

"Emang udah lumayan, enggak sakit?" tanyanya membuat Tanah menggeleng.

"Ya udah, nanti aku ikut ya?"

"Boleh, nanti kamu di rumah sama Abi ya? soalnya saya, Hujan, dan Bumi mau ada urusan," kata Tanah.

"Iya, yang penting hati-hati. Itu kalau sakit jangan banyak gerak," tukasnya sembari mengoleskan salep pada kulit Tanah.

"Iya sayang," ucap Tanah dengan tersenyum manis.

~MasTanah~

Mereka ber-empat kini telah sampai di kediaman Kyai Laut dan langsung turun dari mobil dengan Hujan yang memapah Tanah.

"Kami pamit dulu ya dek? ada urusan," pamit Hujan membuat Rain mengangguk dengan melangkahkan kakinya menuju ke ndalem. Setelah Rain masuk, mereka langsung menuju tempat markas yang beberapa hari mereka buat.

Hujan berdehem saat Tanah dan Bumi terduduk. Ia mulai menceritakan tentang seorang yang ia temui saat ke pesantren ini.

*FLASHBACK ON

Saat ini Hujan tengah berada di masjid Al-Hakam, ia melaksanakan sholat dzuhur. Beberapa menit kemudian selepas sholat ia langsung berjalan menuju gerbang utama pesantren karena ada seseorang yang sepertinya ia kenali sedang menunggu jemputan.

"Seperti-" Hujan berpikir sejenak. "Fazra?" Ia mengangkat satu alisnya.

Lalu alisnya saling bertautan. "Tapi dia ngapain di gerbang," ucap Hujan saat hendak menyusul Fazra, mobil hitam itu berhenti tepat di depan Fazra dan Fazra pun langsung memasuki mobil itu.

Hujan yang melihat itu langsung menuju mobilnya dan segera mengikuti mobil yang Fazra naiki.

"Kok arahnya ke ndalem Abi?" tanyanya, ia terus fokus menyupir.

MAS TANAHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang